Hasrat Tertahan Presdir Tampan

Setibanya di kota J.

Setelah turun dari kereta, gadis itu langsung mencari tukang ojek untuk mengantarnya ke Universitas J.

Arneta menempuh perjalanan dari setasiun menuju Universitas J selama satu jam.

Hiruk pikuk manusia muda berlalu lalang di lapangan seluas stadion sepak bola. Mereka mendaftarkan diri di fakultas masing-masing yang mereka minati. Teriknya matahari siang ini tak menyurutkan mereka untuk berlomba-lomba agar bisa masuk ke dalam Universitas J, yaitu Universitas paling terkenal di kota J yang selalu mendapatkan akreditasi A dalam segi apapun. Bahkan tahun-tahu sebelumnya, yang berhasil masuk ke Universitas ini hanyalah anak-anak dari kaum berdasi alias beruang.

Anak dengan beasiswa seperti Arneta kemungkinan berhasil masuk ke Universitas ini hanya sekitar 20%.

Pukul sebelas siang antrian masih sangat panjang, padahal tempat pendaftaran ada sepuluh tenda. Namun, antriannya benar-benar sangat panjang, sepanjang kereta api yang Arneta tumpangi tadi.

Arneta menuju tempat antrian yang sudah tak terlalu panjang, ia berlari kecil ke arah tempat itu.

Bruk!

Tiba-tiba, ia bertabrakan dengan seorang gadis imut berambut pendek.

Arneta berdiri lebih dulu dan juga minta maaf lebih dulu, meskipun mereka sama-sama bersalah karena sedang terburu-buru, tetapi Arneta ingat pesan Ainun. Bahwa harus selalu rendah hati.

Arneta merasa familiar dengan wajah gadis satu ini, tetapi ia lupa di mana pernah menemui si gadis.

"Maaf, kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Arneta sambil membantu gadis itu berdiri.

"Nggak apa-apa, kok. Kamu sendiri gimana?"

Arneta hanya menggelengkan kepala dan mengembangkan senyum ke arah gadis imut itu.

"Adelia," ucap gadis imut itu sambil mengulurkan tangan secara tiba-tiba.

Arneta membalas uluran tangan tersebut dan menjawab, "Arneta."

"Apa kamu udah daftar?" tanya gadis imut bernama Adelia itu.

"Belum, kamu sendiri?"

Adelia hanya menggelengkan kepalanya pelan.

"Aku baru datang dari luar negeri pagi ini dan langsung ke mari," ucap Adelia.

Sepertinya dia baik, nggak ada salahnya, kan berteman? Tak kenal maka tak sayang, jangan takut Arneta. Tapi wajahnya kayak nggak asing, di mana coba aku pernah bertemu dengannya? batin Arneta sambil mencoba mengingat-ingat di mana pernah bertemu dengan gadis imut satu ini.

"Jangan kebanyakan melamun! Yang sebelah sana udah pendek tuh antriannya, ayo ke sana!" ajaknya sambil menarik tangan Arneta.

Arneta tersenyum, akhirnya ia bisa mendapatkan teman baru seorang wanita.

Setelah selesai mengisi formulir pendaftaran, mereka masih harus menunggu lagi untuk mengikuti ujian tes masuk Universitas tersebut.

Saking banyaknya siswa yang mendaftar tahun ini, Universitas J mengadakan ujian sebelum masuk, meskipun para kaum berdasi berada di barisan paling depan, tetapi mereka tetap mempertimbangkan nilai akademik para mahasiswa dan harus memberikan kesempatan juga pada kaum pemburu beasiswa seperti Arneta.

Diantara ribuan pendaftar mungkin mereka hanya akan memberikan kuota sekitar seratus anak yang disekolahkan secara gratis alias mendapatkan beasiswa.

"Sepertinya kita akan pulang malam hari ini, huft!" desis Adelia.

"Hu'um, apalagi ujian kita diatas jam tiga sore. Bisa pulang tengah malam kalau gini," keluh Arneta.

Krucuk-krucuk!

Bunyi perut Arneta terdengar jelas dari telinga Adelia.

"Kamu lapar?" tanya Adelia penuh perhatian.

"He-he! Sejak pagi aku belum makan apa-apa," balas Arneta sambil nyengir kuda.

"Astaga, ayo cari makan dulu kalau gitu ... aku nggak mau ya punya teman tiba-tiba pingsan gara-gara nggak makan. Nanti diketawain sama kuda," oceh Adelia sambil menarik tangan Arneta menjauh dari kerumunan tersebut.