Rin yang terpaksa harus merubah penampilannya saat berada disekolah barunya sebagai siswa pindahan, dikarenakan sebuah kejadian yang membuatnya tak sadarkan diri dan dirawat dirumah sakit.
Disekolah baru ini, Rin harus mengalami drama sekolah bersama primadona kelasnya serta dengan adik kelasnya. Serta rahasia dari sekolah barunya, bersama dengan identitasnya yang ingin diketahui teman-teman sekelasnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rheanzha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Retak
Rin, Karin, dan Fifi juga memasuki kelas mereka. Anak-anak yang ada didalam kelas menatapi mereka bertiga dengan serius dari mereka masuk sampai mereka duduk di kursi mereka masing-masing.
Anak kelas semakin intens memperhatikan mereka sejak saat mereka yang dipanggil keruangan Kepsek, lalu saat anak baru itu muncul, posisi duduk berubah dan juga saat ini, mereka bertiga datang bersamaan dan waktu yang sama pula.
"Pagi." sapa Sonya ke yang lainnya saat masuk ke kelas. "Karin, kamu nggak diantar hari ini." ujar Sonya saat didekat Karin.
"Nggak, aku nggak diantar, kenapa Son?" tanya Karin balik. "Hei, ada apa dengan kalian." ujar Karin ke Ami, Tania dan Olive yang menatapi mereka.
"Nggak ada apa-apa, aku tadi melihat kamu dari gerbang ke kelas, nggak biasanya kamu nggak diantar, itu aja sih." jawab Sonya.
"Oh gitu ya, terus kalau kalian kenapa dari tadi mandangin kami?" tutur Karin ke mereka.
Ami, Tania dan Olive tak langsung menjawab pertanyaan dari Karin. Tania dan Olive mendekat dan duduk disebelah Ami dan lalu Sonya bergabung dengan mereka.
"Kalian kenapa nggak masuk lagi kemarin?" tutur Olive.
"Itu, karena kami harus menyelesaikan masalah yang kami miliki, memangnya kenapa sih dengan kalian." Karin kebingungan.
"Rin, maaf kalau aku menanyakan sesuatu ke kamu." tutur Ami yang duduk didepan Rin. "Kamu ini pemilik kafe didepan sana, kan." ujar Ami dengan nada mengintrogasi dan menopang dagunya diatas meja Rin.
Rin menunjukan ekspresi terkejut saat mendengar Ami menyebut apa yang dirahasiakannya. Tak bedanya dengan Rin, Karin juga memasang wajah terkejut.
"Ne, Karin." Tania menepuk pundak Karin. "Kenapa kamu juga pasang wajah terkejut seperti Rin, seperti sesuatu yang kamu sembunyikan itu ... diketahui orang lain." ujar Tania, berbicara layaknya orang tak bersalah.
"Apa maksud kamu Tan?"
Rin mengangkat kepalanya dan menatap balik ke Ami.
"Apa yang kamu ketahui, dan darimana kamu tahu hal itu." ujar Rin ke Ami, mendengar itu, Ami tersenyum.
"Aku mengetahuinya saat melihat data kamu diruang klub SK." ujar Ami. "Disana aku melihat photo kamu sama persis saat aku ketemu kamu di kafe waktu itu."
"Kami juga memastikannya ke Dinda, dan dia tak sengaja mengiyakan penuturan kami walau tak secara langsung dan kami menanyakannya lagi saat di asrama." sambung Tania.
"Kapan kalian menanyakannya?"
"Saat kalian sibuk dengan murid pindahan ini." jawab Sonya sambil menunjuk Fifi.
"Dinda bicara apa saja ke kalian." tutur Rin.
"Semuanya yang dia ketahui, termasuk ibu Intan yang adalah Mama kamu." ujar Tania berbisik.
"Kami juga mau minta maaf Rin." sambung Ami.
"Kalian mau minta maaf soal apa?" tutur Karin dengan sikap Ami yang aneh.
"Maaf, aku, Ami, Olive, dan Tania, kami pergi ke sekolah kamu dan juga kami pergi kerumah kamu, Nirmala, dan juga seorang siswi dari sekolah kamu." tutur Sonya.
"Ngapain kalian ke sekolah lamaku, apa yang sebenarnya kalian lakukan disana?" ujar Rin sedikit berteriak dan berusaha menahan kesalnya. "Ngapain kalian pergi kerumah ku, Nirmala dan siswi dari sekolah ku itu siapa?"
"Maaf Rin, kami menemui Kepala Sekolah disana, ingin tahu alasan kamu berpenampilan berbeda, dan juga ingin mengetahui sesuatu, karena saat kamu pindah, terlalu banyak teka-teki yang muncul di Akademi ini." tutur Ami menjelaskan.
"Lalu, apa yang kamu dapatkan disana?" tanya Rin masih dengan wajah kesalnya.
Mereka berempat tak langsung menjawab pertanyaan dari Rin, mereka berempat berdiri serempak lalu membungkuk meminta maaf, hal itu membuat Rin, Karin dan lainnya terheran-heran dengan sikap mereka berempat.
