Jingga lelah dengan kehidupan rumah tangganya, apalagi sejak mantan dari suaminya kembali.
Ia memilih untuk tidak berjuang dan berusaha mencari kebahagiaannya sendiri. dan kehadiran seorang Pria sederhana semakin membulatkan tekadnya, jika bahagianya mungkin bukan lagi pada sang suami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deodoran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Koa dan Jingga flashback
ada penyanyi ibu kota dilapangan Kota, pengumumannya sudah menggema diberbagai penjuru daerah, selain penyanyi , kabarnya juga diadakan bazar yang pastinya akan sangat ramai . Koa berencana mengajal keluarga kecilnya untuk ikut meramaikan di pusat kabupaten Kota yang mereka tinggali.
"Dek.....jaketnya...."Jingga terlihat begitu rempong menyiapkan dua anaknya. Karena mereka akan pergi dengan memggunakan motor matic Koa yang meski masih layak namun sudah cukup tua.
Senja yang hampir berusia lima tahun duduk didepan lengkap dengan Jaket tebal, topi ,dan masker sensi yang menutupi sebagian wajahnya.
Sedangkan si kecil Embun duduk diapit Koa dan Jingga dibelakang.
Koa bisa melihat binaran bahagia yang terpancar melalui sorot mata sang istri pada spion motornya. Wanita itu nampak sangat antusias untuk melihat penyanyi Ibukota beraksi. Padahal saat di Jakarta Jingga kerap kali diajak nonton konser dengan kursi VIP oleh sang ayah, tak jarang juga ia bertemu langsung dengan artis papan atas yang kadang menjadi Brand Ambasador perusahaan suaminya, tapi semua terasa biasa saja. Sangat berbeda dengan kali ini padahal mereka akan menempuh perjalanan selama dua jam dengan medan yang cukup ekstrem karena jalan disulawesi terkenal dengan Jurang yang selalu ada disisi jalan.
"Udah hapal lagu lagunya?" Koa setengah berteriak kepada sang istri yang duduk dibalik punggungnya.
"Hapal donk....digeboy...geboy mujaer nang ning nung nang ning nung.." Jingga begitu percaya diri.
"Salah sayang......lagunya tuh gini emang lagi manja lagi pengen dimanja...pengen berduaan dengan Jingga seorang..." Koa sedikit memplesetkan lagu yang lagi viral tersebut.
"Loh...bukan ya? Salah ya?...coba nyanyi lagi ayah....kayaknya bagus tuh lagunya..."Jingga sangat senang karena Koa merubah beberapa lirik menjadi namanya. Sehingga lagu itu terkesan memang diperuntukkan untuknya.
"Jingga memang cantik...cantik cantik ini hanya untuk si Koa...emang lagi manja Jingga manja sekali....Manja manja manja hanya boleh manja sama Koa...."Suara Koa yang nyaring terdengar tak karuan melantunkan lagu yang mungkin bisa dikatakan liriknya ia rangkai sendiri. Angin yang berhembus kencang membuat suara Koa membahana disetiap jalan yang mereka lalui sehingga beberapa orang menoleh dan menertawakan mereka.
Jingga tak bisa menahan tawanya melihat reaksi orang orang yang menatap mereka aneh. Dan Koa nampak bahagia melihat tawa renyah sang istri.
Begitu receh dan konyol namun mampu membahagiakan seorang Jingga Marina.
Nyatanya bukan Konser dangdut yang sebenarnya membuat Jingga dan anak anak begitu antusias. Karena pada kenyataannya mereka malah menjauhi kerumunan orang orang yang sedang berjoget ria dan malah melipir kebeberapa stand jajanan yang banyak terdapat disana.
Pentol, siomay, pisang goreng keju sudah mereka coba. Kini Koa dan keluarganya berada disebuah stand yang menyediakan makanan khas daerah tersebut.
Selesai berburu kuliner Koa dan Jingga yang masing masing menggendong satu anak masuk kedalam stand yang menjual kain tenun mahal.
