Judul Novel SEKAR
Sekar sangat penasaran, siapakah orang tua kandungnya, kenapa dia dibesarkan oleh keluarga Wawan. Dikeluarga Wawan Sekar sudah terbiasa menerima cacian, makian bahkan pukulan, segala hinaan dan KDRT sudah menjadi makanannya setiap hari, namun Sekar tetap bertahan, dia ingin tahu siapa orang tua kandungnya, kenapa dia dibuang
Sekar dijemput Cyndi untuk diajak bekerja di Jakarta, dia curiga bahwa kedua orang tua angkatnya menjualnya untuk dijadikan wanita panggilan. Sekar tidak berdaya menolaknya, disamping dia berhutang budi kepada keluarga Wawan dia juga diancam. Tapi Sekar agak merasa tenang, semalam dia bermimpi bertemu Kakek Buyutnya yang bernama Arya, Kakek Arya memberi sebuah Cincin dan Kalung ajaib, benda-benda tersebutlah yang akan membantu Sekar dikemudian hari
Bagaimana kisah Sekar selanjutnya, nasib apakah yang akan menimpanya, Adakah orang yang akan menolong Sekar keluar dari sindikat penculiknya. ikuti kisah Sekar yang mengharukan dan menegangkan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nek Antin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB XXXIV Bu Asih dan Pak Wawan Pergi ke Jakarta
“Sekar, coba kamu koordinasi dengan Toni, perintahkan Toni untuk menjemput keluarganya Intan, biar Intan yang menunggu keluarganya, kasihan Ani tidak ada yang mengganti nunggui Intan.”
”Ya Pa, akan Sekar telepon Toni.”
Kemudian Sekar mengambil ponselnya dan mulai menelepon Toni.
“Hallo Nona, selamat siang, mohon petunjuk."
“Hallo Bang, ada perintah ni dari Pak Bos.”
“Perintah apa Nona?”
“Perintahkan anak buah Bang Toni untuk menjemput keluarganya Intan di kampung.”
“Siap Nona, pagi ini langsung berangkat.”
“Baik terima kasih.”
Toni langsung memanggil anak buahnya,
“Sigit, Kamu berangkat ke kampung Intan, jemput orang tua Intan, sampaikan pada mereka.apa yang sudah terjadi pada Intan.”
“Siap Bang, Saya siap-siap sekarang.”
“Ya, hati-hati di jalan.”
Sigit berangkat ke kampung Intan dengan ditemani empat orang anak buahnya.
Perjalanan mereka lancar tidak ada hambatan, mereka sampai kampung Sekar dengan selamat, dan langsung menuju rumah Intan.
Kebetulan ibunya Intan sedang menyapu di halaman depan.
“Permisi Bu, apakah ini rumah kediaman Intan?”
“Betul, Tuan-tuan ini siapa ya?”
“Saya Sigit, dan ini teman-teman Saya.”
“Ada keperluan apa?”
“Apa betul putri Ibu hilang?”
“Betul Tuan, Intan dan Ani sampai hari ini belum pulang ke rumah, apa Tuan tahu keberadaan anak Saya?”
“Boleh Saya masuk dulu Bu?”
“Eh iya, sampai lupa, ayo masuk Tuan-tuan.”
Kemudian para tamu tersebut dibawa masuk ke rumah oleh bu Asih.
“Tuan mau minum kopi atau teh?”
“Kopi saja Bu, perjalanan jauh, mata rasanya jadi ngantuk.”
“Baiklah Tuan, mohon ditunggu sebentar.”
Kemudian bu Asih menyiapkan minuman sambil memanggil suaminya, kebetulan suaminya belum berangkat kerja.
“Silahkan kopinya Tuan, ini kebetulan ada singkong goreng, silahkan, maaf makanan kampung.”
“Terima kasih Ibu.”
“Oh ya Tuan, ada keperluan apa Tuan-tuan ini datang ke rumah Saya.”
“Begini Bu, Intan saat ini ada di rumah sakit, kondisinya dalam keadaan koma.”
