Jihan, harus memulai kehidupannya dari awal setelah calon kakak iparnya justru meminta untuk menggantikan sang kakak menikahinya.
Hingga berbulan-bulan kemudian, ketika dia memutuskan untuk menerima pernikahannya, pria di masa lalu justru hadir, menyeretnya ke dalam scandal baru yang membuat hidupnya kian berantakan.
Bahkan, ia nyaris kehilangan sang suami karena ulah dari orang-orang terdekatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29
Ku kira ketika sampai di rumah, mas Sagara akan mencecarku dengan pertanyaan atau intimidasi yang ujung-ujungnya ribut seperti biasa. Tapi dugaanku keliru, pria itu justru diam tanpa sepatah kata semenjak dari toko menuju rumah, setibanya di rumah dia masih diam dan langsung ke kamarnya.
"Ada apa dengannya?" Aku bergumam kecil. "Apakah dia sudah mulai bosan dengan sikapku? Kalau iya, bagus dong sebentar lagi cerai"
Diam-diam aku menyunggingkan senyum penuh kemenangan.
"Supaya semakin tak tahan dengan kelakuanku, aku akan memasak pakai minyak wijen"
Meletakkan tas di atas sofa ruang tv, ku lirik jam dimana jarum panjang ada di angka tujuh dan jarum pendek mendekati angka lima. langkahku lalu tertuju ke arah dapur, mencuci tangan sebelum mengeluarkan bahan makanan dari dalam kulkas.
Tepat pukul setengah enam, aku sudah selesai masak, ku tata hasil masakanku di atas meja makan, lalu ku tutup dengan penutup makanan.
"Surprise buat kamu mas" Lirihku tersenyum licik. "Aku pengin lihat malam ini kamu nggak bisa tidur karena alergimu, dan besok nggak bisa ke kampus biar aku bisa rilex sejenak tanpa kamu datang ke kelas"
Melangkah meninggalkan area dapur sekaligus tempat makan, aku berjalan menuju kamar.
Ketika pintu terbuka, ku lihat dengan sepasang mataku pria itu tengah duduk santai di atas ranjang, punggungnya bersender pada headboard, kakinya terjulur panjang, dan matanya menatap layar laptop.
Mata itu melirikku sekilas sebelum kemudian kembali mengarahkannya ke benda di atas pangkuannya.
Sama seperti mas Sagara yang diam, akupun mengabaikannya, dan dengan cueknya menuju lemari untuk memilih baju ganti.
Aku mandi, selesai mandi, tak ku temukan mas Sagara di tempatnya tadi, ku erdarkan pandangan ke arah balkon. Pria itu juga tak ada di sana.
"Kemana dia?" Gumamku masih dengan mata melirik ke penjuru sudut ruangan.
"Apa nonton tv di luar? Atau lagi di ruang kerjanya?"
Tak ingin menebak-nebak lebih jauh, aku memilih melaksanakan sholat karena adzan maghrib sudah berkumandang.
Usai sholat aku keluar dari kamar, mencari dimana keberadaan mas Sagara untuk mengajaknya makan malam.
"Mas" Ku ketuk pintu ruang kerjanya pelan.
"Masuk!"
Mendengar sahutan dari dalam ruangan, secara reflek tanganku memutar handle pintu kemudian membukanya.
"Makan malam sudah siap, mas. Kita bisa makan sekarang"
"Sebentar lagi" Saat ini mas Sagara tengah sibuk memasukkan barang-barangnya ke kotak kardus berukuran 50Cm.
"Oh ya, setelah makan, tolong kardus beserta isinya di buang ya, atau kamu bisa kasihkan ke satpam bawah"
Keningku mengernyit heran, barang masih sebagus itu, mas Sagara mau membuangnya? Apa nggak sayang?
"Mau di buang mas?" Tanyaku memastikan.
"Hmm"
"Kok di buang? Kan masih bagus-bagus dan masih bisa di pakai"
"Mau menyingkirkan masa lalu" Jawabnya tanpa melihatku.
"Menyingirkan masa lalu? Maksud mas?"
"Bukankah salah, jika kita masih menyimpan barang-barang pemberian dari seseorang yang sudah menjadi milik orang lain?"
"Apa maksud mas, kak Lala?" Tanyaku ingin tahu.
"Iya"
"T-tapi apa hubungannya barang-barang itu dengan kak Lala?"