"Maaf Rin, kami mengetahui kejadian yang kamu alami disana." tutur mereka berempat.
Mendengar apa yang mereka katakan, membuat wajah Rin memerah karena amarah, emosi Rin tak bisa lagi dia tahan. Suara dari meja yang dipukul Rin membuat mereka berempat sontak terkejut dan mereka tak berani untuk mengangkat kepala mereka, begitu juga dengan yang lainnya, begitu terkejut dan tak mengerti apa yang terjadi.
"Apa yang sudah kalian lakukan hah, mengurusi urusan pribadi orang." Rin berteriak membentak mereka berempat. "Siswi yang kalian maksud itu dia, kan? Sebenarnya apa mau kalian?" Rin benar-benar tak dapat lagi mengontrol emosinya.
Rin mencoba untuk mengontrol dirinya, dia mengambil tasnya dan pergi mencoba untuk tidak menghiraukan mereka berempat lagi.
"Rin ..." ujar Karin dan Fifi saat Rin mengambil tasnya lalu pergi. "Rin, kamu mau kemana?" ujar Karin, lalu mengejar Rin bersama Fifi
Ami, Tania, Sonya, dan Olive, mengangkat kepala mereka saat Rin melewatinya dan saat Karin memanggil Rin.
"Hei, Kamu mau kemana?" tutur Karin saat setelah menyusul Rin.
"Aku mau pulang." ujar Rin dengan suara yang pelan.
"Mau pulang, kami antar ya." tawar Fifi agar mereka menemani Rin pulang.
"Nggak usah, aku pulang sendiri aja."
"Tapi, muka kamu benaran pucat tuh Rin." tutur Karin yang mencemaskan Rin dengan wajah yang pucat itu, apa bisa pulang sendiri. "Kami antar ya." lanjutnya.
"Nggak apa kok, nggak usah khawatir, lebih baik kalian kembali ke kelas, tapi, makasih sudah mau mengkhawatirkan ku." ujar Rin sambil mengusap kepala Karin, Rin kemudian pergi meninggalkan mereka berdua.
Setelah Rin mulai jauh, Karin dan Fifi kembali ke kelas, mereka berempat masih berdiri ditempat mereka tadi. Karin segera menghampiri mereka dan duduk di kursinya.
"Ada apa sih dengan kalian? Aku kira kalian sudah puas dengan apa yang dikatakan Dinda dan pegawai itu dulu, aku tak menyangka kalian malah mencari tahu rahasia pribadi seseorang, bahkan rahasia yang tak ingin diingat lagi olehnya." ujar Karin yang kecewa dengan sahabatnya itu.
"Karin, bukannya kamu juga penasaran dengan mereka waktu itu." ujar Olive setelah mendengar perkataan Karin dan tak ingin kalau hanya mereka yang disalahkan.
"Haa, kapan, memangnya aku ada bilang ke kalian kalau aku juga penasaran dengan dia? apa ekspresi wajahku bilang aku ingin mengetahui tentang mereka?" tutur Karin kesal.
"Tidak, kamu hanya mendengarkan apa yang kami ucapkan dan membalas sejujurnya aja." ujar Sonya dengan nada bicara yang lemah.
"Iya benar, kamu tidak pernah bilang itu dan kamu tidak pernah tunjukkan kalau kamu tertarik dan penasaran dengan hal itu." sambung Ami.
"Tapi sekarang kamu berubah, semenjak kamu habis dipanggil Kepsek dan juga izin pulang, keesokannya kamu terlihat sangat akrab dengan Rin, padahal sebelumnya kalian, perang habis-habisan, sampai acuh tak acuh satu sama lainnya. Dan kamu juga seperti menghindari kami." tutur Tania.
"Apa maksud kamu Tan, aku menghindari kalian, bukannya waktu itu kalian juga sibuk dengan urusan kalian masing-masing, kan. Dan juga, aku baru masuk sekolah lagi hari ini, jadi apa maksudnya aku yang menjauhi kalian, ayo apa?" teriak Karin yang mulai geram. "Oh iya, selain Rin, siapa lagi kehidupan pribadinya yang kalian selidiki?"
Mereka berempat tidak ada yang menjawab pertanyaan dari Karin, melihat mereka diam itu membuat Karin kesal.
"Jawab, kenapa kalian diam." bentak Karin ke mereka.
"Nirmala, Fifi, dan ... kamu." jawab Sonya.
"Aku ... kalian menyelidiki aku juga, buat apa? Tania, Sonya, kalian sudah kenal aku dari SMP dan kalian berdua juga, kita sudah jadi teman sekelas sejak kelas satu, kan, lalu buat apa kalian menyelidiki aku juga, bukannya kalian tahu kehidupan pribadi aku, kan."
"Soalnya beberapa waktu itu, kamu terlalu banyak berubah, seperti orang yang tak kami kenal, bukan Karin yang biasa bersama kami." jawab Ami.
"Kalau aku seperti orang asing, ya kalian dekati lagi, kenali aku lagi, bukan menyelidiki dari belakang. Dan juga, wajar jika aku berubah, aku mencoba untuk berpikir dan bersikap lebih dewasa, tak seperti kalian saat ini."