“Apa…!?, kenapa bisa sampai koma?, bagaimana dengan Ani?” tanya bu Asih
“Ani baik-baik saja, hanya Intan saja yang terluka.”
Kemudian Sigit menceritakan apa yang terjadi terhadap Intan, semua karena kecerobohan Intan sendiri, sehingga dia celaka.
“Untuk itu Ibu, bos kami memerintahkan kami untuk menjemput Ibu dan Bapak ikut kami ke Jakarta.”
“Baiklah Tuan, kami akan bersiap-siap dahulu.”
“Silahkan Bapak.”
Setelah bapak dan ibunya Intan siap, mereka langsung berangkat.
“Tuan maaf, tadi kami sampai lupa menyiapkan sarapan buat Tuan-tuan, maaf Tuan-tuan juga tidak sempat istirahat.”
“Tidak apa-apa Ibu, kita bergantian untuk mengendarai mobil, jadi masih bisa istirahat, untuk sarapan kita bisa mampir di jalan.”
“Terima kasih Tuan.”
Kembali Sigit dan anak buahnya melakukan perjalanan, kali ini mereka kembali dengan disertai kedua orang tua Intan, sedangkan kakaknya Intan tidak ikut karena sekolah.
Perjalan kembali ke Jakarta juga lancar, sehingga tengah malam mereka sudah sampai di kediaman Seno.”
“Ibu, Bapak silahkan istirahat dulu di kamar tamu, kami belum bisa menghubungi Tuan kami, mereka semua sudah tidur.”
“Ya Tuan tidak apa-apa, kami permisi.”
“Silahkan.”
Pak Wawan dan bu Asih segera masuk ke kamar tamu yang ditunjukan oleh Sigit.
“Pak rumahnya besar dan bagus sekali, kamarnya mewah, ada kamar mandinya di dalam, wangi lagi.”
“Bu jangan norak begitu, jangan malu-maluin.”
“Iya Pak, Ibu mau langsung tidur, capek dan ngantuk.”
“Ya sudah, cuci muka dan kaki dulu biar segar.”
“Iya Pak.”
Akhirnya keduanya tertidur dengan pulas, karena capek dan ngantuk mereka tertidur hingga matahari sudah terbit.
“Pak kita kesiangan.”
“Apa iya Bu?, cepat mandi, kita segera berangkat ke rumah sakit.”
“Ya Pak.”
Tiba-tiba ada yang mengetok pintu kamarnya.
“Tok tok tok, Ibu, Bapak, Tuan Seno menyuruh Bapak dan Ibu untuk sarapan.”
“Ya Mba, kami siap-siap dulu.”
Setelah keduanya selesai mandi, mereka mengikuti pelayan menuju ruang makan.
Di ruang makan pak Wawan dan bu Asih bertemu Sekar yang baru saja selesai sarapan, Seno dan Sandra serta Anugerah sudah meninggalkan ruang makan, jadi tinggal Sekar sendiri.
“Heh Sekar, kenapa Kamu ada di sini?, setelah Saya jual, Kamu menjadi wanita simpanan?”
Semua yang ada diruangan tersebut kaget, berai nsekali orang kampung, miskin menghina nona nya, apalagi anaknya yang menolong adalah keluarga Sekar.
Sekar malas meladeni omongannya bu Asih.
“Mawar, tolong bawa nenek lampir ini langsung ke rumah sakit, hari ini tidak usah disiapkan makan, biar mereka cari sendiri.”
“Siap Nona.”
“Ibu, Bapak, cepat bawa tas kalian, kita segera berangkat ke rumah sakit.”
“Nona apa kami tidak boleh sarapan dulu?, perut kami lapar.”
“Tidak boleh, tadi nona kami menyuruh Ibu langsung ke rumah sakit, Ibu dengar sendiri kan?”
“Kenapa Kamu mau mendengarkan gundik seperti dia?”
“Apa maksud Ibu?”
