Nadia, memergoki sang suami sedang bercinta dengan sekretarisnya sendiri, di ruangan khusus kantor pria itu.
Nadia, yang ingin memberi kabar kehamilannya kepada Dygta, justru di kejutkan dengan kenyataan yang menghancurkan hatinya berkeping-keping.
Nadia berlari tanpa memperdulikan klakson kendaraan, hingga sebuah sedan menabraknya.
Nadia terbangun di rumah sakit dan kehilangan janinnya.
Buruknya lagi, Dygta langsung menceraikannya saat itu juga.
Merasa tak ada pegangan dan kalut, Nadia mencoba bunuh diri dengan melompat dari jembatan layang.
Beruntung, seorang pria pemilik perusahaan yang juga seorang ketua mafia menyelamatkannya.
"Hargai hidupmu. Hiduplah untuk membalas mereka yang telah menyakitimu!" ucap Leonardo De Xarberg.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chibichibi@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab#24. KIYD.
Dygta merebahkan tubuh penatnya di atas sofa. Temaram pencahayaan dari ruangan itu berganti kedap-kedip lampu disco.
Sementara di luar ruangan suara musik dari DJ begitu menghentak, sehingga membuat adrenalinmu meningkat.
Seiring pula dengan degup jantung yang meletup kencang.
Drett.
Ponsel yang di silent terasa bergetar di dalam saku Dygta. Seorang wanita berpakaian minim sedang memulai aksinya, membuka kancing kemeja bagian atas Dygta serta mengelus dada dengan sedikit bulu halus itu perlahan.
"Sebentar." Dygta meletakkan telunjuk di bibirnya, memberi kode pada wanita sewaannya itu agar berhenti sekejap.
" Ya, Bu!" teriak Dygta mendekati ponsel itu ke bibirnya.
"Kau di bar lagi!" pekik Filma di seberang sana.
" Ada apa meneleponku!" Karena lokasi Dygta di tempat yang bising, jadilah ia berteriak.
Begitupun dengan Filma, wanita itu menimpali dengan teriakan pula.
"Kau pulanglah malam ini!" Pinta Filma lagi dengan berteriak dari seberang ponselnya.
"Berhentilah mengaturku Bu!" Dengan geram Dygta menekan tombol merah untuk menghentikan panggilan. Kemudian, menonaktifkan ponselnya.
"Menganggu saja!" umpatnya kesal.
Filma sangat geram sekali, karena sang putra memutuskan panggilannya secara sepihak. Sedangkan dirinya belum selesai bicara.
"Clara, kau tau tidak? Kira-kira di bar mana Dygta suka main?" tanya Filma pada calon menantunya itu.
"Aku tau Mam," jawab Clara.
Sengaja ia datang kesini untuk meminta dukungan dari ibunya Dygta. Pasalnya ia sudah mulai kewalahan dalam mengendalikan Dygta saat ini.
"Kau susul dia, kalian harus segera menikah secepatnya agar Dygta tidak memiliki waktu untuk bermain-main lagi di luar sana!" titah Filma yang tentunya di sambut senyum senang oleh Clara.
"Baiklah. Aku pergi Bu ... Bye!" Clara pun pamit dengan mencium pipi calon ibu mertuanya itu.
Di sebuah klab malam.
"Jangan marah-marah Tuan, lebih baik kita bersenang-senang malam ini." Wanita berpakaian kurang bahan itu menuang minuman dari botol kedalam gelas, kemudian mengajak Dygta bersulang.
"Diamlah kau! Sebaiknya berikan aku satu botol lagi ... Hukk!" pinta Dygta, padahal dirinya sudah menghabisi beberapa botol minuman perusak jiwa dan raga itu.
"Kau sudah hampir mabuk, Tuanku," ucap wanita penghibur bergincu merah itu mengingatkan.
"Hahaha ...!" tawa Dygta, lalu menarik raga wanita penghibur itu kemudian dengan rakus meraup bibirnya. Kedua tangannya terus tak bisa diam menjelajah apa saja yang bisa di gapainya.
