"Bapak, neng lelah kerja. Uang tabungan untuk kuliah juga gak pernah bisa kumpul. Lama-lama neng bisa stress kerja di Garmen. Cariin suami yang bisa nafkahi neng dan keluarga kita, Pak! Neng nyerah ... hiikss." isak Euis
Keputusasaan telah memuncak di kepala dan hati Euis. Keputusan itu berawal karena dikhianati sang kekasih yang berjanji akan melamar, ternyata selingkuh dengan sahabatnya, Euis juga seringkali mendapat pelecehan dari Mandor tempatnya bekerja.
Prasetya, telah memiliki istri yang cantik yang berprofesi sebagai selebgram terkenal dan pengusaha kosmetik. Dia sangat mencintai Haura. Akan tetapi sang istri tidak pernah akur dengan orangtua Prasetyo. Hingga orangtua Prasetyo memaksanya untuk menikah lagi dengan gadis desa.
Sebagai selebgram, Haura mampu mengendalikan berita di media sosial. Netizen banyak mendukungnya untuk menghujat istri kedua Prasetyo hingga menjadi berita Hot news di beberapa platform medsos.
Akankah cinta Prasetyo terbagi?
Happy Reading 🩷
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 : Peperangan Dengan Diri Sendiri.
Happy reading 🩷🩷
Jam 19.00, Malam yang memikat di Pinggir pantai Legian...
Pras mengusap lembut rambut Euis dengan segenap rasa sayang dan cintanya. Membiarkan dadanya dijadikan tempat ternyaman sang istri untuk melabuhkan semua kesedihannya.
"Semua salahku... " lirih Pras, suaranya sangat halus dan bergetar, menyimpan beban berat yang ia tanggung untuk perjalanan cintanya pada Euis.
"Lebih baik aku menyerah... " balas Euis dengan suara lirih.
"Setelah kebersamaan kita selama ini, aku tidak akan sanggup kehilanganmu, Euis." sebuah permohonan dalam keputusasaan.
Pras tidak tahu lagi bagaimana cara membujuk Euis agar tidak mengucapkan kata cerai dan ingin pergi. Mati-matian Pras menahan perasaan sedih dan takut kehilangan akan sosok yang mampu melepaskan dahaganya atas kemarau kasih sayang di pernikahannya bersama Haura.
"Tapi kehadiranku salah tempat dan aku menyakiti hati wanita lain." Isak Euis kembali dan matanya yang sudah sembab kembali memanas.
"Kita semua tersakiti, terlebih kamu. Kamu tidak salah, aku lah yang menarik paksa kamu masuk dalam rumitnya masalah rumah tanggaku." sesal Pras.
"Kita permudah saja jalannya, A... Aku ingin kita selesai." tegas Euis.
"Tidak akan, kalau pun harus ada kata selesai, aku akan mengakhiri hubunganku dengan Haura, besok! Jangan pergi dariku, Euis." suara Pras tegas tanpa keraguan dan dengan dominasi penuh.
"Pergilah Aa... Edwin sahabatmu, jangan buat ia bersedih sahabatnya tidak ada yang hadir di pernikahannya. aku ingin sendiri." Euis melepas paksa rangkulan suaminya.
Pras kembali menarik tubuh Euis masuk dalam dekapannya. "Kamu lebih dari segala hal yang aku butuhkan, kamu lebih penting dari segalanya." kembali Pras mendominasi keadaan dan Euis percaya, semudah itu.
Terkadang, diam dan menyendiri adalah situasi yang paling diinginkan seseorang saat isi kepala dan hatinya membuka altar pertarungan. Hal yang paling menyakitkan bukan takut kehilangan, bukan juga sebuah perpisahan, hal yang menyakitkan adalah saat dirinya sendiri menjadi medan pertempuran.
Euis ingin merinci antara logika dan perasaan yang mulai terikat pada Sandra dan Pras. Memisahkan perasaan dan langkah terbaik bagi mereka semua.
