NovelToon NovelToon
Cahaya Yang Padam

Cahaya Yang Padam

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Selingkuh / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Beda Usia / Mengubah Takdir
Popularitas:27.8k
Nilai: 5
Nama Author: NurAzizah504

Cahaya dipaksa menikah dengan pria yang menabrak ayahnya hingga meninggal. Namun, siapa sangka jika pria itu memiliki seorang istri yang amat dicintainya yang saat ini sedang terbaring lemah tak berdaya. Sehari setelah pernikahan paksa itu dilakukan, pertemuan tak sengaja antara Cahaya dan istri pertama suaminya terjadi.

Akankah Cahaya diakui statusnya di hadapan keluarga suaminya? Atau malah Cahaya tetap disembunyikan? Dipaksa padam seolah tak pernah ada dalam kehidupan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NurAzizah504, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

34. Arif Berulah

Setelah dimintai pertolongan, Geri langsung bergerak cepat.

Tiba keesokan harinya, pemuda yang masih lajang itu lantas melapor ke kantor.

"Saya sudah mengecek CCTV, Pak. Tapi, wajah perempuan itu tidak terlihat. Sepertinya dia tahu dan sengaja menghindar dari kamera tersebut. Wanita itu pun tidak terlihat menaiki mobil atau semacamnya. Jadi, sulit mendeteksi siapa dia sebenarnya."

Fahri membuang napas dan matanya tak lepas dari potongan rekaman yang terpapar pada layar laptop.

Pikirannya buntu.

Namun, ia kembali mengingat cerita Zaif saat mereka di mobil. Dan, kalimat terakhir yang ia katakan, membuktikan bahwa itu adalah Zahra.

Sepulangnya ia ke rumah, Fahri kembali disambut oleh wajah panik Cahaya. Belum pun ia sempat bertanya, Cahaya telah berkata, "Pabrik aku kebakaran, Bang."

"Kebakaran? Kapan?"

"Baru aja. Tadi Paman yang nelpon. Bang, kita ke sana, ya," ajak Cahaya.

"Zaif ikut, ya," celetuk anak itu tiba-tiba.

"Enggak. Zaif gak boleh ikut. Bunda udah bilang sama Tante Emil dan Om Reno buat biarin kamu nginap di sana."

"Yah ...." Kedua bahu Zaif melorot. Alhasil, ia hanya bisa menatap kepergian orang tuanya dengan tatapan lesu.

Perjalanan itu menjadi lebih lambat karena kepanikan Cahaya. Sementara itu, Fahri berusaha untuk tetap waras dan tidak mengemudi secara ugal-ugalan.

Setibanya di sana, tangisan Wati adalah hal pertama yang menyambut mereka. Ia menjelaskan banyak hal, tetapi tak ada satu pun yang terdengar jelas.

Akan tetapi, bukan itu yang menjadi fokus Cahaya sekarang. Manik sehitam arang itu, memusatkan pandangan hanya pada bangunan pabrik yang hangus terbakar.

Asap mengepul. Hawa panas menderu.

Mobil-mobil pemadam masih menyiramkan air pada sisa-sisa bangunan.

Air mata Cahaya kembali mengalir. Usaha yang lama ia geluti, kini hancur seketika.

Dari penjelasan Paman, semua ini berawal dari konsleting listrik. Api menjalar dan membesar saat itu juga. Tak ada korban jiwa memang. Namun, banyak harta yang harus dikorbankan.

"Bang," suara Cahaya terdengar lirih, matanya masih fokus menatap bangunan pabrik yang menghitam, "Kenapa, Bang? Kenapa?"

Tidak ada jawaban yang keluar dari bibir Fahri. Ketimbang memberikan motivasi, Fahri memilih untuk memberikan sebuah pelukan.

Di sudut lain di belakang pohon ketapang, seseorang berdiri dengan tangan gemetar.

Dia adalah Munir, orang kepercayaan Arif yang mengurus peternakannya.

Di tangan pria itu terdapat ponsel dan korek api. Setelah sambungan teleponnya tersambung, ia pun berkata, "Saya sudah melakukan semuanya, Pak."

"Kerja bagus, Munir. Uangnya akan saya berikan, setelah saya memastikan sendiri," jawab Arif dengan senyum lebar.

...****************...

Cahaya duduk diam di sebuah kursi rotan yang terletak di teras rumah Bahar.

Sejak semalam sampai menjelang pagi, tak semenit pun Cahaya memejamkan mata. Ia terus terjaga, merasakan hangat dekapan Fahri sambil terus memikirkan hal yang sama.

"Mau jalan-jalan keliling kampung gak, Ya? Mumpung masih pagi." Fahri muncul di depan pintu lalu menarik tangan Cahaya yang diam tanpa kata.

