Dia adalah gadis yang selalu tenggelam dalam gemuruh pemikirannya sendiri, di penuhi kecemasan, dan terombang-ambing dalam sebuah fantasinya sendiri.
Sehingga suatu teriknya hari itu, dari sebuah kesalahpahaman kecil itu, sesosok itu seakan dengan berani menyatakan jika dirinya adalah sebuah matahari untuk dirinya.
Walaupun itu menggiurkan bagi dirinya yang terus berada dalam bayang, tapi semua terasa begitu cepat, dan sangat cepat.
Sampai dia begitu enggan untuk keluar dari bayangan dirinya sendiri menerima matahari miliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma syafitri Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cerita Dari Sisi Lainnya (2)
.
.
Flauza terus menatap lurus kepada layar kaca yang menampilkan kedua perempuan yang tengah berjalan di lorong-lorong gedung ini tampak asyik saling melempar cerita dan canda tawa satu sama lain.
Beberapa kali orang-orang asing lainya, menyapa salah satu dari perempuan yang dia ketahui namanya adalah Litly Salsabila itu.
Perempuan yang menjadi sahabat lama gadisnya.
Berdasarkan informasi yang dia dapatkan mereka sudah kenal sejak sekolah menengah pertama, dan terus bersama hingga kuliah satu universitas dengan jurusan yang berbeda.
Suara berat dan dalam gumaman memenuhi tempat itu di sertai ketukan dari jemari pada meja kayu besar itu.
Walaupun tatapan iris matanya seperti terfokus pada layar itu, namun pemikirannya tidak berhenti pada sebuah kejadian singkat di tengah-tengah waktu yang telah terjadi beberapa hari yang lalu.
Bahkan kejadian itu singkat itu pun berhasil membuat dirinya benar-benar mengabaikan berita-berita yang tengah beredar tentang dirinya dan sang gadis itu.
Tidak....
Dia tidak mengabaikan kabar burung itu sepenuhnya....
Namun itu adalah hal yang dia inginkan terjadi, dan dia akan membiarkan terlebih dahulu selama itu masih berguna untuk kepentingan dirinya yang akan datang.
Tentu....
Dirinya bukanlah seorang yang terlalu suka berada di sorotan sosial media.
Namun....
Small sacrifices must be made for something bigger right?
Saat kedua perempuan itu tampak berpisah, gadis berambut hitam panjang itu melangkah perlahan menuju sebuah tokoh apotek yang ada di sisi lain di sana. Berkata beberapa kalimat, sebelum dia menerima dua buah kotak, dan sebuah perban putih yang cukup tebal.
Flauza sedikit menyipitkan matanya saat melihat itu, dan ketukan jemarinya semakin kuat di atas meja kayu itu.
Obat apa yang di beli gadis itu?
Kini dia melihat Revander tengah mengoleskan obat itu pada kaki kirinya sebelum membalut itu dengan kain perban itu.
Ya....
Dia melihat itu.
Dia melihatnya dengan jelas, bahkan saat di hari itu.
Litly juga telah kembali menduduki kursi di depan gadisnya pada meja yang sama.
Sayang dia tidak dapat mendengar percakapan yang terjadi di antara kedua perempuan itu.
Damn it..!
“My Lord.” Tobito memanggil pelan dirinya yang masih terfokus pada layar kaca itu.
“We get additional information about Felix Pratama.” Tobito membuka membaca lembaran-lembaran dokumen yang ada di tangannya itu. “Seorang politik pemilik saham di sebuah bank emas yang baru saja di resmikan.”
Flauza hanya diam.
“It is said that his previous history was hit by a big case that cost trillions along with nine others, received a lesser sentence and had an appeal to aggravate his sentence, but the case disappeared because the media people managed to cover it up with all kinds of weird news about the artist or whatever it was.”
“Hhmm...” Flauza tertawa kecil mendengarkan informasi itu dari sang tangan kanannya. “That's not surprising, is it, given what is already known about this country?.”
“Then what do you want to do next My Lord?”
Apa yang harus dia lakukan Indeed...
“How about the news of the birds that have been circulating in recent times?"
"That's quite big My Lord, public opinion is not only from within this country, some of your acquaintances who come from abroad seem to already know this as well. Of course they try to appear invisible to you, but as you say My Lord, the digital footprints cannot be easily eliminated.”
Ahh.....
Tobito...
Tampaknya pria pirang itu sedikit banyak telah mengikuti kebiasaan dirinya.
“Oohh... Tobito, you finally grown up, bit slow but you will there eventually.” Flauza tertawa jenaka melihat sang tangan kanan masih tetap berdiri tegap tak mengubah ekspresinya seperti biasa.
“I consider it a valuable compliment from you My Lord” balas Tobito.
“If so, everything is arranged according to plan.” Flauza tangan pria itu menyiku di atas meja itu. “And I just had to wait for the time to run everything like a gust of wind blowing the leaves gently.”
“You really do all this just for the sake of..... "That girl, my lord.?” Iris cokelat milik Tuan Evangrandene itu hanya menatap lurus dan dingin kepada pria pirang itu, walaupun wajahnya tetap tersenyum jenaka, tapi aura intimidasi pria itu semakin terasa kuat.
