Jangan pernah sesumbar apapun jika akhirnya akan menelan ludah sendiri. Dia yang kau benci mati-matian akhirnya harus kau perjuangkan hingga darah penghabisan.
Dan jangan pernah meremehkan seseorang jika akhirnya dia yang akan mengisi harimu di setiap waktu.
Seperti Langit.. dia pasti akan memberikan warna mengikuti Masa dan seperti Nada.. dia akan berdenting mengikuti kata hati.
.
.
Mengandung KONFLIK, di mohon SKIP jika tidak sanggup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Bumil perasa.
Rasa rindu yang membuncah akhirnya nyaris terselesaikan juga. Bang Ratanca melihat Dinar sudah berada di ambang batasnya, istri kecilnya itu sudah mengejang meronta-ronta. Tanpa banyak bicara, Bang Ratanca pun menuntaskan semua tanpa sisa.
Desah penuh kelegaan mengisi jam malam Bang Ratanca dan Dinar. Tenaga Bang Ratanca rasanya sudah terkuras habis. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya juga tubuh Dinar yang mulai berisi.
Dalam hitungan detik, kesadaran Bang Ratanca pun hilang begitu pula dengan Dinar yang ikut tertidur.
//
"Nggak.. Nada masih belum bisa menerima anak itu. Abang sudah bohongi Nada..!!"
Secepatnya Bang Langkit menekuk kedua kakinya dan memeluk kedua kaki Nada.
"Abang minta maaf, kesalahan Abang di masa lalu sudah membuatmu terluka. Tapi Nawang juga tidak salah dek. Abang yang salah, Abang juga yang mulai merayu dan menggoda Airin lebih dulu." Kata Bang Langkit mengakui kesalahannya. Sungguh ia ingin memperbaiki diri.
"Nada nggak mau punya suami seperti Abang, Nada juga nggak mau anak ini punya ayah seperti Abang..!!!!!!! Pergi... Atau Nada yang akan pergi..!!!!!!!" Ancam Nada kemudian masuk ke dalam kamar.
jdddrr..
Bang Langkit meringkuk memeluk lututnya. Entah kenapa hidupnya semakin hancur lebur. Dari dulu dirinya merasa kalah dari sahabatnya, Ratanca. Kini Bang Langkit merasakan dan menyadari alasan dirinya selalu kalah, bahkan hinaan 'sampah' yang selalu tertuju pada Ratanca sangat pantas tersemat pada dirinya.
***
Di tengah malam buta, Dinar terbangun dari tidurnya untuk menutup gorden rumah yang belum sempat menutup jendela rumahnya.
Sekelebat dirinya melihat bayangan melintas di sekitar jalanan depan rumahnya. Bayangan hitam menenteng sesuatu. Dinar pun segera kembali masuk ke dalam kamar.
Dinar menggoyang lengan Bang Ratanca yang tidur begitu nyenyak, bahkan mungkin alarm kebakaran pun tidak bisa membangunkannya.
"Abaaang.. bangun Bang..!!" Untuk kesekian kalinya Dinar membangunkan suaminya.
"Abang sudah nggak kuat, sayaaang..!! Nanti lah, subuh lagi..!!" Jawab Bang Ratanca yang memang sudah kelelahan.
"Iihh.. ngeres. Bangun dulu Bang. Di asrama kita ada maling..!!" Kata Dinar kembali menggoyang lengan Bang Ratanca.
"Mana ada. Mau mati kah berani masuk asrama tentara?" Jawabnya lagi dengan suara parau. "Sudahlah, sini tidur.. Abang peluk lagi..!!" Tangan itu sigap menarik Dinar kemudian memeluknya lagi.
ddrrttt.. ddrrtt.. ddrrtttt
"Cckk.. siapa sih tengah malam begini telepon." Gumam Bang Ratanca, ia meraba sekitar nakas kemudian mengambil ponselnya.
"Ijin Daanki.. Letnan Langkit............"
:
Bang Ratanca mendobrak paksa pintu gudang barak bujangan, barak TaJa paling ujung barat.
"Kiiiitt, Langkiiiiitt..!!!! Mau apa kau di dalam????" Tak juga ada jawaban, Bang Ratanca kembali mendobrak pintu gudang.
braaaakkk..
"Astaghfirullah, Langkiiiitt..!!! Istighfar...!!!!" Bang Ratanca mencabut sangkur dari pinggang Prada Slamet lalu melompat dan memutus tali yang menjerat leher sahabatnya.
bruugghh....
