"People come and go, but someone who is compatible and soul mates with you will stay"
Dengan atau tanpa persetujuanmu, waktu akan terus berjalan, sakit atau tidak, ayo selamatkan dirimu sendiri. Meski bukan Tania yang itu, aku harap menemukan Tania yang lain ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon timio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Manis Amat Kronologinya
Tania melangkahkan kakinya ke gedung Holy Accessories, tatapannya datar, sama sekali bukan Tania yang biasa dikenal temen sekerjanya jika sudah ke kantor. Karena Tania yang mereka kenal se berat apapun pekerjaannya, atau semenumpuk apapun tugasnya, ia akan ceria jika sudah berkumpul dengan semua teamnya.
Khael dan yang lainnya sudah saling kode sejak tadi. Tania hari ini sungguh aneh, sangat aneh. Saling melotot satu sama lain, saling dorong melalui tatapan untuk mengajak Tania bicara dan mencari tahu.
Khael selaku satu-satunya jantan di tim itu pun mengalah, bagaimana pun juga ia lah yang paling dekat dengan Tania.
"Tan, ngopi yuk."
"Ogah ah, lagi ga mood gua."
"Lu kenapa? Ada masalah?".
"Ngga, gua sariawan aja. Jangan ajak gua ngomong deh." kesal Tania masih fokus dengan komputernya.
"Ikut gua."
Sapp... Khael langsung menarik tangan Tania, pria itu benar-benar penasaran dan tidak sabar melihat Tania seperti ini.
"Kel, lu kenapa sih? Sakit anjir...", kesal Tania karena Khael terus menariknya paksa, hingga mereka berdua berakhir di roof top Holy.
"Tinggal kita berdua, sekarang bilang lu kenapa? Gua ngga nyaman ngeliat kelakuan lu yang ngga kayak biasanya. Seengganya lu kasih alesan supaya gua bisa memaklumi. Ada gua Tan..."
Tania menatap Khael yang dengan jelas dilihat pria itu bahwa air bening sudah bersiap tumpah dari pelupuk mata gadis itu.
"Hiks .... Hiks...", pecahlah sudah yang ditahannya sejak tadi, dengan terbata ia menceritakan yang terjadi dari awal hingga akhirnya sampai tidak tersisa setitik pun.
Meskipun ia pria yang tidak sepenuhnya yang tidak bisa dibilang hijau, Khael tidak akan memulai hubungan yang baru sebelum menyelesaikan yang terdahulu, dan ia cukup geram dengan Joon Young kali. Kenapa dulu pria itu terlihat effort sekali di awal jika ujung-ujungnya malah begini.
"Gua salah apa sih, Kel. Gua ngga pernah bertingkah aneh-aneh, gua selalu seadanya tapi kenapa gua tulus malah dijahati kayak gini." Tania masih menangis kali ini di pelukan Khael.
"Lu ngga salah, cowonya aja yang setan. Jangan nangis lagi lu, rugi banget air mata lu demu cowo kayak begitu. Udah Tan, stop, muka lu spek penyihir begitu, malah nangis, bacok aja anjir, ngapain lu tangisin." kompor Khael.
"Gua sayang dia huaaa....", tangis Tania lagi.
Khael hanya menghela napasnya, bahkan ketika kehilangan Bryan seingatnya Tania tidak seperti ini, kenapa Tania sekarang malah begini.
"Kel, biarin gua sebentar aja sedih kayak gini, sebentar aja Kel. Hari ini aja maksud gua. Besok, gua pastiin lu bakal ngeliat gua kayak biasa."
"Janji lu ya...", ancam Khael.
"Iya. Hiks....", Tania melanjutkan tangisnya.
Khael hanya memutar bola matanya malas, ya sudah mau apa lagi. Biarkan saja lah gadis yang menjadi sahabatnya ini menggila, dan membengkakkan matanya hari ini, setidaknya besok ia berjanji akan baik-baik saja. pria tampan tinggi besar berwajah bayi itu dengan setia menunggunya di roof top kantor mereka, hingga tangisan Tania benar-benar hilang, dan Khael juga diminta Tania untuk tidak menanyakan apapun pada Joon Young.
skip
Hari itu berlalu, malam pun datang dan jam lembur berakhir. Tidak berbelok kemana-mana lagi, Tania langsung pulang ke apartemen studionya, berharap Joon Young sudah tidak disana lagi.
"Huuh...", leganya. Semua tempat di sana kosong, Tania segera mencepol rambutnya tinggi dan ia beraksi. Ie melepas bed cover, sarung bantal, dan semua yang ada di tempat tidurnya, lalu memasukkannya sedikit demi sedikit ke dalam mesin cuci.
Agar bau Joon Young benar-benar hilang sepenuhnya dari sana, bahkan ia mengganti pewangi ruangannya, dan beberapa posisi furnitur disana.
"Akh....", pekik Tania.
Tok.... tok tok..
"Tania...."
"Tan..."