Sebuah kata 'meninggalkan' tidaklah semudah cara bibir mengucapkannya, ada gemuruh di dada yang tidak pernah benar-benar reda. Sebuah kata 'bertahan' sangat sulit diucapkan tapi perlahan hatinya damai dan menginginkan, meskipun hidup di dalam bara api yang menyala.
Peluru kata dari suara-suara pembenci mengoyak jiwa Euis, merobek jantungnya hingga tidak berbentuk, jantung yang selama ini berdegup bagai melodi indah oleh manisnya pernyataan cinta Pras.
Sorot mata tajam dan tudingan dari para pembenci yang ia dapatkan melumpuhkan akal pikirannya, Euis seakan tersesat mencari jalan pulang. Setelah ini akankah ada yang menatapnya tanpa caci dan makian. Semua tempat terasa semakin menghimpit, tiada ruang bicara untuk membela diri.
"Setelah ini, akankah ada tempat untukku pulang... " lirih suara Euis menghentak kewarasan Pras yang sempat terjatuh terjerembab dalam bisu.
"Aku lah rumahmu, tempat kamu untuk pulang dan menepikan semua asa dan rasa. Aku tidak sedang membual, kali ini... aku tidak akan memintamu untuk bersabar, aku minta padamu... terus genggam tanganku, kita hadapi dunia yang pongah dan serakah ini, beri aku kekuatan dari sisa kesabaranmu Euis... "
Manis sekali ucapan Pras.
"Jika kita teruskan Poligami ini, kata 'aku baik-baik saja' tidak akan lagi kamu dengar dari mulutku setelah ini. Aku akan menjadi rewel dan cerewet bahkan aku akan sering menangis mungkin juga membentakmu. Aku sudah jatuh di dalam kewarasan ku." lirih Euis seraya menatap wajah Pras dengan airmata yang menggenang.
"Perempuan cerewet itu sehat lahir dan batinnya selagi kamu bicara di depanku. Jangan berperang dengan dirimu sendiri, nanti kamu akan stress tau-tau malas mandi dan hobi ngomong sendiri." seloroh Pras.
"Iih... aku lagi sedih, jangan di goda." suara manja Euis mulai terdengar. Pras tersenyum dan mengeratkan lagi pelukannya.
"Sudah kabari Edwin, Aa tidak hadir di pestanya?" tanya Euis seraya membiarkan suaminya terus mengecup seluruh wajahnya.
"Belum." singkat jawabnya
"Kabari, biar mereka tidak mencarimu." desak Euis.
"Bukan hanya mencari ku, mereka juga menginginkan kamu hadir. Edwin adalah orang pertama yang aku beritahu pernikahan kita. Untuk Haris... Aku, memang menunggu waktunya tiba." sebuah rahasia Pras gantungkan di sebaris kalimat yang meluncur dari bibirnya.
"Apa mereka memiliki level rasa sayang yang berbeda di hatimu?" tanya Euis penasaran, dan ia mencium sebuah rencana dari kata-kata suaminya.
"Level mereka sama, aku sangat menyayangi kedua sahabatku. Karena itu, aku memperlakukan keduanya dengan cara yang berbeda. Tapi dengan porsi sayang yang sama." tegas Pras.
Kruukkk...
"Aku lapar... " lirih Euis
"Ayo kita naik kapal, di seberang sana aku menyiapkan sesuatu untukmu." Pras mengedipkan sebelah matanya dan menjawil hidung bangir istrinya.
🌷🌷🌷
["Ed, sorry aku tidak hadir di pestamu malam ini, mungkin kamu sudah tahu berita yang beredar. Aku dan Euis butuh ruang untuk menenangkan diri. Sampaikan maafku pada Herlina."] Isi pesan Pras untuk Edwin
"Aku mengerti, bro! Jangan pikirkan Haris, biar aku yang akan menjelaskan padanya." balas Edwin.
Edwin menggenggam erat ponselnya, ia lalu menatap lurus ke arah Haris yang duduk gelisah di sofa ruang tunggu. "Har... Ada yang bisa kamu jelaskan tentang Haura? Mengapa aku tidak tahu?" desak Edwin.
