Chan Khotthot naa ... dilarang boom like.
Kenzie, seorang wanita berusia 27 tahun, sering mendapat olokan perawan tua. 'Jika aku tidak dapat menemukan lelaki kaya, maka aku akan menjadi jomblo hingga mendapatkan kriteriaku' Itulah yang dikatakannya. Namun, ibunya tidak tahan ketika para tetangga menghina anaknya yang tidak laku. Akhirnya memutuskan untuk membuat perjodohan dengan sahabat lamanya! Akankah Kenzie bersedia ataukah menolak perjodohan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ShiZi_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akhirnya terbongkar (34)
Di dalam mobil. Tak ada percakapan sama sekali, apa lagi Kenzie karena ada banyak yang tidak diketahui. Mungkin saat ini terbongkarnya rahasia pemilik perusahaan, entah besok-besok mungkin masih ada lagi selain itu.
"Dev, bawa kita ke jalan mawar blok V." Ardi pun sempat memerintahkan Deva untuk membawa keduanya sesuai instruksi dan setelah itu, kembali menyandarkan kepalanya untuk mencoba memejamkan mata sejenak.
"Tunggu, bukankah itu perumahan elit, kenapa Ray meminta Deva untuk ke sana." Namun, ucapan itu hanya bisa dipendam. Bohong jika Kenzie tidak kesal karena merasa sudah dibohongi.
"Ar, apa rencanamu untuk membuat keluarga Surya jera?" tanya Deva, karena ia juga tak tahan jika mereka semena-mena pada orang.
"Rencana apa? Aku hanya ingin hidup bahagia, melupakan yang harus dilupakan karena itu jauh lebih baik." Jawab Ardi tanpa berkata-kata lain lagi dengan mata terpejam.
"Kapan kamu bisa menjadi orang jahat sebentar saja, aku muak karena kamu seperti orang bodoh yang mana selalu diam!"
Dari awal Kenzie memilih diam, tiba-tiba saja angkat bicara. Bahkan ia semakin tidak tahan karena Ardi terlalu menjadi orang baik. Hingga semua orang memanfaatkan kebaikannya.
"Jika aku menjadi jahat, lalu apa bedanya dengan dia."
Mendengar ucapan itu, seketika Kenzie kembali diam. Bahkan ia sendiri tidak mengerti dengan jalan pikiran Ardi.
Sejenak Deva menoleh ke belakang karena semenjak di perjamuan tadi. Wajah Kenzie terlihat kecewa dan tak terlihat senang. Namun, tanpa mereka sadari dari arah berlawanan sebuah Tronton melaju dengan kecepatan tinggi.
"Jangan menatapku seperti itu, karena kalian berdua harus menerima sidang dariku." Kata Kenzie dengan wajah datarnya.
"Zie, apa kamu masih marah soal suamimu itu?" tanya Deva tanpa memiliki dosa sedikitpun.
"Tentu, memang ada ya seorang mekanik dengan gaji sebulan lebih dari 15 juta. Aku rasa itu tak masuk akan," balas Kenzie.
"Kalau kalian bertengkar jangan menyeret—,"
“Deva ... awas!"
Sejenak Ardi mengubah posisinya karena kurang nyaman, tetapi siapa sangka. Hal tak terduga dialaminya bersama dua orang lainnya.
Suara ban terdengar mengerikan. Mobil yang dikendarai oleng dan mengeluarkan asap tebal karena berusaha mengerem dan membanting setir agar selamat.
Benar, untuk yang kedua kalinya Tronton dengan laju kecepatan di atas rata-rata dan dengan sengaja menyalakan lampu Dim, hingga membuat penglihatan Deva menjadi tidak nyaman.
Suara tarikan napas beberapa kali saling bersahutan. Meski pelipis Ardi berdarah, tetapi orang yang dikhawatirkan justru Kenzie.
"Zie, apa kamu tidak apa-apa?" tanya Ardi karena terlihat jika Kenzie kesakitan.
"Tidak, aku tidak apa-apa. Justru kamulah yang perlu di khawatirkan," timpal Kenzie dengan wajah terlihat begitu syok akan kejadian yang baru saja mereka alami.
"Kamu tenang saja, aku laki-laki dan seharusnya bisa lebih kuat." Jawab Ardi.
Setelah melihat keadaan Kenzie lantas Ardi pun mengeluarkannya dan menggendongnya. "Dev, segera minta seseorang untuk datang." Ardi pun meminta Deva menghubungi seseorang, karena mobil yang mereka tumpangi sudah tak bisa dikemudikan. Kondisinya rusak parah, bersyukur ketiganya masih diberi umur oleh Tuhan.
"Kalau begitu sedikit menjauhlah karena bisa jadi mobil ini akan meledak," ucap Deva dengan tubuh sempoyongan dan menerima beberapa luka di tubuhnya juga.
Tidak ingin menyimpulkan akan kecelakaan ini, karena sekarang mereka butuh untuk mengobati luka masing-masing.
Sedangkan di lain tempat.
