anatasya deanza putri, berusia 17 tahun.
Semula, Dia hidup dalam keluarga yang penuh dengan cinta. Rumah yang selalu menjadi tempat ternyaman baginya, rumah yang selalu memeluknya saat dia rapuh. Namun, tiga tahun yang lalu saat berusia 14 tahun, Segalanya berubah. Dirinya dituduh sebagai seorang pembunuh, dan penyebab meninggalnya bunda. Hari demi hari dia lewati dengan rasa sakit dari keluarganya.
Rumah yang dulu menjadi tempat dia berlindung. Kini rumah itu menjadi tempat penyiksaan dan rasa sakit bagi fisik maupun mentalnya.
Akankah gadis itu terus bertahan sampai akhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon flowerrrsss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 33
"lo ke rumah sakit sendiri, mood gue udah rusak" ucap william sambil menaiki motornya dan melaju kencang meninggalkan tasya sendiri. Tasya menatap sang kakak yang menghilang dari pandangannya.
Sekarang dia bingung harus ke rumah dengan siapa, pasti hazel sudah pulang ke rumahnya.
"naik ojek online aja deh"
Tasya mulai memencet mencet ponselnya untuk memesan ojek online.
Tak lama kemudian ojek pesanan tasya pun tiba. Tasya mulai menaiki ojek tersebut lalu melaju menuju rumah sakit.
Saat tasya tiba di rumah sakit, dia mulai melangkah menuju ruangan dion. Saat tasya tiba di sana, sudah ada william dan juga bryan yang berada di sana. Sebenarnya tasya bingung, untuk apa dirinya berada di sana. Tetapi, rasa sayang dan khawatirnya kepada dion sangat besar, menjadi alasan yang kuat untuknya datang ke rumah sakit.
William dan bryan melihat tasya yang baru saja tiba di sana. Namun, tasya merasakan seperti ada yang kurang di sana.
"kak robert kemana kak?" tanyanya ragu, dia takut pertanyaannya akan membuat kakaknya itu marah.
Keduanya hanya diam selama beberapa detik. "ga tau, dari tadi pagi sampai siang gue ga liat dia di rumah" ucap bryan.
"kakak udah coba telfon kak robert?"
Bryan hanya mengangguk. Sedangkan william menatap tasya.
"kenapa?" tanya william.
"gapapa kak, kayak ada yang kurang aja kalau ga ada kak robert"
"gue ga salah dengar? Kayak ada yang kurang?"
Tasya hanya mengangguk.
"kok bisa sih lo bilang ngerasa ada yang kurang di sini, emang lo siapa? Bahkan kalau lo ga ada pun, kita ga bakal ngerasa kurang atau ngerasa kurang lengkap" celetuk william.
Perkataan william berhasil membuat hati tasya rapuh.
Mendengar perkataan adiknya itu, bryan mengalihkan pandangannya dan menatap william dengan heran. Ada apa? Biasanya william tak menghiraukan hal kecil seperti itu. Namun, saat itu, william seperti sangat sensi, dia adalah anak yang paling malas untuk memperdebatkan hal-hal kecil.
"will" panggil bryan yang mencoba menyadarkan william dengan apa yang dia ucapkan.
Bukannya menyahut panggilan dari kakak sulungnya itu, william malah beranjak dari duduknya dan pergi dari ruangan itu.
Kini bryan menatap adik bungsunya itu. "mungkin william lagi capek sya" ucap bryan yang berusaha menenangkan adik bungsunya itu.
Tasya menatal kembali kakaknya itu. "gapapa kak, lagian itu ga seberapa sama rasa sakit yang aku rasain selama ini kak"
Saat mendengar itu, bryan mengalihkan pandangannya dari adik bungsunya itu, dia tak ingin menatap adiknya itu terlalu lama. Entak kenapa rasanya begitu sakit bagi bryan, bryan tak mengerti dengan perasaanya itu.
"pulang sya" ucap bryan secara tiba-tiba.
Tasya tersenyum. "untuk apa kak? Biar aku bisa ngerasain di tendang terus-menerus, di tampar berkali-kali? Supaya kalian bisa melampiaskan emosi kalian ke aku?"
Mendengar ucapan adiknya itu, bryan sontak kembali menatap adik bungsunya itu.
"stop sya" ucapnya.
"kenapa kak?"
"gausah ngebahas yang lalu"
"yang lalu kakak bilang? Bahkan sampai sekarang pun sikap kalian masih sama kak, ga ada yang beda"
"bi ira kangen kamu sya, kemarin dia nangis karena kangen sama kamu" bryan mengalihkan topik.
Sebenarnya tasya juga sangat merindukan bi ira, dia sangat rindu memasak bersama dengan bi ira, dia rindu memeluk bi ira secara tiba-tiba, rindu menangis di pelukannya.
"kakak serius?"
Bryan mengangguk. "iya, makanya pulang sya. Temuin bi ira, peluk dia"
Kini tasya yang mengangguk. "iya kak, aku mau main ke rumah untuk temuin bi ira"
"main?" ucap bryan bingung.
