NovelToon NovelToon
Bersamamu Menjadi Takdirku

Bersamamu Menjadi Takdirku

Status: sedang berlangsung
Genre:nikahmuda
Popularitas:96.4k
Nilai: 4.8
Nama Author: Windersone

YAKIN GAK MAU MAMPIR?
***
Berkaca dari kehidupan rumah tangganya yang hancur, ibu mengambil ancangan dari jauh hari. Setelah umurku dua tahun, ibu mengangkat seorang anak laki-laki usia enam tahun. Untuk apa? Ibu tidak ingin aku merasakan kehancuran yang dirasakannya. Dia ingin aku menikah bersama kak Radek, anak angkatnya itu yang dididik sebaik mungkin agar pria itu tidak melakukan kesalahan yang sama seperti yang dilakukan oleh suaminya, ayahku, padanya. Namun, ibu lupa, setiap manusia bukan binatang peliharaan yang bisa dilatih dan disuruh sesuka hati.

Meskipun aku hidup berumah tangga bersama kak Radek, nyatanya rasa sakit itu masih ada dan aku sadari membuat kami saling tersakiti. Dia mencintai wanita lain, dan menikah denganku hanya keterpaksaan karena merasa berhutang budi kepada ibu.

Rasa sakit itu semakin dalam aku rasakan setelah ibu meninggal, dua minggu usai kami menikah. Entah seperti apa masa depan kami. Menurut kalian?

Mari baca kisahnya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windersone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Selahap Ini

🦋🦋🦋

Sejak lima menit lalu, aku berdiri tidak jauh dari gerbang rumah kak Radek yang sudah empat tahun ini tidak aku lihat. Selama itu aku seperti seorang mata-mata yang tidak sabar ingin menerkam mangsanya. Diamnya aku di sini berharap kak Radek keluar dari rumah agar aku memiliki kesempatan untuk bisa membawa Riza meninggalkan rumah itu secara diam-diam. Namun, mobil hitam semalam masih ada di sana.

Mataku memperhatikan layar ponsel, melihat jam yang terus berganti angka pada menitnya dalam perasaan berusaha sabar. Aku tidak tahu kapan kak Radek akan meninggalkan rumah, tetapi aku yakin pria itu pasti akan pergi dari rumah karena pekerjaannya.

“Mengapa di sini?” tanya seseorang dari belakang yang membuatku tersentak kaget sampai memutar badan ke belakang. “Bukankah kamu ingin menemui putramu?” tanya kak Radek, pria itulah orangnya. “Niatmu membawa Riza pergi tidak akan berhasil sampai kapanpun,” kata kak Radek, lagi dengan memperlihatkan senyuman seringai.

“Jangan membuang waktuku. Masih banyak yang harus aku urus. Jadi, serahkan Riza langsung kepadaku. Suruh dia keluar,” kataku, enggan masuk sebenarnya karena tidak ingin membuatku teringat akan masa lalu di rumah itu bersama kak Radek.

Kak Radek menatapku dengan mata menyipit. Tatapannya itu membuatku merasa sedikit aneh, tidak nyaman.

Pria itu memikul badanku di pundak kanannya, membawaku masuk secara paksa dengan mengabaikan berontakan tubuh yang aku lakukan dan tanganku yang memukul keras punggungnya.

Kami memasuki rumah, melewati keberadaan pria bernama Bima yang tengah bermain mobil-mobilan bersama Aria dan Riza di ruang tamu. Kak Radek membawaku masuk ke kamarku di rumah itu yang aku perhatikan masih sama seperti sebelumnya, tidak ada perubahan posisi benda di kamar itu sedikitpun, termasuk sprei kasur.

Sejenak aku terdiam setelah kak Radek membaringkan aku di atas kasur, mataku belum berhenti memperhatikan sekelilingku.

“Kenapa membawaku ke sini? Aku ingin bertemu anakku,” ucapku dan duduk. “Kamu tidak bisa membawa Riza pergi dariku. Tapi, aku bisa membiarkanmu bersamanya, asalkan kamu ….” Kak Radek menggantungkan perkataannya.

***

… menjadi pengasuh di rumah ini. Persyaratan yang diberikan kak Radek terpaksa aku terima karena tidak ingin berpisah dari Riza, meskipun itu hanya satu hari.

Siang ini, sebelum kak Radek kembali bekerja, aku memasak untuk makan siang, juga untuk kedua bocah laki-laki yang sudah kelaparan sejak tadi.

