Tawanya, senyumnya, suara lembutnya adalah hal terindah yang pernah aku miliki dalam hidupku. Semua yang membuatnya tertawa, aku berusaha untuk melakukannya.
Meski awalnya dia tidak terlihat di mataku, tapi dia terus membuat dirinya tampak di mata dan hatiku. Namun, agaknya Tuhan tidak mengizinkan aku selamanya membuatnya tertawa.
Meksipun demikian hingga di akhir cerita kami, dia tetaplah tersenyum seraya mengucapkan kata cinta terindah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sweet Marriage 11
Sedangkan di tempat lain, tepatnya di dalam mobil yang menuju ke Bandung, Leina tengah berpikir keras. Ya dia tetap menggunakan sopir perusahaan sesuai yang diminta Ravi. Jadi sekarang dia harus mendapatkan cara bagaimana bisa pergi ke rumah sakit tanpa diketahui si sopir.
" Siapa sangka Mas Ravi kukuh gitu. Haah, mana pake ngancem mau nganterin lagi," gerutu Leina. Berkali-kali dia melihat ke arah supirnya, memikirkan cara bisa pergi tanpa diketahui.
" Maaf Nona, apa saya melakukan kesalahan?"
" Ya? Ah nggak Pak Jo. Aku cuman lagi pengen mampir aja kemana gitu nanti, sebelum menyelesaikan pekerjaan."
" Ooh gitu, kirain saya ada salah soalnya Nona Leina dari tadi ngelihatin saya terus."
Leina tertawa kikuk. Dia memang memerhatikan Sang sopir, karena dia sedang berpikir. Tapi Leina tidak menyangka bahwa ia akan ketahuan seperti ini. Beruntung dirinya bisa membuat alasan seperti itu.
Setelah beberapa waktu kemudian, Leina sampai di sebuah hotel yang ia inginkan. Tentunya letaknya tidak jauh dari rumah sakit yang akan ia kunjungi.
RSSB singkatan dari Rumah Sakit Sehat Bersama adalah rumah sakit yang rutin Leina kunjungi setelah dia divonis Alzheimer. Sebenarnya dokter yang menanganinya ingin merujuk Leina ke Rumah Sakit Mitra Harapan atau RSMH yang ada di Jakarta tapi Leina menolak dengan keras. Alasannya adalah karena Leina tidak mungkin membiarkan orang-orang yang mengenalnya tahu bahwa dirinya dalam kondisi yang buruk. Leina hanya ingin meninggalkan kenangan yang baik saja bagi semua orang yang mengenalnya.
Tanpa dia ketahui, terkadang pikirannya yang seperti itu tidaklah tepat. Orang yang sakit tidak ingin membuat orang lain kerepotan, padahal mereka lebih senang jika tahu karena ingin merawat dan membantu agar tidak menyesal suatu hari nanti.
" Pak Jo istirahat saja, saya juga akan istirahat nanti kalau mau pergi saya nelpon Pak Jo."
" Baik Nona, telpon aja ya nanti."
Melihat Pak Jo masuk ke dalam kamar hotel, Leina merasa sangat lega. Dia melihat ke arah jam yang melingkar di tangannya lalu dengan cepat masuk ke dalam kamar dan mengambil ponselnya.
Sebuah nama yang sudah ia ingin hubungi dari tadi itu segera ia panggil. Beruntung sepertinya orang diseberang sana sedang tidak dalam situasi yang sibuk.
" Nona Leina, ada apa? Apa ada sesuatu yang buruk?"
" Tidak Dokter, saya hanya harus bertemu dengan Anda sekarang juga."
" Oh begitu, baiklah. Datanglah ke rumah sakit sekarang, nanti Nona bisa langsung masuk ke ruangan saya karena saya juga akan memberitahu perawat yang berjaga."
Tanpa mengganti bajunya, ia langung bergegas untuk pergi ke RSSB. Kebetulan mereka baru sampai ini merupakan kesempatan Leina untuk pergi karena Pak Jo akan menganggap bahwa Leina sedang istirahat di kamar.
Saat turun menggunakan lift Leina sudah memesan ojek online agar ketika sampai lobi hotel, ia bisa langung pergi. Dan benar saja, ojek online yang ia pesan sudah stand by di depan.
" Agak cepat ya Pak."
" Baik Neng."
Bruuum
Motor melaju dengan sedikit lebih kencang sesuai dengan permintaan Leina. Kondisi jalanan yang tidak terlalu ramai membuat perjalanan mereka lebih cepat dari dugaan.
" Kembaliannya ambil saja Pak, terimakasih. Tapi pak, apakah bisa saya minta tolong?"