Melihat tak ada reaksi penolakan, Fahri lantas membawa Cahaya untuk sekadar menjernihkan pikirannya.

"Semua ini akan berlalu, Ya. Sudah takdirnya begitu." Fahri memberi petuah. "Nanti Abang akan bantu kamu buat mendirikan pabriknya kembali. Yang hilang, kan, cuma bangunan itu. Bukan pelangganmu. Untuk sementara, kita pindahin tempat dulu. Gimana?"

"Boleh," jawab Cahaya sangat singkat.

Fahri tersenyum lembut sambil merangkul Cahaya.

Suasana teduh pagi hari khas pedesaan, mendadak rusak oleh kemunculan Arif bersama sepeda motor milik Munir.

Pria berkacamata itu pun turun sambil menyapa Fahri dan Cahaya. Mau dibuat sesedih apa pun, tetap saja ada raut bahagia di wajahnya.

"Saya turut prihatin atas kejadian yang menimpa kalian. Pasti rasanya hancur sekali melihat usaha yang kita bangun hancur begitu saja," ucap Arif menatap Cahaya dan Fahri bergantian.

"Terima kasih," balas Fahri mewakili istrinya.

"Saya rasa ini adalah hukuman dari Tuhan atas perlakuan kalian yang menyakiti hati beberapa orang."

"Memangnya hati siapa yang sudah kami sakiti? Hati kamu, Bang?" tanya Cahaya dengan tatapan tajam.

Fahri sendiri tidak menyangka jika Cahaya akan membuka suara.

"Atau jangan-jangan, ini semua ulahmu, ya? Kamu sakit hati sama kami, makanya kamu menghancurkan usahaku ini!"

"Eh, kalau bicara itu dijaga, ya. Atau saya bakalan lapor ke polisi atas kasus pencemaran nama baik. Lagipula saya bukannya senang mengotori tangan saya untuk hal-hal semacam itu."

"Lebih baik kita pergi aja, Ya."

Sekali lagi, Fahri membawa Cahaya menjauh.

Arif sendiri tampak tertawa kecil. Puas sudah hatinya mengobrak-abrik bisnisnya Cahaya.

"Ini adalah balasan buatmu," ucapnya dan pergi begitu saja.

Menjelang siang, Fahri dan Cahaya memutuskan untuk pulang.

Awalnya Cahaya ingin meminta bantuan Fahri untuk menyelidiki kasus kebakaran ini. Entah mengapa, hatinya mengatakan jika Ariflah yang menjadi dalang di balik semua ini.

Namun, karena curigaannya itu tak berdasar, akhirnya Cahaya mengurungkan niatnya.

"Yang, boleh gak mampir di kantor Abang sebentar gak? Ada hal yang harus Abang tangani langsung. Penting soalnya."

"Boleh."

"Makasih, ya."

Kata penting yang Fahri ucapkan, langsung terlihat saat ia tiba di kantor. Di lobi saja, Geri sudah menunggu dengan sopan. Ketiganya kemudian menuju ke ruangan Fahri terlebih dahulu untuk mengambil beberapa berkas sekalian menunggu Fahri ganti baju.

Ruangan itu memang didesain dengan sebuah kamar tidur. Di sana juga terdapat beberapa pakaian ganti. Saat sudah siap, Fahri menghampiri Cahaya yang menunggunya di sofa.

"Abang pergi dulu, kamu tunggu di sini, ya. Kalau ngantuk, masuk aja ke kamar. Kalau lapar, kamu bisa telepon sekretaris Abang dan sebutin aja apa yang kamu mau."

Cahaya mengangguk lemah dan menerima satu kecupan singkat di dahinya. Setelah itu, suaminya pun pergi bersama Geri.

Rasa bosan menunggu Fahri selesai, diisi Cahaya dengan membaca buku-buku yang ada di sana. Setelah membaca, ia mulai membuka ponsel dan melihat-lihat beberapa hal di sana. Ia juga menyempatkan diri menelepon Emil guna bertanya tentang Zaif. Syukurlah, Zaif tidak apa-apa. Anak itu bahkan masih berada di sekolah.

Cahaya kembali melihat jam tangan. Sudah satu jam sejak Fahri pergi.

Mengubah posisi menjadi tiduran, ia pun kembali menyelesaikan bacaannya. Tanpa sadar, Cahaya tertidur beberapa menit setelahnya.

Rasanya baru sebentar Cahaya memejamkan mata. Sehingga ia dapat merasakan sentuhan-sentuhan kecil pada wajahnya.

Begitu matanya terbuka, Cahaya menemukan Fahri yang tersenyum lembut. Pria itu masih menyentuh pipinya dan berkata, "Maaf Abang harus bangunin kamu. Tapi, sudah waktunya kita pulang."

