Bagaimana jika di hari pernikahan setelah sah menjadi suami istri, kamu ditinggal oleh suamimu ke luar negeri. Dan suamimu berjanji akan kembali hanya untukmu. Tapi ternyata, setelah pulang dari luar negeri, suamimu malah pulang membawa wanita lain.
Hancur sudah pasti, itulah yang dirasakan oleh Luna saat mendapati ternyata suaminya menikah lagi dengan wanita lain di luar negeri.
Apakah Luna akan bertahan dengan pernikahannya? Atau dia akan melepaskan pernikahan yang tidak sehat ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berkas Perceraian.
Luna duduk di kursi kebesarannya sambil memeriksa berkas klien yang akan dia tangani. Saat sedang fokus, dia mendengar pintu ruangannya di ketuk dari luar tanpa mencari tau siapa orangnya Luna langsung mempersilahkan masuk. Terlihat Naura muncul dari balik pintu dengan membawa sesuatu fi tangannya, dia lalu duduk di depan Luna dan meletakkan sebuah map berwarna coklat.
"Ini berkas perceraianmu, Lun, Aku sudah mengurusnya. Kamu tinggal tanda tangan, " kata Naura, suaranya terdengar serius. "Aku sudah memasukkan semua tuntutanmu. Selain perceraian, kamu juga meminta ganti rugi sebesar seratus lima puluh juta atas uang pribadi yang kamu keluarkan selama pernikahan kalian. Aku menyertakan bukti foto tamparanmu itu yang masuk dalam kekerasan dalam rumah tangga,karena itu pengadilan memudahkan prosesnya."
Luna mengangguk, matanya membaca dengan teliti setiap poin di dalam berkas itu. "Semua sudah sesuai dengan yang aku mau, Ra. Terima kasih."
Ia mengambil pena, lalu membubuhkan tanda tangannya di bagian penggugat dengan mantap tanpa pikir panjang.
"Bagus, tinggal Rafi yang tanda tangan. Apa kamu pikir dia akan mudah menandatangani perceraian kalian? " tanya Naura.
"Aku tidak tau, tapi yang pasti aku tidak akan mempertahankan rumah tangga kami. Meski nanti ada mediasi nanti, aku akan menolak mediasi dalam bentuk apapun karena aku tidak mau kembali padanya."
"Aku mengerti. " kalau begitu aku kembali Keruanganku dulu.
" Iya, sekalu lagi terima kasih. Aku akan kembali melanjutkan pekerjaanku," jawab Luna, tersenyum tipis. "Aku punya banyak hal yang harus ku kejar."
Di rumah Rafi, siang itu, bel pintu rumah berbunyi. Bu Endah, yang baru saja selesai memasak, berjalan membukakan pintu. Seorang kurir berdiri di depan, menyerahkan sebuah amplop besar.
"Berkas untuk Bapak Rafi," kata kurir itu.
Melihat nama pengirim yang tertera di amplop "Pengadilan Agama. " Bu Endah terkejut. "Surat apa ini?" gumamnya, tangannya gemetar.
Ia segera menghubungi Rafi dan memberitahunya tentang surat yang baru dia terima.
"Rafi, ada surat datang. Dari pengadilan agama, Nak. Surat gugatan cerai."
Suara Bu Endah terdengar panik. Rafi yang sedang berada di kantor dan bersiap untuk rapat dengan CEO, merasa jantungnya berdebar kencang. Firasatnya mengatakan hal buruk akan terjadi. Luna ternyata tidak main-main dengan ucapannya beberapa hari lalu.
"Apa itu benar, bu?" tanya Rafi ikut panik.
"Iya, apakah ini surat gugatan cerai dari Luna? Bagaimana bisa dia melakukan ini. Usia pernikahan kalian barus seumur jagung, bagaimana nanti kalau orang-orang tau. " Keluh bu Endah
"Sudahlah bu, biar nanti aku lihat. Sekarang aku ada rapat. "
Rafi langsung menutup panggilan telponnya. Mendengar kabar itu, Rafi lemas. Ia terduduk di kursinya, seolah semua tenaga di tubuhnya lenyap. Pikirannya kosong. Ia tidak menyangka Luna akan benar-benar melakukannya. Tapi suara ketukan pintu membuyarkan pikirannya, Saras masuk dan mengajaknya pergi ke ruang rapat. Dia tidak boleh ketinggalan rapat hari ini karena ini menyangkut kedatangan CEO baru di perusahaan mereka.
Saat rapat dimulai, Rafi terlihat tidak fokus dengan pengarahan asisten CEO. Dia terlihat melamun, wajahnya pucat. CEO yang memperhatikannya berulang kali dan akhirnya menegur.