"setelah aku ketemu dan ngobrol-ngobrol sama bi ira, aku bakal pergi lagi"
Bryan mengangguk, dia tak ingin memaksa adik bungsunya itu untuk kembali ke rumah. Dia akan menunggu sampai dia kembali siap untuk kembali ke rumah.
"aku pamit ya kak, mau temuin bi ira sekalian liat kak robert di rumah"
"iya, kalau robert ada di rumah suruh dia untuk datang ke rumah sakit" ucap bryan.
Tasya kembali memesan ojek online untuk ke rumahnya.
☆☆☆☆☆
"bi ira!" teriak tasya yang baru saja masuk ke dalam rumah.
"berisik!"
Saat tasya masuk ke dalam rumah, tasya tak melihat ada seseorang yang sedang membaringkan tubuhnya di sofa ruang tengah.
Mendengar ucapan seseorang, membuat tasya terkejut dan langsung menengok ke sumber suara.
"kak robert"
Tasya melangkah menghampiri robert.
"kakak kenapa ga ke rumah sakit? Kasihan kak bryan sama kak william kak"
"gausah sok asik" ucapnya ketus.
Namun, seperti ada yang berbeda dari kakaknya itu. Robert terlihat tak bersemangat dan matanya terlihat merah.
"kakak kenapa tiduran di sini? Kakakkan punya kamar"
Robert tak menjawab pertanyaan yang di lontarkan oleh adik bungsunya itu, dia hanya diam sambil memejamkan matanya.
Tasya penasaran dengan kakaknya itu. Saat melihat robert memejamkan matanya, tasya dengan gercep memegang kening kakaknya itu. Betapa terkejutnya tasya saat mendapati kening robert yang sangat panas.
"apaan sih" robert memberontak saat keningnya di pegang oleh adik bungsunya itu. Namun, dia tak mampu menepisnya karena tubuhnya yang lemas.
"kakak sakit? Ya ampun kak" tasya terlihat sangat panik saat mengetahui robert sedang sakit. Tasya pergi meninggalkan robert. Dia melangkah menuju dapur.
Tasya mengambil baskom dan mengisinya dengan air dan mengambil sebuah kain. Lalu kembali ke ruang tengah.
Tasya mulai mengompres kening kakaknya itu agar panasnya cepat segera turun.
"gausah sok peduli, gue ga butuh" ucap robert. Dia hanya berbicara, tetapi tak memberontaknya, dengan mata yang masih terpejam.
Tasya bingung dengan keberadaan bi ira, dia belum melihat bi ira dari pertama dia memasuki rumah itu. Bahkan, saat tasya pergi ke dapur untuk mengambil kompresan, dia tak menemukan sosok bi ira di sana. Apa mungkin bi ira di kamarnya? Pikir tasya.
Tasya kembali ke dapur. Dia mengambil beberapa bahan makanan dan membuat bubur.
Setelah menghabiskan beberapa saat di dapur untuk membuat bubur. Akhirnya bubur tersebut jadi dan siap di berikan kepada robert.
Tasya datang dengan membawa nampan berisi bubur yang tadi dia masak dan segelas air putih.
"kak" panggil tasya yang mulai mendekat ke arah robert.
"kakak makan dulu ya, abis itu minum obat" ucap tasya.
Perlahan robert membuka matanya. "ga laper" jawabnya singkat.
"kakak harus minum obat biar cepat membaik"
"gausah peduli sama gue"
"sekali aja ya kak, kakak makan bubur ini terus minum obat, abis itu istirahat. Aku janji, aku ga bakal ganggu kakak lagi"
Robert tak menjawabnya dia hanya diam dan kembali memejamkan matanya.
Tasya terus memutar otaknya agar mendapat solusi supaya kakaknya itu mau makan dan meminum obat.
"kak" panggil tasya.
Mendengar tasya memanggilnya, robert membuka kembali matanya dan menatap tasya yang sedang terduduk di sampingnya.
Tanpa mengucapkan apa pun, robert langsung membuka sedikit mulutnya. Melihat kakak yang membuka mulutnya itu, membuat tasya merasa sangat senang.
Tasya mulai mengambil sesendok bubur dan menyuapi kakaknya itu.
"udah" ucap robert.
Tasya tak ingin memaksa robert untuk makan banyak dengan kondisi tubuhnya yang sedang sakit. Karena tasya tau, orang yang sedang sakit biasanya, nafsu makannya akan berkurang.
Tasya meletakkan mangkok bubur tersebut di atas meja. Dia mulai mengambil obat dan segelas air putih, lalu memberinya kepada robert. Dengan sedikit menopang kepala kakaknya agar sedikit terbangun untuk memudahkannya meminum obat.
Setelah semua selesai, robert kembali memejamkan matanya dan beristirahat. Tasya tak tega jika harus pergi meninggalkan robert sendirian dengan kondisi yang sedang sakit.
Tasya meraih ponselnya dan mencari kontak kakak sulungnya untuk memberi kabar kepadanya mengenai robert.