"Karena ini adalah pemberiannya"
"Pemberian kak Lala? Jadi kak Lala pernah beli barang-barang mewah buat mas?"
Mas Sagara mengangguk, lalu berkata. "Setiap kali aku memberi sesuatu pada kakakmu, besoknya dia langsung membelikan sesuatu juga padaku, meskipun barangnya berbeda, tapi harganya nyaris sama seperti barang yang sudah ku beli dan ku berikan padanya"
"Itu bagus dong, setidaknya kak Lala juga perhatian ke mas" Potongku cepat.
"Awalnya aku berfikir begitu" Mas Sagara menatapku sesaat. "Tapi setelah tahu barang yang ku beri padanya tak pernah di pakai, aku jadi berprasangka kalau dia memberi barang untukku karena dia menolak pemberianku. Dan dengan dia memberiku balik, itu cara dia menolak secara halus. Apalagi saat tahu kalau piyama tidur yang pernah ku beli untuknya di pakai olehmu"
"P-piyama?"
"Piyama yang sedang kamu pakai itu" Mas Sagara melirik piyama yang saat ini sedang ku kenakan. "Adalah piyama yang ku beli di Australia khusus untuk Lala"
Aku tercenung dengan ungkapannya. Memang benar aku dapat piyama ini dari kakak, tapi sama sekali nggak tahu kalau itu pemberian dari mas Sagara.
Karena aku melihat kakak sedang memasukan piyama cantik ini ke dalam kardus yang hendak di sumbangkan, terlalu sayang juga akhirnya ku minta. Dan kakak nggak mengatakan apapun saat memberikannya padaku.
Astaga, baju tidur ini sudah berulang kali ku pakai, ternyata mas Sagara yang beli...
Duhh.. Kenapa jadi merasa nggak enak gini.
"Nggak cuma piyama itu" Katanya membuyarkan lamunanku. "Tas yang sering kamu pakai juga pemberianku"
"Tas yang hitam itu?"
"Hmm"
Aku juga dapat barang itu dari kakak. Seperti biasa aku minta ketika kakak memyimpannya ke kardus untuk di kumpulkan dan kalau sudah penuh akan di sumbangkan ke panti asuhan.
Astaghfirullah, kak Lala.. Kakak nggak menghargai pemberian orang, jika kakak nggak cinta, setidaknya jangan memberikan barang pemberian mas Sagara ke aku kan.
Ku hela nafas panjang. Merasa kian malu karena di kuliti mas Sagara.
"Maaf aku nggak tahu" Ujarku dengan nada rendah. "Kalau aku tahu itu dari mas, aku nggak akan memintanya"
Pria di depanku tersenyum miring.
"Berkat kejadian Tera memasuki kamar kakakmu, aku jadi tahu ternyata Lala melakukan itu karena dia nggak cinta ke aku"
"Maafin kakakku, mas"
"Nggak masalah, aku sudah melupakannya"
Nggak bisa bayangin gimana perasaan mas Sagara. Pasti sakit.
"Okay, semua sudah ku masukkan, tolong buang kardus ini"
"Ini semua barang-barang pemberian kakak?"
Pria itu meresponku dengan anggukan kepala lengkap dengan bibir terkatup dan kedua alis terangkat.
"I-iya nanti setelah makan malam akan ku berikan pada satpam bawah. Siapa tahu berguna bagi dia"
"Ide bagus, terimakasih" Ucapnya lalu mengayunkan kakinya keluar dari ruang kerja.
Saat mas Sagara sudah tak lagi tampak, ku dekati kotak yang ada di atas meja, ku buka kembali dan aku mendapati bingkai berisi foto kak Lala.
"Ini kan kakak, mau di buang juga?"
"Nggak bisa" Tambahku menggelengkan kepala.
"Akan ku simpan saja" Aku menoleh ke arah pintu, memastika pria itu tak melihatku.
"Akan ku simpan di bawah kolong lemari untuk sementara, kalau mas Sagara mandi, aku bisa mengambilnya lalu menyimpannya di koperku"
Lantas ku lihat lebih dalam lagi isi dari kardus berwarna coklat.
Ada tas, piyama tidur, sepatu, kacamata, jam tangan dan masih banyak yang lainnya..
Ahh semuanya branded, pasti mahal-mahal.
Puas melihat-lihat isinya, aku bergegas menyembunyikan bingkai foto kak Lala di bawah lemari buku.
"Semoga mas Sagara nggak tahu" Harapku sedikit agak cemas.