Pernikahan karena perjodohan nyatanya membuat Rani harus merasakan penderitaan. Suami yang tidak mencintainya ternyata menikah lagi dengan kekasih pilihan hatinya. Hidup Rani bagai neraka setelah suaminya menikah lagi. Bahkan ia harus tinggal seatap dengan madunya.
Ikuti cerita ini, bagaimana Rani menjalani hari-harinya yang menguras emosi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Hamil
Bab 32. Hamil
POV Author
Malam itu Damar berucap janji kepada Rani, bahwa ia akan memperbaiki diri dan berjanji akan menyayangi dan mencintai Rani sebagai satu-satunya istri pendamping hidupnya sampai akhir nanti.
Rani pun menerima dan memaafkan segala kesalahan Damar bila lelaki itu tulus meminta maaf dan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Malam itu menjadi momen yang indah bagi Rani. Momen yang tidak pernah ia sangka-sangka dalam hidupnya bahwa Damar melihatnya sebagai seorang istri.
***
Menyambut pagi di awal yang baru hubungannya dengan Damar. Rani bebas keluar masuk kamar Damar yang sekarang tidur di kamar tamu untuk menyiapkan segala keperluan suaminya yang akan berangkat kerja.
Pagi Rani di awali dengan kecupan manis di pipi, hingga membuat pipinya merona. Keduanya saling menebar senyum manis layaknya orang yang pertama kali jatuh cinta. Dan mereka lupa ada seseorang di kamar utama yang masih akan menjadi penghalangnya.
Damar berjanji pada Rani ia tidak akan menyentuh Rani Sebelum jatuh talaknya kepada Laura. Ia ingin hubungannya dengan Rani benar-benar murni dari di mulai awal tanpa ada rasa sakit oleh luka.
"Terima kasih Rani, kamu selalu menjadi istri yang bisa diandalkan. Berkat tangan rajin mu, pakaian ku selalu rapi dan bersih." Ujar Damar memuji.
"Jangan sungkan Mas, itu sudah menjadi kewajibanku." Jawab Rani sambil tersenyum.
Damar kembali melabuhkan kecupannya di pipi Rani, sehingga membuat Rani tersipu malu.
"Kamu buat sarapan apa pagi ini?" Tanya Damar sambil merapikan anakan rambut Rani ke telinga.
"Nasi goreng kayak waktu itu. Maaf ya Mas, soalnya aku belum belanja keperluan dapur." Tutur Rani.
Damar tertegun sesaat mendengar ucapan Rani tentang belanja. Ia mengingat-ingat bahwa dirinya selama ini tidak pernah mengisi rekening Rani. Lalu dari mana Rani mendapatkan uang belanja itu.
"Uang belanja mu?" Tanya Damar ingin membuang rasa penasarannya.
Rani tersenyum sebelum menjawab.
"Ibu setiap bulan selalu mengisi rekening ku Mas, kamu tidak usah khawatir."
Damar merasa malu mendengar penuturan Rani. Seharusnya dirinya lah yang menafkahi istrinya, bukan ibunya. Selama ini Damar terlalu memperhatikan Laura sehingga tidak pernah memperhatikan Rani istrinya. Ia terlalu ego sehingga lupa bahwa ada kewajibannya yang lain yang harus ia tanggung juga.
"Maafkan aku ya, seharusnya aku yang bertanggung jawab padamu." Kata Damar tatapnya penuh penyesalan.
"Tidak apa-apa Mas, kan kamu baru sadar. Hehehe..." Ujar Rani di selingi canda.
Damar ikut terkekeh.
"Bisa saja kamu." Ujar Damar sambil mencolek pipi Rani.
Mereka lalu melangkah bersama keluar dari kamar tamu untuk menuju meja makan di dapur. Keduanya saling tersenyum, saling menatap lekat, dan sesekali terkekeh bersama. Momen itu tidak lepas dari pandangan Laura yang baru saja membuka pintu kamar utama ketika mereka melintas di depannya. Laura yang kecewa dan marah atas sikap Damar tadi malam tentu semakin sakit hati melihat keharmonisan dan kemesraan mereka berdua.
"Damar!!"
Panggil Laura dengan nada menekan.
Senyum Damar memudar seketika saat menoleh kepada pemilik suara.
Laura menatap sinis pada keduanya bahkan terlihat marah dan kecewa terutama terhadap Damar.
"Semudah itu kamu berpaling dari ku. Kamu lupa perjalanan cinta kita bagaimana dulu aku kepadamu? Kenapa segampang itu kamu melupakannya Damar?! Aku sangat mencintaimu. Tapi hari ini kamu begitu menyakiti hatiku!" Ungkap Laura, yang matanya kembali mengembun.
Laura yang biasanya pemarah entah kenapa menjadi cengeng belakangan ini. Ia menangis di depan Rani juga Damar yang memutar bola matanya jengah.