Plaaaakk..
Bang Ratanca menampar pipi sahabatnya dengan begitu keras.
"Tutup pintunya..!!!!" Perintahnya pada Prada Dhito.
Pintu pun segera tertutup. Kini pandangan Bang Ratanca menatap tajam ke arah sahabatnya yang tengah membuat keributan pukul dua dini hari.
"Puas kau sudah membuat keributan sampai seperti ini??? Sebenarnya apa masalahmu?????" Bentak Bang Ratanca.
"Nada menyesal menikah denganku." Jawab Bang Langkit pelan. Tenggorokannya masih terasa tercekik.
"Dan bo*ohnya kau malah disini berniat mengakhiri hidupmu???? Kenapa kamu tidak bujuk Nada?????? Dia sedang hamil muda, hormon bisa membuat perasaannya tidak jelas. Sekarang kau malah belaga gila. Kau ini laki-laki macam apa???? Jangan jadi banci kau ya..!!!!" Suara Bang Ratanca masih menggelegar mengisi seluruh ruangan.
Satu hantaman kembali mendarat ke wajah Bang Langkit.
:
Para bujangan ikut di sibukkan dengan kejadian hari itu. Ada yang membawakan air hangat untuk Bang Langkit, ada yg sibuk membawakan handuk basah hangat, yang jelas hari ini.
"Tolong buatkan saya kopi hitam, pahit tanpa gula..!!" Pinta Bang Ratanca. Suami Dinar itu sampai mengurut pangkal hidungnya. Dirinya masih tidak habis pikir dengan kelakuan sahabatnya.
"Kenapa kamu tidak biarkan saya mati?" Bang Langkit mulai bisa bersuara setelah beberapa saat lamanya hanya bisa terdiam.
Seketika amarah Bang Ratanca kembali merangkak naik.
"Sammy.. dimana golokmu????? Ada yang ingin saya tebas lehernya..!!!" Teriak Bang Ratanca.
"Kau serius benar-benar ingin membunuhku, Ran???" Tanya Bang Langkit.
"Kalau kau takut mati, jangan asal bunyi..!!!! Ku jerat juga leher kau itu."
Suara Bang Ratanca begitu menggelegar, tidak ada satupun anggota yang tidak gelisah mendengar suara Letnan Ratanca.
Tak lama ponsel Bang Ratanca bergetar, tangannya mencabut ponsel masih dengan gagah penuh wibawa namun saat melihat nama 'GUSTI MAJIKAN NDORO JURAGAN', ekspresi wajahnya mulai berubah.
"Assalamu'alaikum sayang, ada apa cinta??" Jawabnya dengan nada penuh kelembutan hingga membuat seisi ruangan ternganga.
"Dinaar.. Dinaaarrr...." Terdengar suara Isak tangis di seberang sana. Tanpa banyak bicara, Bang Ratanca keluar dari gudang dan langsung mengambil motornya dan secepatnya pulang ke rumah.
:
braaaakkk..
"Deeekk.. sayaang, ada apa??" Tanya Bang Ratanca yang masih ngos-ngosan berlarian karena takut terjadi sesuatu dengan Dinar.
"Abang, Dinar sedih si Kohar putus sama Ijah." Kata Dinar kemudian menunjukan film pada aplikasi di ponselnya.
"Oohh Tuhan..!!!" Bang Ratanca terduduk lemas kemudian meraup wajahnya. Hendak menangis tapi air matanya kering, hendak marah tapi tidak tega melimpahkan kesal pada sang istri.
Sesaat sebelum meninggalkan rumah, Bang Ratanca membuka aplikasi Retplix agar Dinar bisa menonton film dan tenang di rumah. Tapi kenyataannya saat ini malah membuat dirinya kaget setengah mati.
"Ini gimana Bang?? Kalau mereka putus, nggak jadi kawin, donk?" Tanya Dinar.
"Mana Abang tau, memangnya Abang sutradaranya?????"
"Tapi Kohar ganteng, Bang. Dinar nggak mau Kohar di gantikan laki-laki yang lain." Jawab Dinar.
"Abang kurang ganteng????? Apa harus Abang gantikan di Kohar untuk nikahi Ijah????" Gerutu Bang Ratanca yang kini terpancing emosi.
"Setelah Mbak Airin, sekarang Abang mau nikahi Ijah anaknya Pak lurah??????"
Bang Ratanca menepuk dahinya. "Lurah bagian kidul??????? Cenat cenut kepala Abang mikir kamu, dek."
.
.
.
.