Yang satu punya banyak problematik, yang satunya lagi bocah bebas semaunya. Lalu mereka dipertemukan semesta dengan cara tak terduga.
Untuk tetap bertahan di dunia yang tidak terlalu ramah bagi mereka, Indy dan Rio beriringan melengkapi satu sama lain. Sampai ada hari dimana Rio tidak mau lagi dianggap sebagai adik.
Mampukah mereka menyatukan perasaan yang entah kenapa lebih sulit dilakukan ketimbang menyingkirkan prahara yang ada?
Yuk kita simak selengkapnya kisah Indy si wanita karir yang memiliki ibu tiri sahabatnya sendiri. Serta Rio anak SMA yang harus ditanggung jawabkan oleh Indy.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Tok.. tok.. tok..
Pintu terbuka, Rio nongol di balik pintu sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"Ada apa kak?"
"Aku cuma mau tanya, apakah aku sudah boleh minum es?"
Rio menghela nafas seraya tersenyum. Dimintai pendapat seperti ini menjadikannya terasa berarti dalam hidup Indy. Rio menatap mata Indy penuh sayang, lalu tangannya terulur untuk memeriksa dahi, pipi, kemudian leher wanita itu dengan punggung tangannya.
"Boleh. Sebentar, aku ambilin." Rio berlalu melewati Indy sambil mencubit lembut hidung gadis itu.
"Ih, udah mulai berani kamu ya!"
Keduanya kemudian tergelak. Mereka berakhir duduk di sofa ruang tengah sambil menghidupkan televisi. Indy merebahkan tubuh, menyandarkan kepala di pangkuan Rio.
"Kamu mau nanya apa sama aku?" kata-kata Rio di sekolah masih jelas dalam ingatan, maka Indy menagihnya sekarang.
Rio mengusap-usap rambut Indy, "aku mau tanya, apa ada yang mau kamu ceritakan padaku?"
"Cerita apa?"
"Apa aja yang ingin kamu ungkapkan tapi belum bisa."
Indy bangun dari rebahannya. Dia menatap kedua obsidian Rio.
"Tidak ada yang ingin aku ceritakan Yo. Aku yakin tidak ada cerita tentang ku yang belum aku ceritakan padamu. Memangnya ada apa?"
Baiklah, entah Indy berbohong ataupun lupa, Rio hanya bisa maklum dengan jawaban yang dilontarkan Indy. Tetapi Rio masih berniat usaha mengoreknya sekali lagi.
"Tidak apa-apa, aku cuma nanya aja. Oh iya, aku minta maaf waktu kita di kejar penguntit ternyata mobil kamu tergores. Aku akan memperbaikinya."
"It's okay Yo, itu gampang-- " Indy tersentak, nafasnya tercekat menyadari sesuatu yang selama ini ia takuti. Wajahnya turut menegang, "Kamu.. kamu sudah tahu?!" suaranya bergetar. Rio mengangguk pelan.
"A-ku.. minta maaf. Aku benar-benar tidak sengaja, bahkan aku tidak tahu malam itu sudah.. Rio, sumpah aku tidak sengaja. Ampuni aku." Gadis itu bersimpuh di hadapan Rio. Ia menundukkan kepala, tidak berani menatap wajah pemudanya. Kalau Rio tidak segera membangunkan Indy untuk kembali duduk di sofa bersamanya, Indy mungkin memeluk kaki Rio, meminta pengampunan.
"Sudah, jangan seperti ini. Aku tidak marah padamu. Kejadian itu bukanlah penyebab aku kehilangan bapak. Bapak berpulang memang sudah waktunya. Lagipula, saat kamu tidak sengaja menyenggol, Bapak juga tidak terjatuh ke jalanan. Jangan salahkan dirimu sedalam ini sampai kamu merasa aku adalah tanggungjawab mu. Aku ikhlas menerima takdir ini."
Indy memeluk Rio, membenamkan wajahnya di pundak laki-laki itu.
"Jangan ada yang di tutup-tutupin lagi ya kak. Aku mau kita saling terbuka."