“Is that a problem Tobi?"
Dia dapat melihat pria itu langsung kaku dan menegang.
Hahaha...
“Oh.... My Tobito, how long have you been with me, yet you are still afraid like a rat that will be preyed upon by a tiger.”
“apologize for my arrogance My Lord.” Tobito langsung membungkukkan tubuhnya kepada pria itu.
“No problem at all Tobito.” Flauza kembali menatap kepada layar kaca di depannya. Dua perempuan itu kini terlihat dalam sebuah pembicaraan yang cukup menarik, dengan melihat reaksi gadisnya itu sedikit terkejut dan gugup akan sesuatu.
Apa yang mereka bicarakan?
Hhhmmmm.....
.
Tentu seperti dia rencanakan sejak awal, pertemuan ini berhasil membuat gadis itu menjadi sedikit bimbang.
Pria bodoh itu dengan segala kebodohannya mencoba berbicara tentang berita-berita semu yang sengaja dia biarkan tersebar luas disana. Dan sebagai sedikit hadiah kecil darinya, dia menyetujui kontrak bodoh yang pria itu tawarkan, dengan sedikit syarat yang tidak akan membuat dia terjebak pada permainan kotor mereka.
“Good choice Mr. Felix, I like your choice.”
Ohhh.... dia benar-benar suka pemilihan kata dari pria itu.
Tetapi sayangnya masih ada sebuah bau-bau tidak mengenakkan dari setiap kalimat yang keluar dari sana.
“I like a dog that instantly shows its obedience to its owner.”
“That way, we just have to wait for this dog figure to show his loyalty to his new owner, or he is still thinking about playing around with the stupid things behind there.”
.
Gadisnya jauh tampak lebih diam dan tenggelam pada pemikirannya.
Bahkan gadis itu juga terlihat sedikit menghindar saat dia mencoba memberikan pertanyaan-pertanyaan kecil untuk membuat gadis itu kembali berbicara.
Namun hanya di balas dengan gumam kecil dan ekspresi jauh yang bercampur antara sedih dan bingung begitu kuat.
Dan itu.....
Entah kenapa sangat terasa sakit untuk dirinya.
Kenapa?
Kenapa dia tidak menyukai sifat gadis itu yang terlihat dingin, bingung, dan sedih itu.
Dia ingin menekan, memberi ancaman kepada gadis itu untuk dia mengeluarkan ekspresi itu lagi saat bersama dirinya.
Tetapi.....
Dia tidak bisa.
Hanya bisa mengepalkan tangannya kuat berusaha meredam rasa ledakkan dari dalam tubuhnya.
“My Revander.” Dia memanggil lagi gadis itu, membuat tubuh itu tersentak dan terasa kaku. “Sesuatu mengganggu pemikiranmu?” dia mendekatkan wajah mereka, berusaha menatap menembus iris hitam yang selalu memikat untuknya.
“....aku hanya berpikir jika kamu tidak memakan sedikit pun makananmu saat di sana.”
Itukah yang sendari tadi mengganggu pemikiran gadisnya itu?
Tidak....
Dia sedang tidak jujur dengan dirinya saat ini.
Dan dia tidak menyukai orang-orang yang tidak jujur kepadanya.
Terutama gadis ini.
Gadisnya ini.
Tetapi dia tidak bisa melakukan seperti apa yang dia lakukan kepada orang-orang sialan di luar sana.
Jika tidak....
Gadis ini akan benar-benar lari darinya.
“Bagaimana.... Jika kamu memasakkan diriku sesuatu hari ini sebagai makan siangku hari ini?” ucapnya kembali mencoba untuk membuka percakapan di antara mereka terasa ringan.
Itu berhasil!!!
Gadisnya....
Kini gadisnya sepenuhnya memperhatikan dirinya.
“Suprise me My Revander. I want to know, what will you do today.”
.
Dia kembali melihat gadis yang berada satu langkah di depannya itu dalam diam.
Tempat ramai, dan lusuh ini benar-benar tidak pantas untuk dirinya dan gadisnya.
Mata-mata kotor itu selalu saja mencuri-curi pandang kepada dirinya dan gadisnya.
Mulut kotor mereka juga seperti tidak dapat menahan apapun yang ingin keluar dari pemikiran mereka.
Semua ini terlihat saran dan tidak pantas.
Sampai seorang manusia kotor itu menabrak tubuh kecil gadisnya, membuat gadis itu terenyuh kuat ke samping ke arah meja-meja kayu itu.
Dia langsung mendekat ke pada gadis yang merintih kesakitan dalam diam itu.
Dengan cepat wajah putih itu memucat dengan iris hitam melebar tak fokus.
Gadisnya merasakan kesakitan di depan wajahnya!
Gadisnya merasakan tidak nyaman di depannya!!!
Maka dia hanya membawa gadisnya pada genggamannya selembut mungkin.
