Hail Abizar, laki-laki mapan berusia 31 tahun. Belum menikah dan belum punya pacar. Tapi tiba-tiba saja ada anak yang memanggilnya Papa?
"Papa... papa...!" rengek gadis itu sambil mendongak dengan senyum lebar.
Binar penuh rindu dan bahagia menyeruak dari sorot mata kecilnya. Pria itu menatap ke bawah, terpaku.
Siapa gadis ini? pikirnya panik.
Kenapa dia memanggilku, Papa? Aku bahkan belum menikah... kenapa ada anak kecil manggil aku papa?! apa jangan- jangan dia anak dari wanita itu ....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa?
Langit mulai jingga saat seorang wanita berjalan cepat hampir berlari menyusuri jalan perumahan tempat ia tinggal. Sudah hampir jam enam sore, dia sangat terlambat pulang hari ini. Semua karena pemilik kafe melakukan pemeriksaan pada barang-barang karyawan. Karena beberapa hari ini banyak sekali barang-barang kafe yang lenyap entah kemana, dari mulai biji kopi, persediaan susu yang berkurang dengan cepat. Yang lebih parah adalah lenyapnya mug brand signature kafe tempat ia bekerja, tentu saja owner gusar. Dan akhirnya berimbas ke seluruh karyawan.
Hari yang melelahkan, tapi bagi Evelyn tidak masalah selama dia menerima gaji yang cukup. Walau tidak akan pernah cukup, karena berapapun uang yang dia kumpulkan selalu saja terasa kurang. Entah karena Evelyn yang serakah, atau memang uang itu tidak cukup.
Seulas senyum terbit di bibir tipis yang berpoles lipstik warna merah matte. Rumah kontrakannya sudah terlihat. Evelyn pun semakin mempercepat langkahnya. Ia membuka pintu rumah kontrakan kecilnya. Suara pintu yang berderit pelan disambut tawa renyah dari ruang tamu.
“Mamaaa!” seru Cala, berlari kecil sambil menjinjit dengan langkah-langkah pendeknya.
Evelyn nyaris menjatuhkan tas saat tubuh mungil Cala menabrak kakinya dan melingkarkan tangan kecil itu di pinggangnya.
"Emh ... puteri Cala harum sekali," ucapnya.
Ia menekuk lututnya dan mengusap rambut anak itu penuh sayang. Lalu mencium pipi gembul Cala. Cala terkekeh geli lalu balas mencium pipi sang Mama.
“Kenapa, Mama pulang telat lagi? Tapi tadi TV-nya bilang banyak olang-olang kelja lembul. Mama cama kayak meleka ya?!” ujar Cala sambil mengerucutkan bibirnya.
Evelyn tertawa pelan, “Iya, maaf ya sayang. Tapi Mama bawa roti cokelat favorit 'Tuan puteri Cala'.”
Evelyn mengeluarkan roti dari totebag yang sudah lama ia pakai. Roti yang menjadi salah satu menu paling favorit di kafe tempat ia bekerja, meski sedikit mahal. Tapi tak apa, asal Cala suka. Evelyn akan mengusahakannya.
Mata Cala langsung berbinar, melihat sebungkus roti yang Mama-nya berikan.
Gadis kecil dengan jepitan cinnamonroll itu pun duduk setelah menerima roti yang Evelyn berikan. Dengan tidak sabar Cala membuka bungkus kertas, seketika aroma manis coklat menguar memenuhi indra penciumannya.
Cala pun mengigit besar roti itu. Evelyn meletakkan tasnya di meja, lalu bergabung duduk bersama Cala di sofa usang. Evelyn sangat bersyukur, saat mengontrak rumah ini ada beberapa perabotan yang katanya,milik yang ngontrak sebelum Evelyn. Mereka sengaja meninggalkannya karena tidak bisa membawanya. Dengan begitu Evelyn bisa sedikit berhemat, jujur saja jika harus membeli benda-benda besar seperti sofa dan tempat tidur, tabungan Evelyn bisa habis tidak bersisa.
Wanita yang masih mengenakan kemeja seragam kafenya itu menghela nafas, menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Menatap langit-langit ruang tamu yang sudah kusam dan berjamur di beberapa bagian. Mungkin karena rembesan air saat hujan, Evelyn juga tidak tahu. Beberapa bulan ini memang masih musim kemarau.
Mata lentik yang wanita itu memejam, merasakan lelah yang merajam, tapi ia tahan. Dia tidak bisa mengeluh, karena sekarang hanya dia yang bisa diandalkan Kevin dan Cala. Mau berkesah juga pada siapa? Tidak ada. Evelyn hanya punya dirinya sendiri. Kadang ia merasa, takdir terlalu bercanda dengan hidupnya.