Hingga wanita itu melenguh dan memekikkan desah bersuara berat. Karena gairah penuh gelora telah mengeroyok raga mereka bersamaan.
"Jangan disini Tuan!"
Lalu wanita itu merapikan pakaiannya, yang mau di tarik kemanapun tetap saja membuat beberapa lekuk dan bagian menonjol dari tubuhnya itu terlihat jelas.
"Ayolah babe ... aku sudah tidak tahan ... sesuatu dari bawah sini hendak meledak." Dygta mengarahkan tangan wanita itu pada pusakanya.
"Saya pun sama, Tuanku." Wanita itu tersenyum seraya menggigit bawah bibirnya. Lalu memapah Dygta keluar dari bar itu.
Sepanjang koridor yang minim pencahayaan itu, Dygta sesekali menyerang bibir serta leher wanita penghibur tersebut.
Mereka sesekali berhenti, karena kondisi tubuh keduanya telah memanas. Tanpa menghiraukan orang-orang yang kadang melewati mereka.
Karena kejadian dan penampakkan seperti itu telah biasa di tempat seperti ini.
"Tuan !" Wanita itu memekik tertahan. Ketika bibir Dygta menggeledah tubuh bagian depannya.
Ketika Dygta hendak menurunkan penutup dada wanita itu, sebuah tangan menariknya dengan kencang dari arah belakang.
Sontak tubuh pria itu berbalik, dan mata berkabutnya mendelik.
"Clara!" kagetnya.
"Apa-apaan ini!"
PLAK!
Tangan mulus berjari lentik itu, mendarat dengan kasar di pipi Dygta.
Dygta pun menoleh cepat, menatap geram kearah Clara.
"Ikut aku! Dan kau, pergi sana!" Clara menarik Dygta dan mengusir wanita yang sudah hampir setengah polos itu.
" Apa-apaan kau!" Dygta menepis kasar cengkeraman tangan Clara, lalu menarik wanita itu.
Kini mereka telah berada di sebuah ruangan dan Dygta melempar raga Clara di atas tempat tidur.
"Kau yang apa-apaan!" teriak Clara geram, dirinya sangat kesal luar biasa pada lelaki di hadapannya ini.
"Inikah yang aku dapatkan, ketika aku tengah memperjuangkan pernikahan kita! Sementara kau disini, menghamburkan uang dengan wanita-wanita kotor itu!" pekik Clara, karena kekesalannya sudah sampai di level tertinggi.
"Jangan berani mengaturku hanya karena kau telah hamil keturunan Rajasa!" sambar Dygta ketus, dan tangannya mencengkram dagu Clara dengan kencang.
"S–sakit," lirih Clara yang merasakan ngilu di sekitar rahangnya.
"Sekarang, gantikan tugas wanita bayaran yang sudah kau usir tadi." Dygta pun menindih tubuh sintal Clara yang di balut dengan pakaian terbuka itu. Lalu pria itu menarik paksa dengan kasar atasan yang di pakai oleh Clara.
SREK!
"Hei!" Dygta langsung membungkam Clara yang hendak berteriak dengan pagutan kasar dan buas.
Dirinya telah bergejolak sejak tadi tetapi tertunda gara-gara kehadiran Clara yang tiba-tiba. Wanita yang dipilihnya hanya untuk menampung benih.
Hanya itu, tak ada perasaan apapun selain gairah dan ambisi memiliki anak.
"Apa kau tau sakitnya menahan sesuatu yang hendak meledak dari tubuhmu?" Dygta melepaskan satu persatu barang yang melekat di raga atletisnya itu.
Terakhir ia menarik ikat pinggang yang terbuat dari kulit ular sanca kemudian di gunakannya untuk mengikat kedua tangan Clara di pilar tempat tidur tersebut.
Tak memperdulikan lengkingan dan teriakan dari mulut seksi yang terus menjerit.
