Hilya Nadhira, ia tidak pernah menyangka bahwa kebaikannya menolong seorang pria berakhir menjadi sebuah hubungan pernikahan.
Pria yang jelas tidak diketahui asal usulnya bahkan kehilangan ingatannya itu, kini hidup satu atap dengannya dengan status suami.
" Gimana kalau dia udah inget dan pergi meninggalkanmu, bukannya kamu akan jadi janda nduk?"
" Ndak apa Bu'e, bukankah itu hanya sekedar status. Hilya ndak pernah berpikir jauh. Jika memang Mas udah inget dan mau pergi itu hak dia."
Siapa sebenarnya pria yang jadi suami Hilya ini?
Mengapa dia bisa hilang ingatan? Dan apakah benar dia akan meninggalkan Hilya jika ingatannya sudah kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
STOK 11: Kamu Siapa?
Dua hari panen kentang berlangsung, dan sejak kejadian waktu itu Anjar tidak lagi menampakkan dirinya. Entah sudah kapok atau sedang merencanakan hal lain. Tapi menurut Tara, wanita itu tidak akan berhenti secepat itu menyerah. Ia sering menemukan orang semacam itu di kehidupannya di kota. Mengusik orang yang sebenarnya tidak pernah merugikan dirinya.
" Udah dimasukkan ke mobil semua Ka?"
" Sudah Pak, sudah masuk. Oh iya ini mau dibawa kemana Pak."
" Ke kota Ka."
Tara mengerti, ia lalu menawarkan diri untuk mengemudikan mobilnya. Setidaknya dia cukup percaya diri menyetir mobil ketimbang mencangkul tanah.
Sulis awalnya ragu, tapi kemudian ia setuju dengan usul menantunya itu. Lagi pula menurutnya, menantunya itu dari pertama kali datang masih belum melihat manapun wilayah sekitar. Ini akan jadi kesempatan Sulis untuk mengenalkan kampung halamannya.
" Oke, ayook. Bilang dulu sama Hilya ya?"
" Aduh Pak, jangan. Nanti pasti nggak boleh sama Hilya."
Sulis tertawa keras, ia sedikit merasa geli dengan ekspresi Tara itu. Tapi dia paham kekhawatiran Tara. Jika mengatakan tujuannya, pasti oleh Hilya akan dilarang.
Tara dan Sulis masuk ke dalam mobil dan mereka melajukan mobil menuju tempat yang ingin di datangi. Sepanjang perjalanan, Tara sungguh menikmati pemandangan yang ia lewati. Tapi tetap ia harus berkonsentrasi dalam mengemudi karena jalanan turun menukik tajam serta berkelok, khas jalanan perbukitan.
Hamparan tanaman hijau sungguh memanjakan mata, bahkan di beberapa tempat yakni sekitar di ketinggian tertentu, kabut terlihat turun. Desa Dieng sering disebut desa tertinggi, hawa dingin bahkan bisa mencapai nol derajat jika musim kemarau. Embun upas, atau embun yang membeku menjadi destinasi wisata yang banyak diminati oleh para pelancong.
" Apa mungkin ditempat asalmu kamu nggak pernah lihat yang sepeti ini?"
" Aah, entahlah Pak. Sepertinya tidak. Soalnya saya merasa sangat senang dan takjub saat melihatnya."
Alasan yang mengalir dengan sendirinya itu memang seperti itulah yang dirasakan oleh Tara. Ibu kota adalah tempat ramai yang hanya berisikan gedung-gedung tinggi. Ada beberapa spot lingkungan hijau, tapi juga tidak sebanding dengan pemandangan yang saat ini Tara lihat.
Sulis tersenyum simpul melihat mata berbinar dari menantunya itu. Sulis menjadi yakin bahwa Tara bukanlah orang dari wilayah kecil, setidaknya dia berasal dari sebuah kota besar. Dan Sulis yang awalnya sedikit khawatir mengani kemampuan Tara mengemudikan mobil, kini tidak lagi. Menantunya itu tampak begitu ahli dalam mengemudi. Hal tersebut membuat Sulis merasa tenang dan pastinya aman.
Kesenangan Tara saat ini berbanding terbalik dengan Nizam. Dengan bantuan peta dan navigasi di ponselnya, Nizam mendapatkan lokasi Terminal Wonosobo. Tapi saat sudah berada di sana Nizam hanya celingukan. Ia tidak tahu harus kemana setelah sampai di lokasi yang ditentukan oleh sang tuan.
" Kan, katanya mau ngubungi. Ya kali aku harus nunggu di sini sampai malam sih. Aargghhh bos!"
Nizam mengacak rambutnya kasar. Semalam dia menerobos jalanan dan saat ini dia seperti orang hilang di tempat yang sama sekali belum pernah ia temui.
Ini tindakan bodoh sebenarnya, meskipun Tara meminta nya datang dalam 2 hari setelah menelpon, tidak seharusnya Nizam melakukannya tanpa mengonfirmasi kembali.
" Ah iya, Tuan Nayaka. Bukannya waktu itu katanya mau melacak keberadaan nomor yang digunakan untuk menghubungi ku?"
Beruntung otak Nizam masih bisa bekerja di situasi seperti ini. Dia tidak sepenuhnya panik dan masih bisa menggunakan kemampuan berpikirnya.
" Tuan apakah sudah mendapatkan lokasi pasti Bos berada. Saya sudah berada di Terminal dimana Bos minta tapi sampai sekarang Bos belum menghubungi saya lagi. Saya tidak tahu ini harus kemana."