Dulu dia bisa makan apa saja dengan mudah, memilih menu tanpa melihat harga, mendatangi restoran mana saja yang ia mau tanpa pusing dengan isi dompet. Tapi sekarang, untuk makan nasi tiga kali sehari saja dia belum tentu bisa. Roda kehidupan berputar, begitu kata orang-orang. Yang dulu diatas, kini di bawah. Evelyn harusnya bersyukur masih bisa tinggal di tempat yang layak. Iya kan? Harus bersyukur ...
Evelyn menghela nafas, terkekeh sumbang.
"Bersyukur hem ..." gumamnya lirih.
"Mama ketawain kaltun ya, lucu ya Ma?" tanya Cala saat mendengar suara tawa sang Mama.
"Haha ... iya lucu, tapi lebih lucu anak mama ini. Uh ... gemes banget." Evelyn memeluk Cala dari belakang dan menciumi pipi Cala.
Cala tertawa kegelian, untuk sesaat tawa Cala mengalihkan pikiran Evelyn.
“Mama ... Cala punya es klim lho!" seru gadis itu, yang baru ingat dengan es krim bintik-bintik yang ia beli.
Cala melompat turun dari sofa, ia berlari kecil ke dapur. Lalu kembali dengan es krim cone, yang sudah meleleh dalam kantong plastik minimarket. Evelyn mengerutkan kening saat Cala menentang plastik berisi es krim itu. Aneh, karena tidak mungkin pengasuh Cala mengajak anaknya jajan di minimarket. Uang jatah jajan dari Evelyn, tidak akan cukup untuk jajan di sana.
"Yah ... esnya jadi ail, Ma," ujar Cala kecewa saat membuka plastik, dan melihat es krimnya sudah mencair dan meleber keluar dari bungkus conenya.
"Tapi nggak pa-pa, nanti Cala minta Papa beli lagi!”
Tubuh Evelyn menegang. Mata wanita itu melebar, alisnya menuka hampir menyatu. “Apa, sayang?”
“Iya .... Papa bilang nanti mau ketemu Cala lagi, mau datang lagi. Papa udah janji kelingking sama Cala,” kata Cala sambil menunjuk kelingking mungilnya pada sang Mama.
"Cala ketemu Papa?" sekali lagi Evelyn memastikan, ia berharap Cala hanya salah berucap.
"Hu'um." Cala mengangguk antusias, matanya berbinar, bersemangat menjawab.
"Yang Belin es klim juga Papa ... Papa juga obatin luka Cala." Cala menunjukan plester gambar dinosaurus di telapak tangannya.
“Tapi... Papa kerja jauh sayang, jauh sekali. Cala mungkin salah lihat?” tepis Evelyn. Meski Cala sudah jelas memberikan bukti-bukti pertemuannya dengan sosok yang ia sebut Papa.
Cala menggeleng keras.
“Itu Papa! Cala inget mukanya! Papa udah pulang Mama, Papa udah deket cama kita. Tapi kenapa Papa nggak mau pulang ke sini ya, katanya Papa punya lumah sendili," Wajah yang tadinya bersemangat kini menunduk sendu dengan bibir yang mengerucut.
"Tapi nggak pa-pa. Papa janji mau ke sini lagi, ketemu ke taman lagi sama Cala. Papa udah janji kelingking," tutur Cala penuh harap.
Evelyn memeluk anak itu lebih erat. Detak jantungnya bertalu-talu. Dalam hatinya, bergemuruh banyak pertanyaan—dan kegelisahan yang tak bisa ia tolak. Ia bingung harus berkata apa pada Cala, harus menjelaskan bagaimana agar anaknya itu tidak kecewa.Melihat binar di wajah Cala membuat Evelyn tidak tega untuk bicara.
Tapi dia juga tidak ingin Cala terlalu berharap, karena Papa Cala, sudah tidak ingin meihat Cala bahkan sejak Cala kecil. Lalu siapa pria yang Cala temui?
"Tuhan, apalagi ini," gumam Evelyn penuh keresahan
kamu pasti bisa membuktikan kalau papa nya evelyn gak bersalah. dia hanya di fitnah seseorang.
aduduh untung bgt ya ada ob lewat bawa mie goreng jadi hail gak lama² deh di luar nya
eh kebetulan yg disengaja nih, ada OB bawa makanan. jadi alasan hail tepat
sudah saatnya hail berjuang untuk mencari kebenaran untuk ayahnya Eve
saking senengnya byr mie goreng aja sampe 200k 🤭 pdhl di kasih 50k aja msh kembalian nya kali 🤣🤣🤣