Namun saat hendak bertanya harga penjaga Stand malah menjelaskan dengan ogah ogahan dan kelihatan begitu jengah dengan penampilan Jingga .itu semua dilihat Oleh Koa sehingga ia mengajak Jingga keluar dari sana.
Koa mengamati pakaian murah yang dikenakan Jingga, sebuah celana kulot berbahan Crincle dipadukan kaos over size yang dibeli ditoko serba tiga puluh lima ribu.
"Maaf..." Ujar Koa tiba tiba.
Jingga menghentikan langkahnya dan menoleh, menatap wajah sendu sang suami.
"Kenapa?" alis Jingga berkerut heran. Mengapa Koa tiba tiba meminta maaf?
"Mungkin karena penampilan kamu seperti ini jadi penjaga tadi terlihat agak malas meladeni kita." Sesal Koa," Maaf karena belum bisa memberikan pakaian yang mahal."
Jingga terenyuh dengan perkataan Koa. Sering sekali suaminya itu mengungkit hal seperti ini. Jika dulu ia akan kesal maka tidak dengan kali ini.
Cup....sebuah kecupan mendarat sempurna dipipi Koa. Jingga tak peduli dengan tatapan ditengah keramaian yang melihat ke alayan mereka.
"Bagiku Pakaian ini jauh lebih indah dan berharga dari Kain mahal yang berharga jutaan tadi. Akupun hanya iseng bertanya tak ada niat membelinya.
Percayalah...aku pernah memakai pakaian dan tas berharga puluhan juta namun tak bisa membuatku bahagia. Tapi saat memakai pakaian darimu aku merasa menjadi wanita paling bahagia didunia."
Flashback off
.
.
.
Jingga berdiri diatas bebatuan di bibir pantai, dress putih lengan panjang sebatas lutut yang ia kenakan ikut bergoyang karena terpaan angin Laut. Tatapan nya begitu teduh meski ia tetap selalu tersenyum.
Jingga menatap ujung dressnya yang bergerak, kini ia kembali memakai pakaian mahal itu lagi namun sama sekali tak ada kebahagiaan yang terasa, semua yang ada disekitarnya hanya rasa hampa dan kekosongan.
"Kakkk...." Seorang Pria muda mendekati Jingga. Tampilannya mengingatkan wanita itu pada Koa di masa lalu.
Ransel hitam berisi alat lukis dengan beberapa kanvas berukuran folio yang terselip diantara pinggang dan lengannya, Dan jangan lupakan topi base ball yang serupa dengan milik Koa dulu.
Apakah pola pikir seorang seniman memang terkadang sama? Bahkan Cara berpakaiannya juga! Pikir Jingga kadang kadang.
"Banyak yang ingin dilukis hari ini?" Tanya Jingga menghampiri Anton Sang pelukis jalanan yang masih SMA, pria muda itu adalah salah satu pelukis yang banyak mendapat bantuan dari Koa Galery. Beberapa lukisannya juga terpajang dan dijual disana.
Digalery Jingga memang memiliki tim yang memantau pelukis Jalanan berbakat yang kurang mampu. Ia membantu menyediakan alat lukis secara gratis.
"Lumayan kak...." Anton mengeluarkan uang biru sebanyak tiga lembar dari saku celana jogernya, "Seratus lima puluh, ada tiga orang tadi." Jelas Anton yang sudah setahun mangkal dipantai ini.
Sebuah pantai yang menjadi saksi bisu pertemuan Jingga dan Koa.
"Ah...syukurlah, semoga besok lebih banyak lagi...." Jingga tersenyum lembut." Ah iya....kamu sudah mengajukan berkas pada Natasya? Pendaftaran kampus akan segera dimulai."
"Sudah kak! Doakan semoga saya bisa diterima di IKJ ya kak." Jawab Anton semangat. Berkat beasiswa yang akan diberikan Koa Galery, kini kuliah di Fakultas Seni bukan lagi sekedar angan angan bagi seorang Anton yang berasal dari kalangan bawah.