Setelah aku memasak, mereka semua duduk di bangku meja makan, melap masakanku. Aku memperhatikan kak Radek dari jarak beberapa sekitar lima meter, berdiri di depan wastafel. Leherku panjang seperti jerapah dan sedikit miring, memperhatikan pria itu dengan lahapnya makan sampai kak Bima tersenyum memperhatikannya.

“Baru kali ini aku melihatmu selahap ini, Dek,” kata kak Bima.

Bergegas aku memutar badan membelakangi keberadaan mereka ketika aku sadar kak Radek hendak mengarahkan pandangan kepadaku.

“Karena makanannya enak?” tanya kak Bima, aku dengar sedikit menggoda.

“Hanya lapar,” jawab kak Radek.

“Bukan. Masakan Ibu enak,” jelas Riza.

“Iya. Masakan Tante Galuh enak, Yah. Jangan berbohong, tambah Aria.

Bibirku menahan senyuman saat itu. Senangnya hati ini melihat pria itu kalah berdebat dengan kedua anak itu. Siapa juga yang suruh berbohong? Malu, kan?

“Masakannya biasa saja,” terang kak Radek dengan wajah datar.

“Alah … kamu tidak bisa ber ….”

Kak Bima menggantungkan perkataannya setelah melihat wajah kesal kak Radek. Kebetulan, aku menoleh ke belakang saat mendengar ka Bima mengatakan hal itu.

“Nafsu makanku jadi hilang. Kalau begitu, aku berangkat kerja. Jaga anak-anak!” seru kak Radek sambil keluar dari dapur.

“Galuh, kamu tidak perlu jualan lagi. Kamu tau sendiri itu sulit dilakukan jika sampingannya mengurus anak-anak,” kata kak Bima yang kuakui betul.

Meskipun betul, aku tidak bisa mengikuti saran kak Bima untuk tidak jualan. Kapan aku bisa mengembangkan diri? Jadi, aku akan tetap jualan.

“Tidak. Aku akan tetap jualan. Tapi, secara online. Kalian tidak bisa menghentikannya,” ucapku, sedikit menunjukkan sisi keras kepala.

“Selagi tidak mengganggu pekerjaan di rumah ini, tidak masalah,” balas kak Bima.

“Siapa juga yang ingin bekerja di sini? Jika bukan karena Riza, aku tidak akan menginjak rumah ini,” gumamku.

“Huff! Ternyata benar,” balas kak Bima.

“Benar apa?”

“Keras kepala. Baiklah, kalau begitu, aku juga pulang,” pamit kak Bima. “Aria, jaga sikap,” pesan kak Bima kepada Aria.

“Siap, Bos,” balas anak itu, bertingkah lucu.

***

Tidak begitu sulit dengan pekerjaan mengasuh di rumah ini, Aria tidak sulit diatur, sama seperti Riza. Usai makan malam, mereka bermain sebentar dan sekarang sudah tidur di kasur yang sama. Jika dipandang dan diingat, mereka sudah seperti anak kembar saja.

Ponsel yang ada di atas meja berdering, Maya menghubungiku. Aku sudah bisa menebak apa yang akan dibicarakan oleh wanita itu.

“Aku batu dapat beritanya, aku dengar kamu sudah bertemu Kak Radek. Pasha bilang Riza dibawa olehnya. Sekarang kamu di mana? Aku berada di depan kontrakanmu, tapi tidak melihat kamu di sini. Sebelumnya aku juga ke tempat daganganmu, kamu juga tidak jualan. Jangan bilang … kamu di rumah Kak Radek?” tebak Maya setelah berbicara panjang lebar dengan pertanyaannya.

“Menghadapi pertanyaanmu sudah seperti menghadapi ujian sekolah saja. Pusing! Aku tidak tau dari mana dan bagaimana menjelaskannya. Tapi, aku baik-baik saja dan kamu tidak perlu mencemaskanku,” ucapku.

“Jawab dulu …,” balas Maya, terdengar penasaran.

Terdengar barang jatuh dari luar. Aku dibuat tersentak kaget dan tidak sengaja ibu jariku memutuskan sambungan telepon. Jantungku hampir copot karena kaget. Mengapa tidak? Dalam kesunyiannya malam, tiba-tiba ada kekisruhan sesaat. Tanganku menaruh ponsel di atas meja dan berjalan pelan menuju pintu kamar, langkahku lambat karena takut sumber suara itu diciptakan oleh pencuri.

