Sean Montgomery Anak tunggal dan pewaris satu-satunya dari pasangan Florence Montgomery dan mendiang James Montgomery yang terpaksa menikahi Ariana atas perintah ayahnya. Tiga tahun membina rumah tangga tidak juga menumbuhkan benih-benih cinta di hati Sean ditambah Florence yang semakin menunjukkan ketidak sukaannya pada Ariana setelah kematian suaminya. Kehadiran sosok Clarissa dalam keluarga Montgomery semakin menguatkan tekat Florence untuk menyingkirkan Ariana yang dianggap tidak setara dan tidak layak menjadi anggota keluarga Montgomery. Bagaimana Ariana akan menemukan dirinya kembali setelah Sean sudah bulat menceraikannya? Di tengah badai itu Ariana menemukan dirinya sedang mengandung, namun bayi dalam kandungannya juga tidak membuat Sean menahannya untuk tidak pergi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saat Itu Akhirnya Tiba
Di dalam mobil hanya mereka berdua bersama sopir. Masih teringat jelas Clarissa ingin ikut bersama namun entah apa dan bagaimana tidak jadi. Padahal Ariana sudah bersiap-siap pulang menggunakan taksi. Ariana fokus pada pemandangan di luar jendela yang basah oleh embun sisa-sisa hujan sore tadi. Sean duduk di sampingnya. Kemejanya masih rapi, tidak ada yang berubah darinya kecuali dasinya yang sudah sedikit dilonggarkan.
“Terima kasih sudah datang malam ini.” Ujar Sean membuka suara pertama kalinya sejak mereka memasuki mobil ini.
Setelah jeda yang cukup lama, Ariana berkata tanpa berpaling, “Sama-sama.” Pemandangan di luar jendela seolah lebih menarik dari pria di sebelahnya.
Sean menoleh sedikit. “Kamu terlihat… baik malam ini.”
Kalau boleh, Ariana ingin tertawa. Kalimat itu terdengar seperti… mmm formalitas. Seharusnya Sean mengatakannya saat pertama kali melihatnya dengan balutan gaun mewah ini atau sebelum mereka tiba di pesta atau paling tidak sebelum Clarissa menyebut nama Sean dengan santai seolah mereka memang ditakdirkan sedekat itu.
Walau begitu Ariana tetap mengangguk kecil. “Terima kasih.”
Ariana sedang belajar menjadi asing, hanya untuknya. Sebab bagi Sean, dirinya memang sudah asing sejak dulu.
Sean menoleh sekilas pada wanita di sampingnya, merasa ada yang tidak biasa. Ariana yang dulu menangis diam-diam di sisi ranjang, Ariana yang memohon untuk sekedar diberi perhatian dan Ariana yang menatapnya berbinar-binar penuh cinta.
Dan ketika mobil akhirnya berhenti di halaman rumah mereka, Ariana membuka pintu pelan dan melangkah turun tanpa berkata apa-apa. Melangkah tanpa menoleh ke belakang. Sean merasa ada yang berbeda, namun pria itu mencoba acuh melangkahkan kaki berlawanan arah dari Ariana.
***
Ariana duduk di ujung sofa kamar mereka, menyelimuti dirinya dengan selimut tipis yang biasa ia pakai saat membaca. Ariana bukan gadis pintar akademik atau anak yang dari kecil sudah berteman dengan bisnis. Ariana banyak menghabiskan waktunya dengan membaca buku di rumah. Ia tidak bisa melakukan hal yang disuka, karna apapun yang ia sukai semua tampak buruk di mata Montgomery. Sean muncul dari balik pintu dengan piama satin mewah miliknya.
Ia berbicara tanpa melihatnya. “Kamu belum tidur?”
“Saya baru saja membaca,” jawab Ariana, berjalan pelan ke ruang kosong di sisi lain ranjang. Hidupnya memang lucu sekali, suami istri mana yang masih menggunakan kata saya setelah tiga tahun menikah.
Sean naik ke atas tempat tidur dan menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang.
Ariana meletakkan buku miliknya di atas nakas lalu duduk di tepi ranjang, dia melepaskan jepitan indah yang menghiasi rambutnya lalu menyisirnya dengan jari-jari. Sudah waktunya untuk tidur, waktu baginya untuk lupa pada dunia yang menyedihkan ini.
Sean menatapnya sebentar, lalu menjulurkan tangan ke arahnya. Seperti seseorang yang meminta sesuatu tanpa bertanya kau mau memberinya atau tidak. Ariana tahu apa yang pria itu inginkan. Mereka berbaring berdampingan bukan karna cinta namun karena ikatan pernikahan yang dipaksakan. Tangan Sean menyentuhnya dengan cara yang ia tahu, Ariana tidak menolak. Apapun yang terjadi ini tetaplah kewajibannya sebagai seorang istri meski ia tahu… dirinya tidak diinginkan untuk sebuah kata cinta. Hanya saat pria itu membutuhkan tubuhnya sebagai pelampiasan kebutuhan seorang pria. ‘Dia hanya memeluk tubuhku, tapi tidak pernah memeluk jiwaku.’-Ariana.
