Jangan Tanyakan Mengapa Aku Berubah

Ana sedang berpakaian usai membersihkan dirinya di salah satu kamar mandi sebuah hotel.

Perempuan itu memulas wajahnya agar tak pucat dan terlihat kembali cantik.

Sesosok pemuda duduk bersandar di headboard ranjang sambil menatap aktifitas Ana.

"Padahal aku masih mau sama Tante lho, malah Tante udahan!", kata pemuda itu yang masih bertelanjang dada.

Ana membalikan badannya.

"Saya harus secepatnya kembali kerumah sebelum suami saya pulang! Kamu tenang saja, nanti saya hubungi kamu kalau membutuhkan jasa kamu!"

Pemuda itu tersenyum smirk. Di usianya yang masih awal dua puluhan, ia memilih menjadi pemuas ranjang wanita-wanita kaya seperti Ana.

Karena bukan pertama kalinya Ana memakai jasanya, tak segan-segan Ana memberikan imbalan lebih setelah ia memuaskan hasratnya.

"Tante pergi dulu! Ingat, jangan main sembarangan! Tante ngga suka!", ancam Ana.

"Siap Tante!", sahut pemuda itu. Ana pun meninggalkan kamar yang menjadi saksi bisu berbagi peluh dengan laki-laki yang bukan suaminya.

Sesampainya di lobi hotel, Ana menyalakan ponselnya. Notifikasi berentetan memenuhi ponsel Ana.

Perempuan itu menutup mulutnya saat melihat banyaknya panggilan tak terjawab dari suami juga pengasuh anaknya.

Dengan buru-buru perempuan itu pun bergegas menuju ke rumah sakit di mana Sandy di rawat.

Ana tergopoh-gopoh menuju ke ruangan di mana Sandy di rawat.

"Mas....!", panggil Ana saat melihat Gatan berdiri di depan sebuah pintu. Gatan menatap nyalang perempuan cantik yang masih sah menjadi istrinya.

"Bagaimana kondisi Sandy mas?", tanya Ana sambil memegang lengan Gatan. Terlihat sekali raut kekhawatiran Ana.

Gatan melepas tangan Ana dari lengannya dengan paksa.

"Dari mana saja kamu, hah?", bentak Gatan. Beruntung lorong itu sepi jadi kemungkinan di tegur karena mengganggu yang lain sangat kecil.

Ana tergagap tak bisa menjawab.

"Mba, kamu pulang! Bawa keperluan Sandy setelah kamu beristirahat!", ujar Gatan.

"Baik, tuan!", kata si mbak yang langsung pergi dari sana.

Gatan memasukkan kedua tangannya di saku celananya dengan tatapan yang menghunus.

"Siapa ayah kandung Sandy!???", tanya Gatan menatap begitu tajam pada Ana.

"A-apa maksud kamu mas? Tentu kamu ayah Sandy!", jawab Ana tergagap.

Mata Gatan sudah mengembun dan hampir menumpahkannya saat itu juga. Selain karena marah dengan kenyataan bahwa Sandy yang ia sayangi bukan darah dagingnya, tentu ada kekecewaan yang luar biasa.

Tangan kekar itu terulur mencengkeram leher Ana dengan erat. Nafasnya memburu bak pemangsa yang sudah mendapatkan mangsanya

Ana sendiri masih berusaha melepaskan cengkeraman Gatan sampai terbatuk-batuk. Mata Gatan menyipit saat melihat sebuah tanda kepemilikan di area leher Ana.

Lelaki itu tersenyum sinis dan seketika itu juga ia mendorong Ana hingga terjungkal cukup jauh darinya.

"Hah...hah....hah....!", Ana merasa terbebas untuk bernafas saat lepas dari cengkraman suaminya.

"Mas ...sebenarnya kamu kenapa? Uhuk-uhuk!"

"Kamu masih tanya kenapa?", tanya Gatan dengan giginya yang bergemeletuk.

Ana perlahan berdiri dan merilekskan tubuhnya usai insiden tadi.

"Mas, Sandy kenapa? Dia sakit apa? Dan....dan kenapa kamu memperlakukan aku seperti ini mas?"

Plakkkk!

Gatan menampar pipi Ana hingga wajahnya menoleh ke samping.

"Kamu ibunya! Seharusnya kamu yang menjaga anakmu! Dari mana kamu heum? Kamu mencari kepuasan dengan gig*** mana heum? Mampu bayar kamu?", tanya Gatan dengan tatapan jijik.

"Mas....kamu bicara apa sih!", Ana masih berusaha untuk meredam amarah Gatan.

"Siapa ayah biologis Sandy. Karena darah kami tidak ada kecocokan sama sekali!"

Mata Gatan sungguh menyeramkan saat ini. Ana sampai tak bisa berkata-kata.

"Ka-kamu bicara apa mas. Tentu saja kamu ayahnya Sandy. Dokter pasti salah...!"