"Kau menyakitiku, Dygta!" teriak Clara sangat kesal. Air matanya telah meleleh, pertanda wanita itu tak terima akan perlakuan Dygta padahal kali ini.
Pria itu bahkan langsung menghujamnya tanpa ampun.
Dygta tak peduli, dirinya melakukan apa yang raga dan geloranya inginkan.
Pria itu pun menerobos terus tanpa aba-aba. Hingga Clara harus menahan teriakan dengan menggigit bibir bawahnya.
"Hiks."
Clara menangis merasakan perih di bagian pribadinya. Dia juga takut jika kandungannya akan mengalami masalah.
Sementara Dygta tidak akan peduli karena dirinya telah di kuasai oleh kabut gelora dan bara gairah yang membara.
"Jangan berharap menikah denganku bila kau tidak mampu memuaskan!" kecam Dygta dengan raut wajah bengis.
"Beri aku istirahat beberapa menit," pinta Clara dengan wajah pucat memelas.
Dygta menyeringai lalu menarik raganya, hingga tautan mereka terpisah secara paksa.
"Ke-kemana ini?" Clara bingung karena dirinya di tarik oleh Dygta dengan kasar. Ternyata, pria itu menariknya kedalam kamar mandi.
Melempar wanita itu kebawah shower, kemudian Dygta memutar kerannya.
"Dingin!"
Bagaimana tidak ini kan sudah dini hari.
Kemudian ia menekan bahu Clara agar wanita itu berjongkok di depannya yang berada di posisi berdiri.
"Mainkan sampai aku bilang berhenti baru kau berhenti!"
"Kau gila Dygta!!" batin Clara yang mulai memendam kebencian pada pria ini.
Keesokan harinya di perusahaan Rajasa Corporindo.
"Saya mengumpulkan kita semua di sini karena presiden direktur baru kita baru saja mendapat serangan percobaan pembunuhan!" ujar Blue di depan ruangan rapat dengan meja oval tersebut.
Beberapa dewan direksi memutari meja itu, dengan menduduki kursinya masing.
Sebagian dari mereka terlihat kaget dan saling pandang. Bagaimana bisa, presiden direktur baru mereka sudah mendapat sambutan begitu keras.
"Siapa yang berani melakukan itu pada Presdir kita?" bisik beberapa orang dewan.
"Kami selaku team, pembantu tugas Presdir, tentu tidak akan tinggal diam, dan kami akan mengusut kasus ini hingga tuntas." jelas Blue tegas dengan tatapan dingin dan tajamnya.
"Berani-beraninya, melakukan serangan. Siapa mereka?" bisik salah satu anggota dewan pada Dygta.
Sementara pria itu hanya diam dan memasang wajah datarnya.
" Team kami, cepat atau lambat pasti akan menemukan pelakunya. Belum lagi, Presdir mengalami luka parah dengan tusukan yang cukup dalam di pinggangnya. Kami berharap sang pelaku menyerahkan diri, atau hukum yang akan bicara dengan tegas!" ujar Blue lagi, mata tajamnya berkeliling. Hingga, pria itu menangkap gelagat gelisah dari Dygta.
Blue menyeringai.
"Bagaimana menurut anda, Tuan Dygta?" tegur Blue penuh penekanan.
"Apa maksud anda asisten Blue!" tukas Dygta dengan wajah tak senang.
"Kami mungkin terlihat beberapa kali beradu argumen. Tetapi bukan berarti anda bisa melayangkan praduga itu kepada saya!" sanggah Dygta dengan nada yang sudah terbawa emosi.
Blue tersenyum tipis.
"Saya hanya minta pendapat anda Tuan, karena bisa saja tim penyelidik akan menginterogasi pihak-pihak atau orang yang pernah berhubungan tak baik dengan Presdir," jelas Blue lagi.
Ucapan Blue sontak membuat seluruh tubuh Dygta bergetar.
...Bersambung...
tp kecolongan mulu...😆😆😆