"Buka pintunya, Tan..."
"Tania...."
Ketukan di pintu dan suara semakin heboh berasal dari luar. Suara laki-laki dan perempuan bergantian memanggilnya, diikuti gedor pintu yang semakin brutal.
Klek...
"Aohh....", ringis Tania memperhatikan jarinya yang sempat terjepit ketika menggeser lemari.
"Mba Jessie? Sony?!", kagetnya melotot.
"Kamu ngaduh kenapa?!", panik Jessie.
"Ini, aku lagi beres-beres, udah lama ngga bersihin juga, tangan aku kejepit, hehe, dan lu? Kok bisa-bisanya lu bareng kakak gua, ada apa lu?", sergah Tania melototi Sony, yang membuat Jessie mengulum senyumnya.
"Ngga sengaja kali Tan, gua tadi ke cafenya mba ini... terus..."
"Alesan aja, kita pacaran belum lama ini." frontal Jessie tanpa rasa bersalah sedikit pun, dan menunjukkan deretan gigi imutnya.
"Hehehe... mmm hehe.. mmm iya...", Sony salting sendiri.
Lama Tania bungkam, ia benar-benar tidak habis pikir apa yang terjadi.
"Aohhh.... Son, ini otak gua lagi susah banget loadingnya, dan gua ngga mau berbelit-belit, seandainya lu jahat sama mba Jessie, lu tahu kan lu bakal mati ditangan siapa?", ancam Tania.
"Iya tahu gua, lu bakal bunuh gua."
"Pinter lu tahu itu. Jadi, awas aja ya kalo lu jahatin dia atau main-main sama dia, habis lu. Bukan cuma sama gua, tapi sama mama gua juga. Oh satu lagi, gua ngga bakal nyiram just alpukat, tapi asam sulfat, awas lu." ancam Tania berapi-api.
"Babe, temen kamu serem amat.",lirih Sony.
"Gua bukan temennya, gua adeknya, adek bontotnya, paham kan lu."
"Iya-iya paham."
"Nah, sebagai ramah tamah kakak ipar yang baik, geserin kasur sama lemari gua kesana dong, gua ngga kuat, tangan gua kejepit tadi." Tania cengengesan.
Jessie sudah lebih dulu terbahak-bahak melihat interaksi konyol dua orang ini. Ia juga tidak menyangka akan menjadi pacar Sony, karena selama ini diam-diam secara konsisten pria itu mengunjungi Cafe Jessie, setelah beberapa kali berkunjung dan nongkrong sendirian disana, dirasa Jessie sudah tanda akan wajahnya, ia pun memberanikan diri untuk mengajak Jessie berkenalan.
Setelah berkenalan dengan benar, kunjungan beberapa kedepannya Sony manfaatkan untuk berbincang lebih lama dengan Jessie, begitu seterusnya hingga mereka bertukar nomor ponsel dan rutin bertukar pesan. Sony berusaha membuat kemajuan setiap interaksi mereka, karena semakin Sony mengenal gadis yang tumbuh dengan banyak luka ini, semakin ia penasaran, dan semakin besar rasa ingin melindungi terhadap Jessie.
Dan inilah mereka sekarang, setelah enam bulan pendekatan, Sony secara resmi mengajaknya berpacaran dengan benar. Jangan kira ada rasa terharu disana, tidak ada ekpresi berbunga-bunga di wajah Jessie.
"Kok lu lama banget anjir nembak gua, gua udah nunggu berbulan-bulan loh." kesal Jessie, dan jelas Sony speechless.
Lalu pria bermata sipit itu mendekat, dan merangkul pinggang ramping Jessie, agar menempel padanya.
"Bukannya aku mau ngulur waktu, tapi kamu terlalu berharga untuk didapetin gitu aja, aku mau ajak kamu pacaran yang serius, aku butuh waktu buat yakinin hati aku. Aku ngga mau main-main sama kamu. Aku ngga mau manggil kamu mba Jessie lagi meskipun kamu lebih tua setahun dari aku. Setidaknya aku ngerasa pantas buat manggil kamu, Sayang, Babe, Princess, atau panggilan lain yang membuat kamu berbeda dari teman perempuan yang aku punya.
Jadi ... Jessica, mau pacaran serius sama aku kan?", tanya Sony.
Jangan tanya ekspresi Jessie, air mata dan ingusnya sudah bercampur jadi satu. Ia terisak, terharu, meski awalnya ia kesal karena menurutnya gerak Sony amat lambat. Tapi setelah mendengar penjelasan yang manis itu, ia tumbang sendiri.
"Manis amat ya kronologinya, ngga cocok loh sama muka lu yang spek kriminal itu." ejek Tania.
Sejenak ia lupa akan sakit hatinya melihat interaksi manis wanita cantik yang ia klaim sebagai kakaknya itu dan seorang pria cipit tampan, sahabat mantan kekasihnya yang kini juga sudah menjadi sahabatnya.
.
.
.
Tbc ... 💜