"Amin....." Jingga menepuk bahu Anton. Ia bahagia karena bisa membantu orang orang yang seprofesi dengan Koa.
Tak jauh dari tempat Jingga dan Anton ada seorang pria dewasa yang mengamati keduanya begitu lekat.
Pria itu adalah Danish yang tersenyum melihat Jingga juga banyak tersenyum pada Anton.
Mungkin memang sudah takdirnya Ia melihat Jingga ditempat ini, karena saat melewati jalan menuju rumah lama mereka Danish tiba tiba teringat pantai ini. Sebuah tempat yang penuh kenangan Jingga dan Koa.
Danish tidak menghampiri Jingga, karena mengingat kedatangannya terakhir kali Dirumah sang mantan istri mendapat penolakan bertemu. Alhasil Danish hanya menemui anak anak.
Mobil Danish terus mengikuti kemana Taxi membawa Jingga, hingga mereka tiba disebuah pinggiran kota. Danish tak sadar ia sudah berkendara lebih dari satu jam menyusuri Jalan ramai hingga yang lumayan sepi.
Jingga memutuskan untuk berjalan kaki menyusuri lorong yang kini sudah diaspal.
Rumah rumah disini masih berjarak satu dengan yang lainnya. Masih sama seperti tujuh tahun yang lalu kala ia datang bersama Koa dengan motor Maticnya.
Sepanjang jalan entah sudah berapa kali Jingga menghirup nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan seakan menikmati setiap bau kenangannya bersama Koa yang masih tersisa ditempat ini.
Seperti biasa Jingga mampir ke surau kecil di tempat itu. melaksanakan kewajibannya dan memohon kepada Tuhannya agar ia kembali dipertemukan dengan Koa. Meski dalam wujud sebuah imajinasi.
Saat keluar dari Surau Jingga melirik jam tangan digital yang melingkar dipergelangan tangan kirinya, sudah menunjukkan pukul empat sore, itu artinya ia punya banyak waktu hingga waktu Senja tiba. Jingga berjalan lagi sekitar lima belas menit sampai akhirnya tiba disebuah pantai yang letaknya masih tersembunyi seperti biasanya. Tempat itu tidak terlalu bersih karena banyak sampah dan kayu kayu hanyut ditepiannya tapi meski begitu Jingga tetap menyukainya. Karena tempat ini menyimpan begitu banyak kenangan.
Jingga menyimpan sendalnya lalu berjalan pelan menyusuri bibir Pantai sambil sesekali bermain ombak kecil yang terhempas pelan.
"Mau menggandeng tanganku?" Jingga berbicara sendiri seraya mengulurkan tangannya kesamping, meski ia tahu tak ada siapapun yang akan menggapainya.
"Apa yang kau lakukan akhir akhir ini hemmmm? Beberapa lukisanmu yang belum selesai masih kusimpan didalam lemari.....aku selalu menunggumu kembali untuk menyelesaikannya....kemarin kata Natasya ia menjual lukisan sungai terpendek didunia...kau ingat kan saat aku menegur dan marah kepadamu....'Kenapa melukis sungai itu terus?' katamu tidak semua orang bisa kesini, suatu saat jika kembali ke Jakarta kau ingin membagi lukisan itu pada teman temanmu....tapi lihatlah aku malah menjualnya, tapi tenang saja satu lukisan kukirim pada Arkananta. Kata Istrinya lukisanmu lebih indah dari Lukisan Arka.....Hah....." Jingga menghela nafas panjang diujung ceritanya.
"Apa aku terlalu cerewet...." Wanita 31 tahun itu tersenyum getir, ia menarik kembali tangannya dan berjalan menuju dipan yang sudah ada disana sejak tujuh tahun yang lalu.
"Ah.....Senja masih begitu jauh...." gumam Jingga seorang diri.
semoga ada karya baru yg seindahhh ini... aamiin
semua karya author yg pernah aku baca keren semua... 👍👍👍
(sedih banyak penulis yang keren yang gak lanjut disini)