Sebuah novel romansa fantasi, tentang seorang gadis dari golongan rakyat biasa yang memiliki kemampuan suci, setelahnya menjadi seorang Saintes dan menjadi Ratu Kekaisaran.
Novel itu sangat terkenal karena sifat licik dan tangguhnya sang protagonis menghadapi lawan-lawannya. Namun, siapa sangka, Alice, seorang aktris papan atas di dunia modern, meninggal dunia setelah kecelakaan yang menimpanya.
Dan kini Alice hidup kembali dalam dunia novel. Dia bernama Alice di sana dan menjadi sandera sebagai tawanan perang. Dia adalah pemeran sampingan yang akan dibunuh oleh sang protagonis.
Gila saja, ceritanya sudah ditentukan, dan kini Alice harus menentang takdirnya. Daripada jadi selir raja dan berakhir mati mengenaskan, lebih baik dia menggoda sang duke yang lebih kejam dari singa gurun itu. Akankah nasibnya berubah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10: Kebangkitan Corvin
“Mustahil satu benda ada di dua tempat. Itu adalah tulangku, dan kini aku ada di hadapanmu, Alice.” Alice menelan salivanya.
“Maafkan aku, sungguh aku tidak bermaksud menjadikan tulangmu sebagai lelocon. Aku menyayangi gelang itu, dan aku sangat menyukainya. Aku tak ada niat lain, aku hanya menyukainya saja,” ucap Alice. Dia panik karena takut disalahpahami oleh sang naga.
“Jangan cemas, aku yang membawamu kemari. Tubuh itu memang sudah kosong sejak awal, sudah tidak bernyawa. Pemiliknya sudah tak sanggup melanjutkan hidup, dan aku memberikan tubuh itu pada jiwamu,” ucap sang naga. Kini suara retakan es terdengar hingga naga itu keluar dari sangkar es yang membelenggunya.
“Apa maksud kalian?” tanya Lucian, menatap Alice dan juga sang naga bergantian.
“Aku titipkan temanku padamu, Lucian. Alice, hentikan ketidakadilan di dunia ini. Jangan berikan kekuasaan pada orang yang tidak pantas. Sejak awal, kau sudah keluar dari alur yang tertulis. Alice, kenyataannya kau adalah teman terbaikku saat kesadaranku menghilang dari dunia,” ucap sang naga. Naga itu mengecil dan melingkar di tangan Alice, kembali berubah menjadi tulang.
“Matahari datang!” terdengar teriakan dari luar ruang bawah tanah itu. Lucian dan Alice bergegas keluar dan mendapati matahari menyinari wilayah Corvin.
Perlahan salju mulai mencair dan meleleh menjadi gletser yang mengalir. Sorak-sorai terdengar dari para penduduk wilayah Corvin.
“Musim semi telah tiba!” teriak semua orang senang. Alice terdiam, mengingat kata-kata dari sang naga.
“Alice, apakah Anda dapat menjelaskan apa yang terjadi?” Lucian menatap Alice yang tampak terkesima.
Alice menganggukkan kepala dan membawa Lucian ke kamarnya. Dengan perlahan, Alice menceritakan segala yang menimpanya. Lucian mengangguk-anggukkan kepala, mulai mengerti.
“Apa saya seperti seorang penipu? Ini memang sulit dipercaya, Lucian. Namun saya bersumpah bila semua yang saya ucapkan memang benar adanya.” Lucian tersenyum dan duduk di hadapan Alice.
“Naga yang dianggap mitos itu nyatanya memang ada, Alice. Dan apa yang Anda ceritakan dapat saya terima.” Alice tersenyum dan memeluk Lucian.
“Terima kasih, Lucian. Ah, maafkan saya.” Alice langsung memberi jarak. Dia tak sengaja meluapkan perasaannya pada Lucian.
“Tidak apa-apa, Alice. Apa itu sebuah kesalahan?” Alice menggelengkan kepala. Dia kembali memeluk Lucian dan menghirup aroma pria itu dengan lembut.
.
.
.
Liburan kecil-kecilan akhirnya dilakukan. Lucian memasang tenda kecil di tepi sungai gletser yang mengalir, sedangkan pemandangannya adalah Kota Corvin yang kini meriah.
“Saya tak pernah bermimpi bila Corvin akan kembali ke titik di masa kejayaannya.” Lucian menatap kotanya. Alice, yang kini berada di belakang punggungnya, tersenyum.
“Lucian, duduklah,” pinta Alice lembut. Meski mereka berstatus suami istri, namun mereka tidak melaksanakan tugas layaknya suami istri pada umumnya.
Lucian dan Alice hanya menunaikan tugas sebagai Duke dan Duchess Corvin saja. Bukan karena tak ingin Lucian melakukannya bersama Alice, namun dia tak bisa memaksakan kehendaknya dan membuat Alice kembali kabur darinya.
Alice juga kini tak ada pikiran untuk kabur lagi. Membujuk Lucian juga tidak sesulit yang dibayangkan Alice. Lucian adalah orang yang cukup mudah dibujuk, meski hanya dengan satu ciuman saja.