Di seberang sana Nayaka tertawa sangat keras. Ia bisa membayangkan bagaimana wajah Nizam yang kebingungan sekarang. Sebenarnya ia ingin sedikit mengerjai Nizam, tapi setelah dipikir-pikir Nayaka merasa kasian. Karena ia yakin ditempat itu nantinya Nizam akan lebih kerepotan oleh ulah Tara.
" Aku udah kirim Zam. Seenggaknya itu tempat dimana Abang pernah menggunakan ponselnya."
" Terima Kasih Tuan, saya berhutang banyak pada Tuan."
Meskipun kadang Nizam berbicara dengan bahasa tidak formal kepada Tara, tapi dia selalu bicara formal kepada saudara Tara. Pria itu pun bernafas lega, akhirnya dia mendapatkan lokasi yang ia yakini adalah tempat dimana tuannya berada.
Nizam sungguh sangat semangat untuk segera sampai di tempat itu. Walaupun ternyata ekspektasinya tidak sesuai realita. Ketika dia sampai di sana, itu adalah sebuah rumah sakit dimana banyak orang yang ada di sana.
" Aku berasa dikerjai sama Bos," Lirih Nizam. Wajahnya sungguh sangat lelah sekarang. Ia pun keluar dari mobil dan merenggangkan tubuhnya yang pegal-pegal karena banyak mengemudi.
Nizam mencoba menghubungi nomor waktu itu, tapi jelas nihil karena itu seperti nomor sekali pakai. Ia pun berjalan kesana kemari mencoba untuk mencari sebuah cara agar bisa segera menemukan Tara.
ia mencoba masuk ke bagian informasi dan bertanya tentang nama Tara. Sebuah hal yang diluar dugaan, dia diarahkan ke sebuah ruangan dokter spesialis. Agak heran sebenarnya tapi dilihat dari orang yang mengantarnya, seperti ia sudah tahu bahwa dirinya akan datang.
" Bos, aku tahu sih Bos demen teka-teki. Tapi nggak gini juga kali. Haah, aku kan bukan sherlock holmes ataupun detektif conan. Huh!" Nizam bermonolog dalam hati.
Ia dipersilakan masuk ke dalam ruangan. Di dalam sana sudah ada seorang pria berusia sekitar 35-40 tahun yang duduk dengan mengenakan jas dokter.
" Oh Tuan Nizam, Anda sudah datang rupanya. Silakan duduk. Perkenalkan saya adalah Dokter Rudi, saya dokter yang menangani Tuan Raka, ah maksud saya Tara saat beliau dirawat di sini."
" Ya?"
Beberapa hari yang lalu, tepatnya saat Tara berada di rumah sakit dan meminta bantuan kepada Dokter Rudi, rupanya ia tidak sekedar meminjam ponsel saja. Dia juga mengatakan bahwa akan ada seseorang yang datang kemari dan mencarinya. Dan orang itu bernama Nizam.
Awalnya Dokter Rudi tidak mengerti tentang semua hal yang dikatakan oleh Tara, hingga saat ini dia bertatap muka dengan pria yang sudah Tara sebutkan sebelumnya.
Dan saat ini, Nizam lah yang kebingungan. Ia sungguh seperti orang bodoh yang tidak tahu menahu akan apa yang sedang ia lakukan sekarang. Melihat senyuman Dokter Rudi, Nizam yakin bahwa semuanya memang sudah dipersiapkan sebelumnya.
" Anda tidak perlu bingung Tuan Nizam, saya akan menjelaskan semuanya."
Dokter Rudi mulai menceritakan bagaimana Tara bisa dirawat ditempat ini hingga kondisinya sekarang. Dia juga menjelaskan mengapa seakan-akan Nizam sudah ditunggu. Semuanya dijelaskan secara rinci tanpa ada yang terlewat.
Nizam pun kini menjadi paham. Tapi raut wajahnya terlihat sangat sedih dan juga marah, ternyata sang tuan mengalami kejadian yang tidak pernah ia bayangkan. Dan saat seperti itu, dia tidak berada bersamanya. Itulah yang membuat Nizam merasa sangat bersalah.
Saat itu juga, setelah semua penjelasan didengar olehnya, Nizam meminta tolong kepada Dokter Rudi untuk mengantarkannya ketempat Tara berada. Ia sungguh sudah tidak bisa menunggu untuk bertemu dengan tuannya.
Dokter Rudi tentu saja langsung setuju. Mereka pun bersama pergi ke tempat Tara yang tidak lain dan tidak bukan adalah Kediaman Hilya. Untuk yang satu ini Dokter Rudi tidak menyampaikannya. Ya oleh Tara, dia dilarang untuk menceritakan perihal pernikahan tara dengan Hilya.
Butuh beberapa waktu untuk sampai di rumah Hilya. Mobil bisa terparkir persis di depan rumah tapi Dokter Rudi meminta Nizam untuk parkir di tepi jalan saja dan masuk dengan jalan kaki.
Nizam mengamati lingkungan sekitar, ia terlihat kedinginan karena jujur dia tidak tahu bahwa tempat itu lumayan dingin terlebih ini sudah mendekati waktu sore hari.
" Nah itu rumahnya."
Mata Nizam berbinar melihat seseorang yang sangat ia kenal tapi sudah lama tidak ia lihat. Tuan yang ia layani itu saat ini sedang berdiri di depan rumah dan melihat ke arah matahari yang sudah condong ke barat. Nizam pun berjalan cepat dan langsung memeluk Tara.
" Bos, aku kangen sama Bos hu hu hu."
" Kamu siapa?"
" Apa?"
TBC