Tara Azhara Putri Mahendra—biasa dipanggil Tara—adalah seorang wanita muda yang menjalani hidupnya di jantung kota metropolitan. Sebagai seorang event planner, Tara adalah sosok yang tidak pernah lepas dari kesibukan dan tantangan, tetapi dia selalu berhasil melewati hari-harinya dengan tawa dan keceriaan. Dikenal sebagai "Cewek Tangguh," Tara memiliki semangat pantang menyerah, kepribadian yang kuat, dan selera humor yang mampu menghidupkan suasana di mana pun dia berada.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xy orynthius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 34
Tara, Raymond, Adrian, dan Lucas terus menuruni tangga darurat, langkah-langkah mereka penuh kepanikan saat sirene keamanan semakin keras di belakang mereka. Setiap napas terdengar berat, tapi mereka tahu tak ada waktu untuk berhenti. Begitu mereka tiba di dasar gedung, mereka melihat pintu keluar menuju jalanan kota yang gelap dan sepi.
"Kita harus berpencar," saran Adrian, wajahnya menunjukkan ketegangan. "Jika kita tetap bersama, kita jadi target yang lebih besar."
Raymond menggeleng. "Tidak, kita tetap bersama. Jika terpisah, kita akan lebih mudah ditangkap. Kita butuh satu sama lain untuk keluar dari sini."
Lucas menatap perangkat di tangannya, menunjukkan lokasi para petugas keamanan. "Ada satu jalur yang aman lewat gang belakang. Kita bisa keluar sebelum mereka memblokir semua pintu keluar."
Tara mengangguk, mengusap keringat di dahinya. "Ayo, kita tak bisa berlama-lama di sini."
Mereka berlari menuju gang yang dimaksud Lucas, langkah mereka cepat namun hati-hati. Jalanan sepi, hanya suara sirene dan helikopter yang terdengar dari kejauhan. Kota yang biasanya ramai kini terasa seperti arena perang.
"Menurutmu, seberapa lama sebelum mereka menyadari kita sudah keluar?" tanya Tara, mencoba menenangkan napasnya.
"Tak lama lagi," jawab Lucas. "Kita harus segera pergi dari area ini."
Saat mereka melintasi gang yang gelap, suasana semakin tegang. Lampu jalanan berkedip-kedip, menciptakan bayang-bayang panjang yang menakutkan. Setiap suara, setiap gerakan, terasa seperti ancaman yang bisa muncul kapan saja.
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari arah depan. "Ada yang datang," bisik Raymond. "Bersiaplah."
Mereka segera berlindung di balik tumpukan sampah dan kontainer besar di tepi gang. Dua petugas keamanan muncul, membawa senter yang menyapu area dengan teliti. Tara bisa merasakan jantungnya berdegup kencang saat cahaya senter nyaris menyentuh mereka.
"Kita harus bertindak sekarang, atau kita akan terjebak di sini," bisik Adrian, tangannya menggenggam erat pistolnya.
Lucas menoleh ke arahnya. "Kita bisa mengalihkan perhatian mereka. Aku masih punya alat pengacau sinyal. Itu bisa memberi kita waktu."
Raymond mengangguk, memberikan isyarat agar yang lain siap. Dengan tenang, Lucas mengeluarkan alat pengacau sinyal dan menekannya. Dalam sekejap, senter petugas itu berkedip-kedip sebelum akhirnya padam.
"Apa yang terjadi dengan sentermu?" salah satu petugas bertanya, suaranya penuh kebingungan.
"Ingat apa yang kita latih," bisik Raymond. "Saat mereka terganggu, kita serang."
Saat salah satu petugas mencoba memeriksa senter mereka, Raymond dan Adrian melompat keluar dari tempat persembunyian, menghantam mereka dengan cepat. Pertarungan singkat terjadi, dan sebelum petugas-petugas itu sempat memberikan perlawanan lebih, mereka sudah terjatuh tak sadarkan diri.
Tara menarik napas lega. "Baiklah, kita harus segera pergi sebelum lebih banyak yang datang."
Mereka kembali bergerak dengan cepat, melewati jalan-jalan sempit dan gang-gang kota yang gelap. Namun, saat mendekati tempat aman yang dituju Lucas, mereka mendengar deru kendaraan besar mendekat.