Meski demikian, Alice juga terkadang merasa bersalah tak memberikan apa yang sudah menjadi hak Lucian.
Kota yang makmur dan perdagangan yang sudah melesat jauh, kini tak akan ada lagi ketakutan untuk Alice bangkit. Permodalan telah dibangkitkan, dan kini wilayah Corvin juga dapat menanam pangan seperti di tempat lainnya.
“Dua bulan lagi akan ada perayaan ulang tahun Raja. Mungkin Anda tidak harus ikut, namun saya harus pergi. Alice, apa pendapat Anda?” tanya Lucian. Alice terdiam.
Ulang tahun Raja. Yah, ternyata kisah Saintes In Love sudah akan dimulai. Alice menatap Lucian, kini tak ada lagi waktu untuk bersembunyi.
“Saya juga akan pergi. Jangan cemaskan apa pun, dan saya akan tetap di samping Anda,” ucap Alice. Namun bukan itu yang kini dicemaskan oleh Lucian.
“Mengapa wajah Anda demikian, Lucian?” Alice menyadari keganjilan itu.
“Demikian bagaimana? Saya hanya khawatir bila para bangsawan akan mengolok-olok Anda dan mulai membuat rumor yang tidak pantas.” Alice tersenyum mendengar kekhawatiran dari mulut Lucian.
“Aku akan baik-baik saja. Anda tahu seperti apa aktris di dunia saya dulu?” Lucian menggelengkan kepala.
“Kami memiliki banyak hater. Bukan hanya makian dan pencarian kesalahan walau sedikit, para hater biasanya juga membuat banyak pernyataan yang tidak sesuai demi menjatuhkan seorang aktris. Mungkin ini ironis, namun saya bahkan pernah hampir dilempar telur busuk dan mendapat ancaman pembunuhan.” Alice tersenyum, pengalaman buruknya kembali terbayang.
“Apa pengadilan di sana cukup adil?” tanya Lucian. Alice menatap Lucian dan terkekeh.
“Adil, namun tidak sampai semua orang diadili. Saya juga tak bisa melaporkan semua yang membenci saya. Orang yang membenci tak akan peduli dengan hukuman yang mereka terima, karena pada akhirnya mereka akan semakin membenci kita,” jelas Alice. Lucian menganggukkan kepala.
“Dibandingkan dengan itu, bukankah sekarang saya belum terlambat belajar tata krama bangsawan dan berdansa?” tanya Alice. Lucian tersenyum dan mengangguk.
“Saya akan mencarikan guru terbaik untuk Anda.” Alice mengangguk. Dia juga harus terus terlibat di dunia sosialita, mau tak mau, demi menopang keluarga Corvin di masa depan.
Dunia sosialita juga tempat informasi yang berharga dari berbagai kalangan bangsawan di seluruh penjuru kerajaan. Meski Lucian tampak tak ada niatan untuk memberontak, setidaknya mereka tak dapat menindas suaminya.
Mereka melakukan piknik kecil-kecilan, hingga akhirnya beberapa hari berlalu dan seorang pelayan dari kediaman Duke datang berkunjung sesuai dengan panggilan dari Lucian.
“Salam kepada Tuan Duke dan Nyonya Duke Corvin,” salamnya sambil menunduk hormat. Alice mengangguk.
“Mulai hari ini Anda akan menjadi guru tata krama dan kedisiplinan. Ajari istri saya berdansa dan juga tata krama kebangsawanan,” ucap Lucian to the point pada inti pembelajaran mereka.
“Dengan senang hati, Tuan,” jawabnya sopan. Alice mengamati gerak-gerik pelayan itu dan tersenyum miring.
“Sekarang, kembalilah karena Anda juga harus istirahat.” Lucian mempersilakan wanita pelayan itu untuk balik kanan dan meninggalkan ruangan.
“Lucian, Anda yakin tidak salah orang?” Alice sedikit bingung. Wanita itu memang sangat sesuai untuk menjadi mentornya. Namun melihat tatapannya yang seolah menyiratkan kebencian pada Alice membuatnya merasa tidak nyaman.
“Saya sengaja. Seseorang yang melakukan kesalahan harus mau menerima konsekuensi atas kesalahan yang dilakukannya, bukan? Meski dia seorang pelayan, namun menghina Duchess tentu saja hukumannya tidak ringan.” Alice terkekeh sumbang. Ternyata itu tujuan Lucian sesungguhnya.
“Anda seperti rubah licik sekarang,” ucap Alice, menggelengkan kepala. Hampir tidak menyangka bila dirinya akan menjadi mediator untuk mengorek kesalahan pelayan di kediaman utama dari Ibu Kota.
...PENGUMUMAN ...
SELAMAT BUAT PEMENANG GIVE AWAY MINGGU INI:
SELAMAT BUAT KA CATYA, JANGAN LUPA GEDOR GC NUAH YA:
NUAH TUNGGU DISANA YA SAY...