"Stop!! Saya tidak butuh pembelaan kamu! Silahkan urusi anak kamu sampai dia sembuh ! Dan setelah itu, kita selesaikan urusan kita!", Gatan pun meninggalkan Ana yang menggeleng tak percaya.

Bagaimana mungkin rahasianya terkuak secepat ini???

Argggghhh! Ana berteriak sambil mengusap kasar wajahnya dengan kedua tangannya.

"Sialan!", umpat Ana. Setelah itu ia baru memasuki kamar Sandy yang sedang terkulai lemas.

Gatan duduk di balik kemudi. Tujuannya saat ini adalah makam Asha dan bundanya. Lelaki itu merasa dirinya kini benar-benar sebatang kara.

Dan setelah beberapa menit, ia pun tiba di makam mendiang istri pertamanya dan juga anak tunggal mereka.

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Fazal berada di kantor bersama ayahnya. Keduanya sedang mengurus proyek yang sebentar lagi akan berjalan.

"Permisi, Tuan!", sapa sekretaris. Fazal dan Firman menoleh bersamaan.

"Ada apa?", tanya Firman yang memang sudah setelannya berwajah datar.

"Ada nona Naura ingin bertemu dengan Tuan Fazal!", jawab sekretaris itu menunduk. Ia sudah melarang Naura, tapi perempuan itu terus memaksa.

"Kamu mau menemuinya?",tanya Firman pada Fazal. Fazal menggeleng sebagai jawaban.

"Ngga Yah. Aku ngga mau menciptakan masalah baru. Aku masih proses memperbaiki hubungan ku dengan Aisha. Jadi..."

Firman bangun dari bangkunya tanpa menunggu ucapan Fazal. Lelaki dewasa itu yang keluar menemui Naura.

Naura memang bekerja di gedung itu, hanya saja berada dilantai yang berbeda.

Naura langsung bangun dari duduknya saat mendapati Firman yang menemuinya.

"Om....?!", sapa Naura menunduk.

"Ini masih jam kerja, ada kepentingan apa kamu di lantai ini?", tanya Firman dengan wajahnya yang serius.

"Saya cuma mau menemui Mas Fazal, om!", jawab Naura.

"Fazal sedang sibuk! Soal katanya kamu yang sedang hamil, nanti atau lusa atau kapan saya belum pastikan. Akan ada dokter yang memeriksa kandungan kamu. Juga foto-foto serta video yang kamu miliki akan kami selidiki."

Naura menggelengkan kepalanya.

"Om...jadi om juga tidak percaya kalau..."

"Setelah kami memastikannya sendiri, baru bisa kami simpulkan langkah apa yang harus kami ambil! Saya hanya memperingatkan, jangan coba-coba mempermainkan keluarga Abidzar!", kata Firman meninggalkan Naura yang masih terintimidasi oleh ucapan Firman.

🌸🌸🌸🌸🌸

"Lo tinggal di mana sekarang?", tanya Nikala. Aisha menoleh pada salah satu sahabatnya.

"Di rumah keluarga Abidzar, pemilik sekolah ini!", jawab Aisha.

"Kita boleh...nyamperin Lo ke sana?", tanya Nikala lagi. Mungkin pertanyaan yang sama di benak Dion dan Visnu.

"Sebagai Asha, gue sama sekali ngga keberatan. Masalahnya, gue Aisha! Ada batasan pergaulan dalam diri Aisha. Asal kalian tahu, selama ini Aisha selalu memakai pakaian syar'i ! Sedang gue yang menghuni tubuh ini, kalian tau sendiri lah....!"

Suasana tiba-tiba hening.

"Jadi, selamanya Lo akan tetap jadi Aisha istri Fazal itu?", tanya Visnu. Aisha mengedikkan bahunya.

"Gue belum ada rencana apa pun. Yang pasti, gue mau fokus buat selidikin penyebab kematian gue! Ehem...Asha!", ralat Aisha.

"Kita juga masih berusaha, tapi sepertinya memang ada yang sengaja menutupinya sampai serapih ini!", celetuk Dion.

"Selama ini yang paling musuhin gue kan fans fanatik kalian, gue rasa ngga ada salahnya nyelidikin mereka!", ujar Aisha tersenyum. Keempatnya masih ada di parkiran sedang Asha yang sudah duduk di motornya.

"Lo kasih tahu aja gimana rencana Lo Sha, nanti kita yang eksekusi!", kata Nikala. Aisha pun mengangguk. Ia mengirim pesan pada Fazal jika ia akan pulang terlambat.

"Lo mau ke mana? Pulang?", tanya Dion.

"Ke makam bunda!", jawab Aisha. Gadis itu pun melesat meninggalkan ketiga sahabatnya.

🌸🌸🌸🌸🌸🌸

terimakasih 🙏