Damar memang sedang membuka pintu hatinya untuk Rani. Tetapi ia tidak langsung bisa melupakan Laura begitu saja. Namun hatinya yang terlanjur kecewa, sakit, juga marah lebih mendominasi untuk untuk memudarkan rasa cintanya terhadap Laura. Ia sudah tidak ingin lagi di permainkan oleh Laura yang pandai menyimpan dusta.
"Simpan saja tangis mu Laura, untuk nanti." Ujar Damar dengan santainya.
Dia kembali melanjutkan langkahnya menuju dapur tanpa mampu dibelikan kesakitan Laura. Hatinya sendiri pun sedang sakit mengetahui wanita yang sangat ia cintai ternyata ular berbisa.
Rani mengikuti langkah Damar dan segera menyiapkan sarapan untuk suaminya itu. Apalagi waktu sudah menunjukkan pukul 07.31 menit. Sudah pasti jika pergi terlambat sedikit saja Damar akan terkena macet dan datang terlambat ke kantor.
Damar menikmati sarapannya dalam diam. Rani pun tidak ingin memperkeruh suasana dan ikutan diam saja.
Tetapi, tiba-tiba saja Laura datang dengan langkah cepat lalu menjambak rambut Rani ke atas dan menampar pipinya dengan keras. Tentu saja hal itu membuat Damar terkejut dan menghentikan sarapan paginya.
"Laura!!" Bentak Damar dan segera beranjak dari duduknya untuk memisahkan mereka berdua.
Cukup kuat cengkeraman Laura sehingga Damar sedikit kesulitan melepaskan tangan Laura dari rambut Rani. Apalagi di bagian kepala merupakan salah satu tempat yang sensitif.
"Cukup Laura!! Aku muak dengan kelakuan mu!" Sergah Damar ketika berhasil melerai mereka berdua.
Rani meringis dalam diam. Sesekali ia mengusap bagian tubuhnya yang terasa sakit.
Laura tersenyum getir dalam tangisnya.
"Terus kalau muak kamu mau apa?! Menceraikan aku?!"
"Iya, aku akan menceraikanmu!!" Jawab Damar lantang.
"Tidak semudah itu Damar! Karena aku sekarang sedang hamil!!"
Jedar!!!
Ucapan Laura bagai petir di pagi hari yang membuat Damar dan Rani terkejut. Pasalnya mereka baru saja hendak memulai awal yang baru bersama-sama. Tapi keinginan mereka nyatanya harus melewati ujian lagi. Dana kabar kehamilan Laura itu memberi pukulan berat dalam hubungan yang baru saja terjalin.
"Tidak mungkin!" Bantah Damar.
Damar terlihat tidak bisa menerima apa yang baru saja di ucapkan oleh Laura itu.
"Kenapa tidak mungkin Damar?!" Tanya Laura.
Damar tidak dapat menjawab, ia kurang cukup bukti untuk menyangkal lebih lagi. Kesalahannya kemarin terlalu cepat mendatangi Laura dan Yuda saat memilih perhiasan. Harusnya ia bisa lebih sabar untuk bisa memergoki Laura berduaan di kamar hotel bersama Yuda.
Video maupun foto-foto yang menampilkan Laura bergandengan tangan maupun berpelukan dan berciuman dengan Yuda tidaklah menguatkan bukti bahwa kehamilan Laura adalah anak Yuda. Terkecuali Damar melakukan tes DNA terhadap bayi itu.
Damar mengusap wajah kasar, ia begitu menyesali sikapnya yang terlalu gegabah. Damar menatap nanar kepada Laura.
"Kita lakukan tes DNA pada bayi itu!"
"Kamu gila!! Aku tidak mau!!!"
Laura menolak dengan keras keinginan Damar untuk melakukan tes DNA kepada bayinya.
Sedangkan Rani memiliki tanda tanya besar dalam hatinya, mengapa Damar sampai ingin melakukan tes DNA terhadap bayinya sendiri.
Rani hanya diam menyimak perdebatan mereka berdua. Dalam hatinya bertanya-tanya, juga menjawab pertanyaannya sendiri.
Apa mungkin karena ini mereka bertengkar hebat? Batin Rani.
"Kenapa? Kamu takut?!" Tantang Damar.
"Aku tidak takut, karena ini memang anak kita!!"
Damar terkekeh getir sambil mengusap wajahnya dengar kasar. Sejak kapan Laura mau hamil, pikirnya.
Wanita yang lebih mementingkan karir, gengsi, dan harga diri itu, terasa aneh bagi Damar mengetahui Laura hamil.
Bersambung...
Jangan lupa like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
aah bahagianya,Damar buka segel nih yaaaa , dan laura yuda ya sudah peegilah yang jauh dan nikmati juga bangkitlah ,bweubahlah jadi orang baik dan menyesalah jangan lupa minta maaf sama orang" yang sudah kalian sakiti ya ,eeeeh ngomong sih enak tapi melakukannya susah ya yud,lau wkwkwk