Ariana mengatur irama napasnya yang tidak beraturan. Dulu baginya ini adalah ikatan keintiman suami dan istri yang saling mencintai. Tapi sekarang tidak, tubuhnya hanya pelampiasan nafsu. Tidak ada pelukan setelahnya, tidak ada bisikan kata-kata cinta ataupun ciuman lembut di dahi. Hanya napas yang perlahan kembali teratur dan lampu meja yang masih menyala sampai Ariana bangkit dan mematikannya.
Ketika Sean sudah lelap dengan tidurnya, Ariana tetap terjaga. Ia memandangi langit-langit kamar, lalu memutar tubuhnya menghadap dinding.
Tidak ada lagi air mata, sebagaimana Ariana menghabiskan hari-harinya menangisi Sean selama ini. Pria yang ia pikir pangeran yang akan menjaganya yang seorang diri. Ariana, gadis kecil yang tumbuh sendirian di jalanan tanpa keluarga dan sanak saudara. Kata Florence ia hanyalah sampah yang dipungut oleh suaminya dan didaur ulang menjadi barang bagus. Tapi sekali lagi bagi wanita itu dan putranya sampah tetaplah sampah.
***
Keesokan harinya Sean muncul dari lorong, tanpa jas, hanya mengenakan kemeja putih dengan lengan yang digulung rapi. Ariana melirik pada arloji miliknya, ini terlalu cepat. Hal penting apa yang membuat Sean membuang waktunya untuk pulang lebih cepat ke rumah ini. Pria itu menghadap Ariana seperti seseorang yang hendak memulai rapat penting.
“Ada yang ingin saya bicarakan.” Ucap Sean.
Sean bukan orang yang akan mulai bicara lebih dulu atau izin meminta waktu orang lain kecuali untuk hal penting.
Ariana meluruskan kakinya. “Bicara saja Sean, aku mendengarkan.”
Sean menghela napas panjang sebelum melanjutkan pembicaraan.
“Aku sudah berpikir cukup lama… tentang kita.” katanya dengan tegas.
Ariana diam mulai menangkap sinyal kemana arah pembicaraan ini akan berlabuh.
Sean melanjutkan. “Kita tidak saling menyakiti tapi kita juga tidak benar-benar hidup bersama.”
‘Bohong, kau menyakitiku’
Sean menatapnya Ariana, ingin melihat respon seperti apa yang akan diberikan oleh wanita yang berstatus sebagai istrinya ini.
“Aku tidak pernah bisa mencintaimu bahkan setelah tiga tahun kita menikah.”
‘Benarkah? Sungguh benar-benar tidak bisa ya. Lalu kenapa kau menyentuhku seolah kau membutuhkanku?... bahkan semalam… ah sebegitu tidak berartinyakah…’
Ariana tahu pertanyaan ini pertanyaan bodoh, dan bodohnya ia menanyakan pertanyaan yang sudah ia ketahui jawabannya. Ariana mengejek dirinya sendiri, diceraikan setelah ditiduri tadi malam. ‘Dunia apa yang sedang Tuhan berikan untuk kutinggali.’
“Aku ingin kita berpisah, Ariana. Bercerai secara baik-baik.”
‘Kalau baik-baik tidak mungkin berpisah.’
Jantung Ariana berdetak lebih cepat. Malam ini akhirnya benar-benar datang, kata perpisahan itu akhirnya keluar dari bibir orang yang masih ia cintai, cinta pertamanya, pria pertamanya.
“Ini bukan karena kamu,” kata Sean, nyaris seperti pengakuan. “Dan bukan karena orang lain. Aku hanya… merasa aku bukan orang yang bisa membahagiakanmu.”
‘Huh, bukan karna orang lain? Kau pembohong! Kau menceraikanku setelah bertemu dengan wanita itukan?’
Ariana hanya mampu mengucapkan kalimat-kalimat itu di dalam hati. Ariana tidak menangis tidak juga memberikan reaksi berlebihan. Hanya diam dan mendengarkan Sean kembali berbicara. Ariana ingin menikmati suara itu sebentar lagi.
Ariana menatap Sean dalam-dalam selama mungkin
“Ariana…” Bisik Sean.
“Aku tahu.” Ariana melanjutkan dengan suara tenang, “Aku sudah tahu cukup lama kalau namaku tidak pernah ada di sana.” Nesa memandang dada Sean. “Dan bodohnya aku tetap tinggal… karena aku mencintaimu.”
Sean tidak bicara, pria itu mengetahui cinta Ariana. Di bola matanya tersirat cinta yang begitu besar saat menatap dirinya.
Ariana berdiri pelan lalu menatap Sean sekali lagi, meraup kepuasan untuk menyimpan bayangan wajah pria itu dalam sudut hatinya yang mulai mati.
“Aku menunggu surat perceraiannya segera tiba.”
Wanita itu melangkah ke arah tangga dengan terburu-buru. Ariana sudah mempersiapkan diri sejak lama, namun kenapa… detik ini rasa sakit masih menggerogoti hati kecilnya.
Sean melihat kepergian Ariana tanpa ekspresi.
tp sebelumx buat Sean setengah mati mengejar kembali ariana