NovelToon NovelToon
RAMALAN I’M Falling

RAMALAN I’M Falling

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romantis / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Enemy to Lovers
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Tinta Selasa

Soraya adalah gadis paling cantik di sekolah, tapi malah terkenal karena nilainya yang jelek.
Frustasi dengan itu, dia tidak sengaja bertemu peramal dan memeriksa takdirnya.

Siapa sangka, selain nilainya, takdirnya jauh lebih jelek lagi. Dikatakan keluarganya akan bangkrut. Walaupun ada Kakaknya yang masih menjadi sandaran terahkir, tapi Kakaknya akan ditumbangkan oleh mantan sahabatnya sendiri, akibat seteru oleh wanita. Sementara Soraya yang tidak memiliki keahlian, akan berahkir tragis.

Soraya jelas tidak percaya! Hingga suatu tanda mengenai kedatangan wanita yang menjadi sumber perselisihan Kakaknya dan sang sahabat, tiba-tiba muncul.



Semenjak saat itu, Soraya bertekad mengejar sahabat Kakaknya. Pria dingin yang terlanjur membencinya. ~~ Bahkan jika itu berarti, dia harus memaksakan hubungan diantara mereka melalui jebakan ~~

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tinta Selasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 34

TUK, TUK, TUK.

“Rex, Rex? Ayo sarapan.”

Melihat pintu yang tidak kunjung dibukakan setelah beberapa kali panggilan, Taira mulai merasa aneh. Dia mungkin belum lama tinggal dengan sang Kakek dan Rex, tapi dia tahu salah satu kebiasaan yang paling pasti Rex, yakni bangun pagi-pagi.

Sepupunya itu akan bangun sebelum matahari terbit, mengambil waktu untuk olahraga, bahkan jika itu akhir pekan sekalipun. Jadi jika ada situasi tidak biasa, itu akan sangat jelas.

“Anak ini kenapa yah?” Bingung Taira yang masih setia di pintu. Pikirannya ke sana kemari mencari dugaan, tapi jatuh pada yang paling klise. “... Atau jangan-jangan, dia sakit makanya belum bangun?”

Memikirkan ini, Taira menjadi sangat khawatir. Dia pun tambah menggedor pintu Rex, kali ini dengan tenaga lebih. "REX! BUKA HEI!"

Ketukan, gedoran, dan tambahan teriakan Taira, membuat Rex yang sebenarnya sudah dengar sejak tadi akhirnya tidak tahan juga.

Dengan perasaan kesal yang tidak terjelaskan, dia membuka pintu dengan malas.

KLEK.

“Ada apa?”

Taira yang sedikit terkejut, langsung mengambil tatap memastikan keadaan sepupunya itu.

“Rex, kenapa kamu tidak, wow ….” Perkataan Taira terhenti manakala dilihatnya lingkaran gelap di mata Rex. Benar-benar terlihat mencolok, karena kemarin tidak begitu sama sekali.

“Rex, kamu ….”

Rex tanpa menanggapi, hanya berbalik kembali ke tempat tidur, dengan menelungkup seluruh tubuhnya. Dia menolak untuk ditatap dengan penampilannya sekarang ini, dan juga menolak ditanyai. Karena dia sendiri tidak yakin, kenapa dia begini.

Beruntung Taira secara cerdas, mengenali bahwa itu bukanlah sakit fisik seperti yang dikiranya.

“Ehem, ...” Dia yang menyadari buruknya suasana hati Rex, berdehem pelan. Tidak mau langsung bertanya, dan memilih duduk di samping tempat tidur. Butuh cukup waktu, sebelum akhirnya membuka percakapan.

“Rex, kamu kenapa? Kalau semisal kamu ada masalah, boleh kok kamu cerita ke aku. Siapa tahu aku bisa bantu.” Tawarnya, yang mendapat gelengan penolakan Rex.

Tapi Taira tidak mau menyerah begitu saja. Selain khawatir, ini pertama kalinya dia melihat Rex tampak tidak jelas dengan aura yang tidak bersemangat.

“Rex ayolah, aku ini adalah sepupu mu bukan orang lain.” Bujuk Taira pelan.

Akhirnya setelah berkali-kali bujukan, Rex pun merubah posisi menjadi duduk. Meski mata pandanya masih menggelikan Taira, tapi dia tidak peduli.

“Rex kamu—”

“Jadi kau kenal Rafael sialan itu?”

Mendengar nama Rafael dengan tambahan kata tidak pantas di belakangnya, Taira sampai memundurkan kepalanya, dengan tambahan perasaan tidak senang secara alami. “Rex, kamu ini apa-apaan? Bisa ya kamu, enteng begitu mengatai orang lain.”

Rex berdecak kecil. “Ya bukan gitu juga, … ck, ya tapi intinya kau kenal dekat dengan Rafael itu?”

Mendengar kata dekat, entah kenapa Taira tidak bisa menahan panas di pipinya. Padahal jangankan dekat dengan Rafael, dia bahkan tidak berani mengatakan mereka cukup layak untuk disebut teman.

“Ehm, ya lumayan. Sudah berapa kali bertemu. Memang kenapa? Ada apa dengan Rafael?”

“Ditangkap polisi, membobol Bank.”

“APA?” Taira terkejut sampai berdiri, matanya membulat sempurna. Melihat ini, Rex tidak tahan menampilkan kekehan sinisnya.

Sewaktu melihat pipi Taira memerah hanya dengan satu pertanyaan mengenai Rafael, Rex menduga sepupunya yang baru datang itu, mungkin mengagumi Rafael. Lagipula tidak begitu mengherankan. Dia yang juga seorang pria dengan banyak penggemar, masih mengakui kalau Rex lebih tampan darinya.