"Truk militer," gumam Adrian. "Mereka mengirim pasukan khusus."
"Kita harus segera mencari tempat bersembunyi," kata Tara, matanya mencari-cari jalur alternatif.
Lucas menunjuk ke sebuah gedung tua di ujung jalan. "Di sana! Kita bisa bersembunyi di dalam sampai mereka lewat."
Mereka berlari menuju gedung tersebut, pintunya terbuka setengah, seolah-olah sudah lama tidak digunakan. Begitu masuk, mereka merasakan atmosfer yang lebih aman meski ketegangan belum sepenuhnya hilang.
Di dalam, suasana penuh debu dan barang-barang usang. Mereka mencari tempat berlindung di balik tumpukan kotak dan lemari besi tua. Dari dalam gedung, mereka bisa mendengar deru truk dan langkah kaki para pasukan yang kini menyisir area.
"Kita tidak bisa tetap di sini selamanya," bisik Adrian. "Mereka pasti akan segera menemukan kita."
Tara merenung sejenak. "Jika kita bisa mengganggu komunikasi mereka, itu mungkin akan memperlambat mereka."
Lucas menatap Tara, matanya berbinar. "Itu ide bagus. Aku bisa mencoba meretas jaringan komunikasi mereka, tapi aku butuh waktu."
Raymond melihat ke arah pintu. "Kita tidak punya banyak waktu. Mulailah sekarang, Lucas."
Lucas dengan cepat mulai bekerja, jarinya menari di atas perangkatnya. Sementara itu, Tara, Adrian, dan Raymond bersiap di posisi masing-masing, menjaga jika ada yang datang.
Detik demi detik berlalu, dan ketegangan semakin terasa. Setiap suara kecil di luar gedung membuat mereka terdiam dan fokus. Lucas terus bekerja dengan cepat, berusaha mendapatkan akses ke sistem komunikasi musuh.
"Aku hampir selesai," bisik Lucas, wajahnya berkerut serius. "Hanya butuh beberapa detik lagi."
Namun, sebelum Lucas bisa menyelesaikan pekerjaannya, pintu gedung tiba-tiba terbuka lebar, dan cahaya senter menerobos masuk. "Mereka di sini!" teriak seorang petugas dari luar.
"Siapkan senjatamu!" seru Raymond. "Kita tidak bisa lari sekarang!"
Dengan cepat, para petugas keamanan mulai masuk ke dalam gedung. Tara, Adrian, dan Raymond melepaskan tembakan, berusaha menahan serangan musuh. Percikan peluru dan suara benturan memenuhi udara, menciptakan kekacauan di dalam gedung tua tersebut.
Lucas masih berusaha menyelesaikan peretasannya meski situasi semakin kritis. "Sedikit lagi... Sedikit lagi!" gumamnya, keringat mengalir di dahinya.
Sementara itu, Tara bertarung sengit dengan salah satu petugas yang menyerangnya dari samping. Dengan cepat, dia memanfaatkan barang-barang di sekitarnya, melemparkan pipa besi ke arah musuh, dan menghantamnya hingga jatuh.
Raymond dan Adrian bekerja sama untuk menahan serbuan petugas lain, tapi mereka tahu jumlah mereka terlalu banyak. "Kita tidak bisa bertahan lama di sini!" seru Adrian.
Tiba-tiba, Lucas berteriak. "Aku berhasil! Komunikasi mereka sekarang terganggu!"
Sirene di luar gedung tiba-tiba berhenti, dan suara koordinasi dari radio petugas terdengar kacau. Petugas yang menyerang mulai kebingungan, membuat mereka lebih mudah untuk dikalahkan.
"Ini kesempatan kita!" teriak Raymond. "Ayo keluar dari sini!"
Mereka segera melarikan diri, meninggalkan gedung tua itu dengan tergesa-gesa. Meski mereka berhasil melarikan diri, Tara tahu bahwa pertempuran ini belum berakhir. Proyek Apocrypha masih berjalan, dan ancaman terbesar masih menanti di depan mereka.
jangan bosan baca cerita aku yaa☺️. Selamat membaca