"Apa? Haura, maksudmu? Dia istri sahabat kita, Pras." suaranya gelisah menyimpan sebuah rahasia.
"Sa-ha-bat! Apa sudah sedekat itu hubungan kita?" cecar Edwin.
"Sebenarnya Har, aku malas membahas ini sekarang. Kau tau ini acara istimewa bagiku setelah lama hubunganku dengan Herlina mengalami banyak ujian. Tapi kau! Kau sudah aku anggap adikku sendiri, kenapa kau menyembunyikannya dariku?" cecar Edwin.
"Apa yang ingin kau tahu dari masa laluku, itu masa lalu yang tidak pantas diungkit." tolak Haris dengan wajah gelisah.
"Bagiku penting. Lebih penting dari acara istimewaku hari ini. Jelaskan Har... " suara itu menuntut sebuah cerita meski akan memakan waktu lama untuk di dengarkan.
"Suatu saat akan aku ceritakan, di depan kalian berdua, juga Euis." janji Haris
"Sekarang dimana mereka? Please beritahu aku Ed, aku tidak tenang memikirkan Euis, bagaimana kondisi dia saat ini, kau... kau lihat kan videonya dia di serang orang tidak di kenal. Aku khawatir dia terluka." Haris mengguncang bahu Edwin.
"Biarkan mereka Haris, mereka suami istri sah. Pras sudah memberitahu pernikahan mereka, dan satu Minggu setelah pernikahan sirinya, ia sudah mendaftarkan pernikahannya ke KUA. Jadi Euis bukan hanya istri siri."
Prank... Bruaakk...
Haris melempar semua alat makan yang ada di atas meja ruang rapat hotel.
"Bas tard!! Kenapa dia menyembunyikannya dari kita. Apa kita tidak layak untuk dianggap sahabat olehnya!" amarah Haris semakin memuncak.
"Kamu menanyakan hal yang sama denganku tadi, apa kami tidak pantas untuk mendengar rahasiamu, Bro?!" sinis Edwin.
"Itu masa lalu!" bantah Haris dengan nada tinggi.
"Justru itu, kalau saja kamu ceritakan pada kami, Pras tidak akan mungkin menikahi Haura, dia sangat menyayangi kita, Har!" desak Edwin.
"Haura masa laluku!" tampik Haris
"Tapi dia membawa masa depanmu?!" tatapan selidik Edwin layangkan untuk Haris.
"Apa?! Kau tahu Sandra adalah anakku? Sejak kapan?" Haris terpancing, sementara Edwin terperangah... Entah sebuah kebetulan atau sebuah rahasia yang lebih besar sedang berusaha menampakkan dirinya ke permukaan.
"Sandra?! Maksudmu, dia... Anakmu juga?" cecar Edwin.
"Ed, sorry ini... Tidak! aku salah ucap." Haris membuang muka, ia mengusap kasar wajahnya.
"Hey! Rahasia apalagi ini? Har, katakan... Aku pikir hanya anak lelaki itu darah dagingmu, apa dia juga anakmu?" desak Edwin seraya menarik kerah Tuxedo hitam milik Haris.
"Anak laki-laki? Maksudmu apa, Ed?!" Haris pun menarik kerah Tuxedo navy milik Edwin.
"Kau tidak tahu?" Edwin menatap lekat manik mata sahabatnya, mencari kebohongan atau kebenaran di sana. Seketika ketegangan dan hawa dingin menyelimuti ruangan seluas 5x6 meter persegi.
Suara hentakan dari sepatu high heels beradu dengan lantai marmer terdengar tergesa mendekati ruangan di mana kedua sahabat itu saling menuntut kebenaran. "Edwin... Ayo cepat acara sudah akan dimulai." suara Grace memecah ketegangan diantara dua pria dewasa itu.