“Rex, kamu ini. Kalau bercanda jangan begitu!” Protes Taira yang sudah blank karena keterkejutan.

Dengan pipi mengembang cemberut Taira pun kembali duduk. Hal ini membuat Rex yang sudah lama kesal sedikit terhibur.

Dengan pelan dan lebih terkendali, dia kemudian memulai cerita tentang pertemuannya dan Rafael. Dia menjelaskan sedikit tentang rasa tidak nyamannya, yang kemudian berkembang besar hingga membuatnya tidak bisa tidur sama sekali.

“Jadi Rafael tidak mengizinkan kamu untuk datang kesana, meskipun untuk mengucapkan selamat tinggal pada Soraya?”

Rex mengangguk. “Dia bilang, kalau memang tidak ada apa-apa diantara aku dan cantik, maka tidak perlu ada ucapan selamat tinggal.”

Taira terdiam sejenak. Dia sedikit bingung sekarang, mengira-ngira tidakkah dia sudah membuat pertengkaran. Bagaimanapun dia tidak pernah mendengar dari Soraya langsung tentang hubungannya dengan Rex, dan Rex yang sangat bersikeras tidak ada hubungan apa-apa diantara mereka.

Tapi apapun itu, Taira tidak terlalu ingin tahu saat ini. Karena kalaupun Soraya berbohong, mungkin hanya karena iseng atau bosan.

Malahan disini, dia sangat setuju dengan Rafael. Kalau memang seperti yang dikatakan Rex, bahwa tidak ada apa-apa diantara mereka, maka tidak perlu ada ucapan selamat tinggal.

Rex yang mendengar Taira berseberangan pendapat dengannya, dan terkesan membela Rafael, menjadi semakin kesal. Sebenarnya dia sudah kesal sejak kemarin. Sejak dimana Rafael menolak dia untuk ikut menjemput Soraya, lalu menolak hak yang diberikan Ros baginya, untuk datang menengok Soraya sebelum berangkat.

Dengan gengsi memikirkan semua hal ini, Rex sempat merasa sangat konyol kalau dia memaksa pergi. Semua penolakan dan larangan Rafael sebagai Kakak Soraya, menyakiti hati dan harga dirinya.

“Baiklah, tapi apa hubungan semua ini dengan mood-mu yang tampak tidak baik?” Tanya Taira yang membuat Rex memalingkan wajahnya.

Entah darimana dia akan mengakui, bahwa dia sebenarnya ingin sekali bertemu Soraya sebelum kepergian gadis itu, namun terhalang oleh ucapan Rafael padanya. Inilah yang membuatnya tidak bisa tidur sepanjang malam, meski dia sangat ingin. Dia kesal dan marah.

Mendengar ini, alis Taira terangkat sambil menunjukkan deretan gigi putihnya.

“Rex, kamu suka Soraya ya?”

Rex mengusap wajahnya. “Taira, kau cerdas tapi tidak dalam hal ini.” Tolak Rex dengan satu kalimat. Dia senang dengan Soraya karena kepribadiannya yang lucu dan menghibur. Tidak lebih sama sekali.

Dia yakin, ini hanyalah segelintir rasa bersalah akibat tidak bisa menemui gadis itu menjelang kepindahannya.

Mendengar semua pendapat Rex mengenai Soraya, Taira malah menjadi trauma sendiri. Bayangkan memiliki seorang yang kau sukai, dan dia memperlakukanmu dengan baik, tapi ternyata hanya karena dia merasa kau lucu.

“Itu sikap seorang bajingan.”

“Apa?”

Taira mengangguk mantap, “Ya, aku pikir sikapmu yang tidak jelas persis seorang bajingan.”

“Oh Tuhannnn ….” Rex mengambil selimut untuk menutupi wajahnya. Jika dia tahu bicara dengan Taira akan berujung seperti ini, dia tidak akan mau membuka pintu.

“Sudah keluar saja kau!” Usir Rex, yang mendapat gelengan Taira.

“Tidak, jangan begitu. Mari pergi dan lihat, apa Soraya sudah pergi atau belum? Aku akan menghubungi Sean, dan meminta nomor Rafael untuk memastikan.”

“WHAT?” Rex melompat dari tempat tidur, mendengar ini. Tapi Taira yang kukuh, mengambil ponselnya untuk menghubungi Sean.

Beruntungnya, Sean tanpa kesulitan bisa dihubungi dan langsung memberi nomor Rafael. Tapi ketika nomor Rafael masuk, Taira malah menjadi gugup sendiri.

Rex yang berdiri di belakang kursi Taira, melihat semua gerakan jari-jari Taira yang aneh, yang antara ingin menelepon atau tidak.

“Cepat telepon dia!”

Taira mengangkat kepalanya menatap Rex, “Tapi kamu yang bicara ya?”

“Omong kosong! Bagaimana bisa dia ingin bicara denganku?”

Taira yang menghadapi kekesalan Rex, hanya menelan ludah pahit. Tapi entah kenapa, dia merasa gugup sampai perutnya sakit. Benar-benar sakit, sampai dia ingin ke toilet.

“Eh Rex, kamu tunggu sebentar. Aku ke toilet----”

Rex yang sebenarnya juga menunggu dengan gugup, bertambah kesal kepada Taira. Membuatnya tidak tahan, untuk menoel kepala sepupunya itu.

“Sudahlah, keburu pergi dia!"

1
Esti Purwanti Sajidin
wedewwww lanjut ka sdh tak ksh voteh
Nixney.ie
Saya sudah menunggu lama, cepat update lagi thor, please! 😭
Ververr
Aku udah rekomendasiin cerita ini ke temen-temen aku. Must read banget!👌🏼
Oralie
Masuk ke dalam kisah dan tak bisa berhenti membaca, sebuah karya masterpiece!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!