("Bagaimana pekerjaan yang sudah aku perintahkan?") tanya pak Surya dengan suara pelan-pelan karena tak jauh dari tempatnya berdiri ada bu Lidya.
("Tidak berhasil, tetapi Anda sedikit bisa bernapas lega karena biarpun begitu mereka tak bisa menghindar dari orang yang aku sewa.") Jawab seseorang dari balik telepon.
("Bukankah kamu gagal dalam pekerjaan itu? Kenapa bisa seyakin untuk memastikan mereka tak bisa menghindar,") ujar pak Surya dengan wajah dan hati dongkolnya karena semua anak buahnya tidak becus.
("Aku akan mengirimnya pada Anda.") Kata anak buah pak Surya lagi dan telepon pun segera dimatikan.
Setelah menerima telepon, pak Surya pun mendapat pesan masuk. Meski gagal, tetapi hal itu sedikit membuatnya sedikit tenang.
"Lidya, aku memperingatkanmu lagi. Berhenti ikut campur akan masalah antara aku dengan si tuli itu," ucap pak Surya yang kembali melampiaskan kemarahannya lagi kepada istrinya.
"Kamu terlalu kejam sebagai ayahnya—,"
"Aku bukan ayahnya! Semenjak dia membunuh istriku dan saat itu juga tak ada ikatan antara aku dengan dia …" bentak pak Surya dengan jelas sudah tak menganggapnya Ardi anaknya.
“Lagi pula, aku juga menikahimu hanya karena istriku. Jadi, tak ada hak untuk ikut campur.” Lagi … Pak Surya semakin menjadi dan akhirnya semua yang tertahan di hatinya dikeluarkan.
"Aku tahu, selama ini kamu tidak pernah mencintaiku, Mas. Di sisa hidupmu hanya ada Syarmila dan menikahiku karena sebuah wasiat." Dengan berderai air mata, bu Lidya akhirnya bisa mengatakan apa yang sudah ditahan selama bertahun-tahun.
"Benar, aku tak pernah mencintaimu. Bagiku hanya ada satu wanita yang selama ini berada di hatiku walau dia sudah tak ada di dunia ini sekalipun!"
Bu Lidya menatap dalam ke arah sang suami. Tak pernah menyalahkan lelaki seperti pak Surya juga. Kesalahan terbesarnya adalah, menuruti wasiat yang tertulis di kertas sebelum sahabatnya meninggal, hingga menyisakan sebuah penyesalan bertubi-tubi.
Terdengar helaan napas begitu berat, mengusap air matanya yang jatuh dari pelupuk.
"Mari kita bercerai, karena dengan begini kita berdua tak akan tersiksa." Akhirnya kalimat tersebut lolos di bibir bu Lidya, karena sudah cukup lelah untuk bertahan dengan orang yang tak pernah mencintainya.
"Baiklah, lagi pula aku sudah lama menunggumu meminta cerai. Satu lagi, jangan memaksa Delon untuk ikut denganmu karena aku juga papanya." Setelah menyetujui permintaan bu Lidya, pak Surya pun pergi begitu saja tanpa memiliki rasa bersalah.
Di rumah milik Ardi, ketika mereka baru saja sampai. Terlihat wajah pucat dari Ardi, tetapi masih berusaha tetap baik-baik saja hingga Kenzie memeriksa kening sang suami. Terlebih batuk yang tak kunjung berhenti.
"Ray, kenapa panas sekali. Batuk kamu juga tak kunjung berhenti," ujar Kenzie seraya mengecek suhu tubuh Ardi.
"Ini hanya batuk biasa, kamu tenanglah. Lagi pula sewaktu kecelakaan tadi dadaku sempat terbentur oleh dasbor, jadi tak ada yang perlu dikhawatirkan." Jawab Ardi dengan suara lemahnya.
"Kamu istirahatlah dulu, aku akan mengobati luka Deva!" ucap Kenzie setelah berhasil mengobati luka di pelipis Ardi.
"Segera obati karena jika terlambat bisa infeksi." Jawab Ardi dengan seulas senyum, menatap langkah Kenzie dengan wajah sendunya.
"Meski awalnya kita dipertemukan dengan pertengkaran, tapi akhirnya kita berdua berdamai." Isi hati Ardi, menatap beberapa kali sang istri yang sedang mengobati Deva.
"Kelak, pada akhirnya aku juga akan tergantikan." Masih dengan posisi yang sama. Hingga beberapa menit berlalu dan Kenzie sengaja menepuk bahunya karena sedari tadi melamun, mengabaikan istrinya beberapa kali.
Batuk tak kunjung berhenti, membuat Ardi memutuskan untuk pergi ke kamar mandi dengan langkah tergesa-gesa, bahkan ketika Kenzie memanggil ia pun hanya mengangkat tangannya jika dirinya masih baik-baik saja.
Kenapa ini? Seperti ada yang disembunyikan. Pikiran mulai gelisah, walau sekarang Kenzie berada di rumah yang megah. Namun, melihat kondisi Ardi terluka. Membuatnya begitu khawatir.
semangatt..
jgn lamalama Up nyaa...