"Iya, bersikap lebih dewasa, sampai-sampai pulang sekolah sudah ada didalam rumah cowok yang baru dikenal gitu." celetuk Olive.
"Olive ..." teriak Ami, Tania, dan Sonya. "Bukan seperti itu kan yang sebenarnya." sambung Ami.
Mendengar apa yang dikatakan Olive, Karin benar-benar tak bisa lagi menahan emosinya. Dia berdiri dan melangkah dari tempat duduknya mendekati Olive.
PLAAKK...
Sebuah tamparan yang sangat keras mendarat di pipi kiri Olive, hal itu membuat isi kelas terdiam dan tercengang.
"Jaga ucapan kamu Olive." teriak Karin, setelah menampar Olive, wajah Karin penuh dengan rasa marah, kesal, dan geram dan matanya yang mulai berkaca-kaca.
"Kamu pikir aku ini cewek apaan, cewek nakal gitu. Kenapa kamu tidak bilang juga, aku jalan sama om-om dan dikasih uang, dan ternyata itu adalah Papaku sendiri, bilang juga aku pergi kesebuah hotel dengan bapak-bapak, yang ternyata itu adalah keluargaku yang mengadakan acara di hotel itu, ayo sebutkan lagi kalau aku itu cewek yang tidak benar" ujar Karin kesal.
"Kalau tidak tahu kebenarannya jangan asal bicara. Ya memang, aku pernah ada dirumah cowok sehabis pulang sekolah, cowok itu Rin dan saat itu kami dijemput Maid waktu itu, kami harus mengganti pakaian kami karna ada urusan yang harus kami urus, karna rumah Rin dekat jadi kami kerumah dia, lalu kami pergi menemui orang yang mengirim Maid itu ke kami. Puas kamu, Liv." tutur Karin terisak.
Olive masih memegangi pipinya yang ditampar Karin tadi, dan yang lainnya hanya bisa terdiam saat Karin berbicara mengeluarkan kekesalannya terhadap ucapan Olive. Fifi menghampiri Karin setelah dia selesai berbicara dan terisak.
"Nyonya." bisik Fifi didekat Karin. Dia mengeluarkan sapu tangannya, Fifi menyeka air matanya Karin.
"Karin ..." Ami, Tania, dan Sonya memanggil Karin dan mencoba mendekatinya saat melihat Karin menangis
"Mau apa kalian." ujar Karin saat melihat mereka mendekatinya.
"Karin ..." Tania mencoba untuk berbicara ke Karin.
"Maaf, kalian tahu namaku, waw keren." ujar Karin sambil bertepuk tangan. "Bukannya kita ini orang asing ya." sambungnya.
"Tapi Karin, kami ..." Ami mencoba untuk berbicara juga dengan Karin tapi ucapannya langsung dipotong dengan Karin.
"Oh iya, kalian kan menyelidiki aku, jadi wajar kalian tahu namaku, keren, kalian seperti detektif." sindir Karin ke mereka berempat. Karin berjalan di kursinya lalu mengambil dan menyandang tasnya. "Bahkan kalian tahu aku itu cewek nakal, cewek nggak benar." sambung Karin dengan memandangi mereka.
"Karin ..." kini giliran Sonya yang mencoba memanggil Karin untuk berbicara dengannya, namun Karin tidak menggubrisnya.
"Fifi, kalau kamu mau tetap duduk disana silahkan, aku tidak melarang kamu, tapi aku tidak akan duduk disini lagi." ujar Karin.
"Tidak, aku akan ikut, jika kamu pindah aku juga." jawab Fifi.
Fifi dn Karin pergi kebelakang kelas, ke kursi yang paling pojok jauh dari tempat duduknya Ami, Tania, Sonya, dan Olive. Mereka berempat tak bisa berkata apa-apa lagi melihat sikap Karin ke mereka.
"Nanda, aku duduk disini, kamu pindah ya, disana ada tiga kursi yang kosong, kamu tinggal pilih mau duduk dimana." ujar Karin ke Nanda, dan dia tanpa banyak bicara pindah seperti yang diinginkan Karin, begitu juga dengan Afni yang duduk disebelahnya Nanda, juga pindah tanpa diminta oleh Fifi.
"Maaf ya." tutur Fifi ke Afni.
"Nggak apa Fi, aku paham kok." tutur Afni sambil tersenyum.
Ami dan Tania mengantar Olive ke UKS untuk mengompres pipinya yang habis ditampar Karin tadi, sedangkan Sonya berusaha berbicara dengan Karin, untuk meminta maaf dengan benar. Belum sempat untuk Sonya berbicara, Karin langsung membuang mukanya ke arah luar jendela, Sonya tahu artinya itu dan dia kembali ke tempat duduknya.
Suara bel terus berbunyi dari waktu ke waktu. Bel masuk, bel istirahat pertama, bel istirahat kedua, bel ganti jam pelajaran dan juga bel pulang. Dari waktu-waktu itu, Karin, tak ada satu kata yang keluar dari bibirnya saat sahabatnya itu mendekatinya dan berbicara dengannya.
°
°