Mengabaikan pekikan protes gadis itu, mengabaikan tatapan mata terkejut dan juga aneh dari orang-orang itu.
Karena prioritas utamanya adalah keselamatan dan rasa aman gadis berambut hitam itu.
Ketika dia meletakkan tubuh yang masih tegang karena menahan sakit dalam diam itu pada kursi mobilnya. Dia kembali menanyakan pertanyaan kecil untuk memastikan gadis itu.
Pertanyaan bodoh yang seharusnya dia sudah tahu jawaban yang telah terpampang jelas di depan matanya.
“......aku baik-baik saja. Ayo cepat masuk, agar cepat kembali. Sudah jam berapa ini, bukankah kamu belum makan apapun dari tadi?” dan gadis itu kembali mengabaikan pertanyaannya dengan sebuah kebohongan.
Kenapa Revander?
Kenapa kamu terus menutupi hal ini kepadanya.
Apa yang sedang kamu sembunyikan?
Apa yang sedang kamu hindari?
.
Kini dia dan gadisnya terduduk bersampingan di ruang makan mewah dan terasa sunyi itu. Setelah menikmati makan siang bersama, dengan sedikit berhasil membuat gadis itu kembali berbicara kepadanya lebih banyak untuk hari ini.
Dia terus bertanya bagaimana dengan hasil dari rasa masakan yang dia buat itu.
Suara lembutnya itu berharap-harap cemas saat menanyakan pendapat dirinya.
Flauza tidak menjawab langsung, dengan hanya tertawa kecil melihat semua tidandakan gadis itu tampak begitu menggemaskan.
Tetapi tampaknya gadis itu mengerti jika dia juga menikmati hal ini, dan menyerah akan permainan kecil mereka yang dia tawarkan saat di dalam mobil tadi.
Apa yang akan dia pinta kepadanya?
Sebuah harta?
Sebuah kekuasaan?
Atau sebuah penjelasan atas apa yang telah dia dengar untuk hari ini?
Tentu saja tidak dari semua pilihan yang sudah dia persiapkan itu.
Awalnya dia terlihat ragu dengan apa yang ingin dia pinta kepadanya, namun dengan sabar seperti biasa Flauza menunggu sang gadis untuk berbicara membuka dirinya terlebih dahulu kepadanya.
Dia memilik waktu untuk itu.
Dia selalu memiliki waktu untuk gadisnya itu.
.
.
.
Maka kamu tidak perlu terburu-buru untuk melangkah keluar dari bayang-bayangan itu. Karena dia akan selalu menunggu dan menunggu.
Tidak tahu sampai kapan.
Namun dia akan membuat waktu berjalan sesuai arahan yang dia inginkan seperti biasa dengan lebih lembut untuk gadisnya.
.
.
.
“Akhir pekan ini.... Akan ada sebuah pesta dari saudara perempuanku, kemungkinan aku harus ikut ke sana.” Dia bergumam lirih.
Begitu lirih hingga rasa sakit yang sempat hilang itu terasa kembali.
“Jadi jika kamu tidak keberatan, bisakah aku mendapatkan sedikit waktu untuk hal ini saja, di akhir pekan ini...?”
Ini.....
Inikah sebuah permintaan yang akan dia lakukan kepadaku?
Di saat dia bisa meminta sesuatu yang luar biasa dari dirinya.
Tetapi gadis ini....
Memilih untuk meminta hal-hal yang sederhana seperti meminta izin untuk sedikit waktu bersama keluarganya.
“Tentu saja, My Revander. Aku tidak melihat masalah dengan hal itu.”
.
Flauza melempar kecil dokumen-dokumen yang baru saja di berikan oleh Tobito itu pada meja kaca di depan sofa, di kamar pribadinya..
Semua informasi yang di berikan oleh tangan kanannya itu, tidak ada yang memuaskan rasa penasaran dan tanda tanya besar di dalam dirinya tentang gadis itu.
Tidak ada.
”Tobito....” dia menyadarkan dirinya pada sofa itu, menatap lurus sang pria pirang dengan senyuman dingin tak sampai mata. “I have to admit Tobito, your performance for this is very disappointing.”
“Apologize, My Lord.”
Flauza hanya mendengus kasar, menatap keluar pada jendela besar yang masih terbuka walaupun waktu sudah menunjukkan tengah malam yang sudah lewat lebih dari tiga puluh menit yang lalu.
Sudah satu minggu lebih dia berusaha mencari tahu informasi ini.
Dan masih saja tidak mendapatkan hal yang berguna tentang gadis itu.
Tentang gadisnya.
“It's very disappointing, it's really very disappointing.”
Dan ini sangat tidak bisa di terima untuk seorang seperti dirinya.
Bagaimana dia harus memperbaiki ini?
Bagaimana?
“Hmmm.....” dia melirik sedikit ke arah pria pirang yang masih berdiri di tempatnya. “This weekend, huh...."
Tiga hari lagi.
Mungkin ini adalah salah satu kesempatan kecil yang sayang untuk dia lewatkan.
.
.
.
Small sacrifices must be made for something bigger right?
.
.
.
Right?
absen dulu aku