"Rafi, apa kamu baik-baik saja? Kenapa tidak fokus? Apa kamu tidak menganggap rapat ini penting." tanya CEO dengan nada tegas.
"Maaf, Pak. " jawab Rafi, berusaha menutupi kekacauannya.
"Jika ada masalah, pribadi atau masalah keluarga selesaikan di rumah. Jangan mencampur adukkan masalahmu di tempat kerja. "
Ucapan Reza CEO nya itu terdengar sangat tegas. Dan itu berlaku untuk semua karyawannya. Karena tatapan Reza tidak hanya fokus kepada Rafi gapi mengedar ke seluruh peserta rapat.
"Rapat hari ini selesai. Persiapkan diri kalian dengan penyambutan CEO baru yang akan menggantikan ku minggu depan. " kata Reza dan langsung meninggalkan ruang rapat bersama asistennya.
Saras yang duduk di sebelah Rafi, menyadari ada yang tidak beres. Setelah rapat selesai, ia segera menghampiri suaminya itu.
"Ada apa, Mas? Tadi kamu tidak fokus saat rapat," tanyanya, suaranya terdengar cemas.
Rafi menghela napas. "Ibu menerima surat gugatan cerai dari pengadilan agama. Sepertinya Luna tidak main-main dengan kata-katanya.
Saras, alih-alih bersimpati, justru tersenyum puas. Ia tahu, ini adalah kesempatan emas baginya untuk menjadi istri Rafi satu-satunya, tanpa ada bayang-bayang Luna.
"Mungkin Luna sudah tidak mencintaimu lagi, Mas," kata Saras, mencoba mengompori Rafi. "Dia pasti tidak mau mengurus Ibu dan rumahmu, dan dia cemburu karena kamu menikah lagi denganku. Karena itu dia minta cerai."
Mendengar ocehan Saras, bukannya introspeksi diri, Rafi justru membenarkan semua ucapan itu. Ia merasa apa yang dikatakan Saras ada benarnya. Mungkin memang Luna sudah tidak mencintainya lagi.
"Tenang saja, sekarang kamu punga aku. Aku akan menjadi istri yang baik untukmu, Mas," janji Saras. "Aku akan menggantikan Luna. Kamu tidak perlu khawatir."
Kata-kata Saras menenangkan hati Rafi. Ia merasa kembali mendapatkan kepercayaan dirinya. "Kamu benar, Sayang. Aku akan tandatangani berkas perceraian itu saat aku pulang nanti," ucap Rafi, yakin dengan keputusannya.
Dan Benar saja, saat sampai di rumah, Rafi langsung mengambil berkas perceraian itu. Tanpa membaca isi gugatannya, tanpa memikirkan kembali, ia langsung membubuhkan tanda tangannya. Ia terlalu terburu-buru, terlalu ingin mengakhiri pernikahan yang ia anggap sudah mati apalagi setelah mendengar bisikan dari Saras.
Setelah menandatangani berkas itu, dia menutup berkas itu, namun kertas dilampiran kedua terjatuh dan Rafi mengambilnya karena penasaran. Matanya membelalak saat membaca isi gugatan perceraian itu.
Luna tidak meminta sepeser pun harta Rafi. Tuntutannya hanya satu, agar keluarga itu mengembalikan semua uang yang ia keluarkan untuk keluarga ini selama menjadi istri. Totalnya, seratus lima puluh juta rupiah.
"Seratus lima puluh juta!" gumam Rafi, wajahnya pucat pasi. Ia tidak pernah menyangka jumlahnya akan sebesar itu. Ia menatap Bu Endah, yang juga terlihat terkejut setelah membaca isi berkas itu.
"Seratus lima puluh juta?" Bu Endah berteriak histeris, tangannya memegangi dadanya. "Dia mau membunuhku! Dari mana kita dapat uang sebanyak itu?!"
Nyeri di dadanya semakin menjadi-jadi. Ia hampir terkena serangan jantung, jika saja Saras tidak mengingatkan.
"Hey Bu! Tenanglah! Disaat seperti ini Kalau kumat lagi, tidak akan ada yang membelikan Ibu obat," kata Saras, suaranya terdengar dingin.
Mendengar itu, Bu Endah terdiam, mengingat harga obatnya yang sangat mahal. Ia menatap Rafi dengan mata penuh penyesalan.
"Rafi... kita salah... kita sudah salah dengan Luna..."
"Tapi... sudah terlambat, Bu," ucap Rafi, suaranya bergetar. "Aku sudah tandatangani berkas perceraian ini..."
Penyesalan itu datang terlambat. Mereka telah menandatangani berkas itu, yang berarti Rafi setuju untuk bercerai dan memenuhi tuntutan Luna. Mereka telah kehilangan Luna, dan kini, mereka harus membayar mahal atas semua perbuatan mereka.