Tanganku perlahan membuka pintu dan menjulurkan kepala keluar. Mataku membelalak kaget saat menemukan tubuh kak Radek terkapar di tengah ruang tamu dengan cairan merah menodai baju kaos warna putih di bagian dadanya.

“Kak Radek,” lirihku sambil menghampirinya.

Aku menepis bahu kak Radek, berusaha membangunkannya. Pria itu membuka matanya dan menatapku beberapa detik. Aku membantunya berdiri dan memapahnya ke kamarnya.

Di kasur di kamar itu aku baringkan kak Radek dan langsung membuka atasannya, melihat bekas tusukan dua hari lalu terbongkar kembali.

“Kita harus ke rumah sakit. Ini harus ditangani,” kataku, panik.

“Tidak perlu. Cukup perban saja. Cepat,” kata kak Radek dengan raut wajah menahan rasa sakit.

Aku membuka laci meja nomor tiga yang ada di sisi kanan kasur. Ternyata, tempat penyimpanan kotak obat masih belum berubah.

“Cepat,” suruh kak Radek.

“I-iya,” jawabku dan langsung beraksi dalam kengerian melihat luka itu.

Waktu yang dihabiskan saat membalut luka itu sekitar sepuluh menit. Semua tindakan aku lakukan dengan hati-hati dan teliti.

Suasana kamar jadi sepi, memunculkan kecanggungan di jiwa ini saat duduk di tepi kasur menatap kak Radek duduk bersandar di atas kasur. Sejak beberapa menit lalu aku menundukkan kepala sambil memainkan jari, sedangkan kak Radek fokus menatapku.

“Hmm … kapan kak Karina kembali?” tanyaku, mencari topik menghancurkan suasana itu.

“Bukankah aku sudah bilang minggu depan?” tanyanya, mengingatkanku akan pembicaraan kami tadi sebelum aku menerima syarat darinya.

“Baiklah. Jika kak Karina kembali, aku bisa membawa Riza bersamaku?” tanyaku, lagi.

“Tergantung.”

“Maksudmu? Bukankah kita sudah setuju tadi?” tanyaku, mengingatkannya.

“Jika sudah tau, mengapa masih bertanya? Jangan bilang ….” Kak Radek melanjutkan badannya ke arahku, meninggalkan sandarannya.

Pria itu menatap mataku dari jarak satu jengkal saja, mata kami saling beradu yang aku balas tiada takut. Namun, pada akhirnya, aku yang kalah karena tidak sanggup menatap lama mata indah pria ini yang membuatku sedikit salah tingkah.

“Aku mau tidur.” Aku berdiri dan berjalan keluar dari kamar itu.

Dada aku elus setelah keluar dari buruan suasana menyesak yang membuatku hampir kehabisan napas itu. Kelegaan muncul dan membuatku bisa tersenyum lepas.

1
Yustika PAMBUDI
ish...Thor jadi ikut emosi.
kurang ajar radek alias rada dekil
Epi Suryanti Fadri
lanjut Thor
Mulyana
lanjut
Arya Bima
ntahlah....
mungkin othor suka menyiksa Galuh....
Nani Miftahuljanah
bagus penuh tekateki...seru karna kita juga perlu berfikir
Nani Miftahuljanah
kapan ya galuh bahagia.....
Irma Fajrina 2A- Dewi Maida
Lanjutkan thor, ceritanya seru tidak bisa di tebak alur ceritanya. selalu di bikin penasaran untuk terus membacanya. Ketika buka noveltoon selalu cerita ini yang dicari. Semangat thor untuk terus menulis kelanjutan ceritanya
Bertalina Bintang
ahirnya up juga, lama nunggunya...
trims thor🙏
Mulyana
lanjut
Arya Bima
masih misterius...
Yan ika
smg hepi ending
Epi Suryanti Fadri
mana kelanjutan nya
Bertalina Bintang
semoga ibundanya lekas sembuh dan sehat kembali y thor. Aamiin...
Ig: Mywindersone: Aamiin ...
Terima kasih.
total 1 replies
Desi Natalia
semoga lekas sembuh ibunya author
Ig: Mywindersone: Aamiin.
Terima kasih. 🥰
total 1 replies
Bertalina Bintang
kok belum ada kelanjutannya thor
Ig: Mywindersone: Nanti Up. Beberapa hari ini lagi di rumah sakit soalnya. Nungguin ibunya Othor.

sabar menunggu ...!
total 1 replies
Bertalina Bintang
menunggu next...🥰
Tinny
semoga mereka baik2 sajaa
Mulyana
lanjut
Yan Ika Dewi
Next
Mulyana
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!