Indy mengangguk setuju dalam pelukan.
"Setidaknya beri aku hukuman Rio, agar perasaanku lebih baik."
"Oke, aku akan hukum kamu tapi maaf, aku mau lihat wajah kamu sebentar saja."
Indy pun melepaskan pelukannya lalu menatap wajah Rio dengan matanya yang berembun. Rio menangkup pipi Indy dengan kedua tangan.
"Hukumannya kamu pergi sama aku ke makam bapak, bagaimana?"
"Aku mau."
Dan Rio menarik kembali Indy kedalam pelukan.
...*****...
Do'a yang di langitkan Rio dan Indy sudah selesai terucap. Bunga sudah di tabur di atas pusara. Air mawar turut menyirami tanahnya.
Keduanya beranjak pergi meninggalkan area pemakaman. Sekali lagi, Indy menengok ke belakang menatap bunga kamboja yang berjatuhan di atas banyaknya kematian. Terlintas di benaknya tentang mimpi yang akhir-akhir ini datang. Gelap. Indy tidak bisa melihat apapun di dalam mimpinya.
Ia tersenyum getir.
"Kak, ada apa? apa ada benda milik kamu yang jatuh?" Rio bertanya karena memperhatikan Indy terus melihat ke belakang.
"Tidak ada. Oh iya, aku minta tolong antar ke suatu tempat mau tidak?"
"Kemana kamu mau pergi, aku pasti antar."
"Kalau begitu, antar aku ke tempat proyek cabang Starqueen yang ada di kota K. Tempo hari aku dan Vena kesana malah mengalami peristiwa mengerikan. Untung kamu cepat-cepat datang Yo. Makasih ya kamu selalu ada di saat genting seperti itu. Aku heran sama kamu, padahal aku jarang mengabarkan aku ada di mana kalau kamu lagi gak nanya aku dimana. Tiba-tiba nongol aja. Kamu bukan hantu kan?" Indy korban novel dengan cerita sudah baper selalu dijaga, tapi ternyata bukan manusia. Dia takut cerita cintanya seperti itu.
"Hehe, aku bukan hantu. Tuh lihat, napak ke tanah. Jantungku juga berdetak. Hp kamu sudah aku pasang sesuatu agar selalu terhubung dengan ku. Aku bisa tahu kamu ada dimana. Aku juga bakal tahu kalau kamu berpaling dari aku."
"Kamu nuduh aku selingkuh? kamu kali yang ada pikiran buat selingkuh. Awas aja ya Rio, kalau sampai kamu nikahnya bukan sama aku, mending mati aja."
"Ish, nih mulutnya minta di bungkam. Aku nikahnya cuma sama kamu aja My Indy, tidak dengan yang lain. Lebih baik kita segera ke kota K."
"Ayo. Oh ya, gimana perkembangan penangkapan orang-orang yang telah menyerang ku? apa ada kabar dari Lukas?" Lukas yang telah mengurus masalah ini. Rio dan Lukas saling bertukar kabar.
"Sudah tertangkap tapi sebagian. Mereka bersikukuh hanya seorang perampok, bukan orang suruhan."
"Waw, pelakor itu benar-benar memperhitungkannya dengan teliti. Ah sudahlah, aku tidak lagi ingin membahas dia."
Mereka melanjutkan perjalanan ke tempat yang Indy tuju. Rio menghubungi orang-orangnya, juga bodyguard yang belakangan mengawal Indy selagi wanita itu tidak di samping Rio. Perasaan Rio mendadak tidak enak, namun ia hanya bisa menelannya sendiri karena tidak mau menghilangkan keceriaan Indy yang sedang berceloteh riang.
Sementara dibelahan bumi yang lain, Junifer menatap nanar jendela, memandangi suasana kota dari lantai lima puluh gedung perkantoran Naga grup.
"Eksekusi dengan baik, jangan sampai gagal lagi."
"Baik."
.
.
.
Bersambung.
Heh, jd keinget gaya helikopter nya Gea sm Babang Satria🤣