Edwin mengendurkan cengkraman tangannya di kerah jas Haris. "Urusan kita belum selesai!" kecam Edwin, lalu ia melenggang pergi meninggalkan kamar ruang rapat yang ia sewa untuk tempat kumpul khusus para sahabatnya.
Di tempat lain, di ballroom hotel.
Arini menarik lengan Hanna saat pertemuan mereka di ballroom untuk menghadiri pesta pernikahan Edwin. "Hanna! Sudah aku katakan, Euis adalah calon menantuku. Kenapa Haris masih saja memaksanya. Apa kamu tidak mengatakan pada putramu keadaan yang sebenarnya?" desak Arini.
"Rin! Mereka saling mencintai, kamu lihat Euis terlihat bahagia." sanggah Hanna.
"Kamu... Kamu, dia menangis seharian apa itu namanya dia bahagia?" jawab Arini.
"Rin, aku jadi curiga padamu, apa kau balas dendam padaku karena sudah merebut Aizul darimu? Jadi kau melarang Euis dengan Haris?" desak Hanna.
"Hanna Humaira!! Jangan libatkan masalah anak-anak kita dengan masalalu yang sudah terkubur. Aku sudah melupakan masa itu, suami kita bersahabat, tidak pantas kamu ungkit masa lalu." tegas Arini.
"Sepertinya aku memang harus jujur saat ini, Pras dan Euis sudah menikah! Jangan lagi berharap Euis jadi menantumu." dengan wajah gusar Arini meninggalkan Hanna yang terpaku.
🌷🌷🌷
"Sekarang boleh buka matamu." ucap Prasetya dengan mesra. Euis mengerjapkan kelopak matanya yang sejak tiga puluh menit lalu tertutup dasi milik Pras.
"Kita dimana ... " lirih Euis.
"Aa... Ini apa, kita akan makan malam di sini?" tanya Euis ragu.
Di depan mata, sebuah meja makan yang sudah tertata dengan peralatan makan dan dua piring steak, ditengahnya ada lilin panjang dengan apinya bergoyang karena tertiup angin, sudah menunggu kehadiran mereka. Senyum Euis terbit seperti matahari terbit di pagi hari, menghangatkan dan bersinar indah.
"Duduklah." ucap Pras lembut.
"Aku tidak tahu kamu suka daging steak bagian apa, tapi di ponsel lamamu aku pernah melihat kamu memasang wallpaper piring yang di atasnya sepotong daging bakar, terlihat enak." ucap Pras sambil menarik senyuman.
"Itu... Aa berlebihan, itu hanya potongan daging Qurban pembagian dari mesjid yang dibakar bapak pakai arang, saat itu kami belum menyiapkan tusukan sate, jadi dibuat barbeque ala-ala." senyuman Euis semakin melebar, dimple di pipinya terbit dan membuat wajahnya semakin bersinar.
"Lagian di tatanya juga di atas piring kaleng lurik. Gak ada kesan estetik sama sekali." imbuhnya, Euis terkekeh mengenang masa indah bersama keluarganya.
"Kapan-kapan kita barbeque di rumah bapak ya." janji Pras. Euis mengangguk setuju
...💐💐💐💐💐...
B e r s a m b u n g...
*Cuplikan dialog episode selanjutnya*...
"*Saya menerima nasib saya diduakan suami, di saat saya baru saja melahirkan putri untuknya. Tolong jangan hujat lagi suami saya, dia suami yang baik dan kami saling mencintai. Untuk kamu, wanita yang merusak rumah tanggaku... Kita sama-sama perempuan, tidak seharusnya kita saling menyakiti, aku memaafkan kamu... " ucap Euis dengan nada suara bersedih dan tatapan mata yang lemah di depan ratusan kamera dari berbagai media nasional maupun media online saat press conference*.
Terima kasih untuk dukungannya selama ini, jangan lupa tinggalkan jejak ya gaes... 🩷🩷
emang udh sejak awal sih ya,, seperti Haura yg pake jampi2 buat Aa...
atau... ada sangkut paut masa lalu 🤔
trus stewart itu ya Albert itu?
waaahhhh 😱😱😱