“Bukankah Sekar disini hanya sebagai wanita simpanan?”
“Kurang ajar Kamu, berani Kamu menghina majikan Saya, Kamu mau mati?” Mawar sangat marah mendengar tuduhan Asih terhadap Sekar, dia sampai lupa kalau Asih sudah tua.
Asih empat kali kena gampar pipinya.
Asih dan Wawan ketakutan melihat Mawar yang berubah menjadi beringas.
Mereka berdua langsung lari mengambil tas.
Tanpa sarapan dan minum Wawan dan Asih diantarkan ke rumah sakit.
“Silahkan masuk, itu kamar Intan.”
“Terima kasih Nona.”
Mawar tidak menjawab dan langsung meninggalkan Wawan dan Asih.
Mereka segera masuk ke kamar Intan, Intan di rawat di kelas satu. Di ruangan tempat Intan di rawat ada dua tempat tidur yang diperuntukkan buat dua pasien, tapi Seno memerintahkan pegawainya di rumah sakit tempat tidur satunya dikosongkan, biar buat tidur orang yang menjaga Intan.
Setiap tempat tidur dilengkapi dengan sofa panjang, sehingga bisa untuk istirahat dan tidur.
Di dalam Asih bertemu dengan Ani, dia langsung memeluk dan menangis.
“Kenapa bisa begini Ani?”
“Intan yang tidak bisa dinasehati Bibi, sesudah kami para sandera diselamatkan oleh anak buahnya kak Sekar, kami dibawa ke rumahnya, rencananya pagi harinya kami mau diantar pulang ke kampung, tapi Intan malah kabur, dan tertangkap lagi oleh penculik.”
“Kemudian anak buah nona Sekar menyelamatkan lagi, sayang Intan salah satu yang terkena tembakan.”
“Maksud Kamu Sekar sudah menyelamatkan Intan dua kali?”
“Iya Bibi, kak Sekar sangat baik sekali.”
“Bagaimana mungkin Sekar yang hanya wanita simpanan punya kekuatan yang besar?”
“Bibi hati-hati kalau ngomong, nona Sekar itu putri satu-satunya Tuan Seno dan Nyonya Sandra.”
“Dia punya kakak laki-laki bernama tuan Anugerah.”
“Jadi begitu?, pantesan tadi perempuan yang mengantar Bibi dan pamanmu sangat judes, Bibi sampai takut diantar pergi sama dia.”
“Pipi Bibi kenapa?”
“Karena kesalahan ngomong Bibi, Bibi sampai ditampar sama cewek tadi.”
“Namanya nona Mawar.”
“Ani Bibi lapar, karena mulut Bibi yang memaki-maki Sekar, Bibi tidak diijinkan makan, ada makanan tidak?”
“Di lemari ada roti, semalam nona Mawar membelikan.”
“Baik juga ya nona Mawar.”
“Sangat baik, karena mencontoh nona Sekar, biarpun nona Sekar kaya raya, tapi dia tetap sopan sama Ani dan juga anak buahnya, tidak sombong.”
"Tapi kenapa sama Bibi kok judes."
"Judes?, apa Bibi sudah menyinggungnya?"
"Karena Bibi tidak tahu siapa Intan jadi pas ketemu, Intan Bibi maki-maki, bahkan nuduh yang bukan-bukan."
"Pantes saja, kak Sekar itu disini bagai dewi, semua menyayangi dan menhormatinya, bagaimana mungkin Bibi bisa melakukan itu sama kak Sekar, untung Bibi tidak dibunuhnya."
"Sampai sebegitunya?"
"Ya coba saja Bibi ulangi lagi."
"Sudah tahu begitu tidak berani lagi."
"Ibu itu memang selalu kasar sikapnya sama Sekar, Bapak kadang-kadang kasihan sama Sekar."
"Ya sudah, nanti kalau ada kesempatan Ibu minta maaf sama Sekar dan keluarganya."
Akhirnya suasana menjadi hening, mereka merenung dengan apa yang sudah terjadi.