Bukannya bangun, Cahaya malah mengubah posisinya menjadi menyamping lalu menarik lengan Fahri untuk dipeluk.

Pria itu tertawa kecil, membiarkan Cahaya berbuat sesukanya. Namun, selang lima menit kemudian, kalimat yang sama kembali ia ucapkan.

"Sebentar lagi, Bang. Lima menit lagi," sahut Cahaya malas.

"Lanjut di rumah aja, ya. Tadi Mas Reno telepon. Katanya Zaif gak mau makan kalau kita gak pulang."

"Emang ini udah jam berapa?"

"Jam 8 malam."

Cahaya pun bangun terburu-buru setelah mendengar jawaban Fahri.

Fahri tiba di rumah setengah jam kemudian. Namun, sayangnya Zaif sudah tertidur tanpa sempat memakan malamnya.

"Makasih banyak, ya, udah mau jagain Zaif, Mas, Mbak. Pasti anaknya ngerepotin banget," ucap Cahaya tersenyum simpul.

"Sama-sama, Cahaya. Kita gak merasa direpotkan, kok. Malah tambah senang karena rumah jadi lebih rame," jawab Emil cukup ramah.

"Ya, udah. Kita pamit dulu, ya."

1
Yosda tegar Sakti
bagus.
NurAzizah504: Terima kasih, Kakak
total 1 replies
Muliana
Ayolah thor,,, jangan lama-lama up-nya
NurAzizah504: Siappp /Facepalm/
total 1 replies
Teteh Lia
5 iklan meluncur
NurAzizah504: Terima kasih banyak, Kak /Smile/
total 1 replies
Teteh Lia
padahal Aurel kan nda perlu sampai ke rumah cahaya juga. cahaya nya juga nda pernah meladeni Arif berlebihan. justru malah ketus kalo ke pak Arif.
NurAzizah504: Maaf .... Aurelnya sedikit berlebihan /Frown/
total 1 replies
Teteh Lia
ada apa lagi dengan Arif?
NurAzizah504: Arif baik2 saja padahal /Joyful/
total 1 replies
Teteh Lia
🐠🐠🐠🌹 meluncur
NurAzizah504: Terima kasih banyak, Teh /Smile/
total 1 replies
Teteh Lia
padahal ibu nya jelas2 bilang buat minta maaf sama Fahri. tapi kenapa Geri malah berbuat sebaliknya
NurAzizah504: Ups, ada alasan dibalik itu semua /Joyful/
total 1 replies
Teteh Lia
akhirnya terbongkar juga.
NurAzizah504: Tapi, belm semuanya, Kak /Silent/
total 1 replies
Muliana
Jika seperti ini, seharusnya Fahri yang dendam. Bukan kamu Geri
NurAzizah504: Mash ada alasan yang lain, Kak /Smile/
total 1 replies
NurAzizah504
/Sob//Sob/
Muliana
Misteri yang belum terselesaikan, alasan Gery membenci Fahri
NurAzizah504: Pelan2, ya /Joyful/
total 1 replies
Teteh Lia
🐠🐠🐠🐠 mendarat
NurAzizah504: Terima kasih banyak, Kakak /Smile/
total 1 replies
Teteh Lia
apa bab ini memang pendek? atau aku yang kecepetan bacanya? tiba2 bersambung aja...
NurAzizah504: Memang agak pendek, Kak. Asalkan udah bisa update /Sob/
Muliana: Aku pun, merasakan hal yang sama
total 2 replies
Teteh Lia
Salut sama Aurel yang nda berburuk sangka dan tulus sama Arif.
NurAzizah504: Arif beruntung bgt bisa dapetin Aurel /Proud/
total 1 replies
Teteh Lia
Sayangnya, percakapan Gerry dan cahaya nda direkam. padahal bisa buat bukti ke Fahri...
NurAzizah504: Oalah, lupa kayaknya Cahaya /Sob/
total 1 replies
Teteh Lia
keras kepala banget... bang Fahri
NurAzizah504: Itulah, Kak. Sisi negatifnya dia, sih, itu /Sob/
total 1 replies
Muliana
apa bab ini terlalu pendek, atau aku yang menggebu saat membacanya /Facepalm/
NurAzizah504: Emg pendek, Kak
total 1 replies
Muliana
gantung lagi /Sob//Sob/
NurAzizah504: Kayak perasaan digantung mulu /Sob/
total 1 replies
Muliana
Ah Fahri ,,, kamu akan selalu dalam rasa salah paham serta cemburu ...
Mutty
sinetron Indosiar ini mah...ampun dah
NurAzizah504: Kang Drama /Sob/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!