Leina punya sebuah ide, dia memberi tukang ojek tersebut nominal yang lebih besar dan meminta tukang ojek tersebut untuk menunggunya. Si tukang ojek ternyata setuju atas permintaan Leina. Ini merupakan salah satu kemudahan, jadi jika dia selesai maka akan langung pulang ke hotel tanpa kebingungan untuk memesan lagi.
Drap drap drap
" Nona Leina, silakan masuk Dokter Sapto sudah menunggu," ucap perawat yang berada di depan ruang praktek milik Dokter Sapto.
" Terimakasih sus."
Ceklek
Dokter berusia sekitar 40 tahunan itu langung menyambut Leina. Karena tidak ingin berlama-lama, Leina meminta sang dokter untuk melakukan pemeriksaan dengan segera. Tapi Dokter Sapto tetap menjelaskan bahwa pemeriksaan ini akan memakan waktu yang lebih lama.
" Apa nggak bisa lebih cepet Dok?"
" Nona Leina, seharusnya pun kamu harus rawat inap dulu. KIta harus melakukan tes MRI lagi untuk melihat perkembangan penyakitmu lebih lanjut."
Leina menggeleng cepat, bagaimanapun dia tahu bahwa setiap hari penyakitnya bertambah parah dan serius. Karena Alzheimer itu adalah penyakit yang sampai sekarang belum ada obatnya. Tidak peduli mau sejenius apa ilmuwan dan ilmu kedokteran, tapi yang pasti saat sekarang belum ada yang bisa membuat Alzheimer sembuh.
Bahkan obat-obat yang sekarang dikonsumsi pun hanya menghambat saja. Dengan kata lain obat itu berfungsi untuk memperpanjang masa hidup di penderita.
" Apa Nona tidak memberitahu satu pun keluarga Anda?"
" Ya?"
Fyuuuh
Dokter Sapto membuang nafasnya kasar. Tanpa jawaban yang jelas dan dari ekspresi wajah Leina saja dia sudah tahu jawaban sebenarnya. Wanita ini menyembunyikan keberadaan penyakitnya.
" Jangan begitu Nona, keluarga Anda berhak tahu."
" Baik Dokter, saya akan memberi tahu mereka nanti jika sudah tiba saatnya."
Seutas senyum terbit pada bibir Leina, seperti menegaskan bahwa dirinya baik-baik saja. Dan lagi-lagi Dokter Sapto tidak yakin bahwa ucapan Leina itu sungguh-sungguh akan dilakukan.
Namun dia sendiri tidak bisa berbuat banyak. Meskipun seharusnya Leina saat ini harus memiliki wali untuk menjalani pengobatannya tapi dia tidak bisa sembarangan memberitahu keluarga pasien. Terlebih pasien memintanya untuk tidak membiarkan orang lain tahu.
Kode etik yang sudah melekat dari seorang dokter yakni tidak boleh memberikan informasi dan rahasia pasien kepada orang lain membuatnya hanya bisa diam. Tapi Dokter Sapto sungguh berharap Leina mau terbuka.
" Sekarang saya minta diresepkan obat saja Dok."
" Baik, saya akan membuatkannya. Saya harap Nona tidak lupa meminumnya ya."
Leina mengangguk cepat, setelah mendapatkan resep dia segera menebus obatnya dan bergegas pulang. Ternyata lama waktu bertemu dengan dokter lebih lama dari yang ia perkirakan.
" Maaf ya Pak saya lama, nanti saya tambahin lagi ongkosnya.
" Nggak apa-apa Neng. Oh nggak perlu, inis udah lebih dari cukup."
Tukang ojek itu langsung membaur ke jalanan. Tapi sungguh tidak beruntung karena kali ini jalanan lebih padat dari pada tadi saat berangkat. Bapak tukang ojek pun meminta maaf, tapi Leina berkata tidak masalah karena kondisi jalan tidak bisa diprediksi oleh siapapun.
Alhasil Leina kembali ke hotel lebih lambat dari rencana. Melihat jam di ponselnya, jelas ini sudah lewat tengah hari. Ketika di jalan tadi pun dia mendengar adzan zuhur berkumandang.
Tap tap tap
" Huuh untuk Pak Jo nggak nyariin."
Cekleek
" Lei, kamu dari mana tanpa Pak JO?"
" Mas?"
TBC
😭😭😭😭😭😭😭
Bnr" nih author,sungguh teganya dirimuuuuu
Semangat berkarya thoor💪🏻💪🏻👍🏻👍🏻
gara" nangis tnp sebab
😭😭😭😭😭
bnr" nih author
pasti sdh ada rasa yg lbih dari rasa sayang kpd teman,cuman Ravi blum mnyadarinya...
bab". mngandung bawang jahat😭😭😭😭😭
Mski blum ada kata cinta tapi Ravu suami yg sangat peka & diandalkan...
aq padamu mas Ravi😍