Cantik paripurna dan terlahir dari keluarga kaya raya. Siapa yang tidak kenal Biru, sang gadis impian banyak kaum adam. Tabiatnya yang agak "berandal" membuat keluarganya pusing menghadapinya. Biru sudah menentukan kekasih hatinya dan siapapun tak bisa menentangnya. Karena perangainya yang kurang tertata, Biru banyak menghadapi banyak masalah di hidupnya. Hingga akhirnya keluarga memutuskan untuk menyewa seorang bodyguard untuk Biru. Awalnya Biru menolak karena dia merasa tidak akan sebebas dulu. Hanya saja akhirnya dia sedikit melunak dan mengajukan syarat, yaitu bodyguardnya tidak boleh tampan karena suatu alasan. Lantas bagaimana pertemuan Biru dengan bodyguard pilihan keluarga? lalu bagaimana kebebasannya setelah mendapatkan bodyguard?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Akikaze, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapakah Dia?
Untuk membunuh rasa bosan sepeninggal Mario pulang, Biru berjalan menuju kafe yang berada di lantai yang sama dengan ruangan tempat dia dirawat. Karena badannya terasa bugar, dan mungkin nanti sore dia bisa pulang. Karena hasil cek pagi tadi, kondisi Biru baik-baik saja dan tidak ada yang mengkhawatirkan.
“Kayak kenal,” gumam Biru saat melihat seseorang yang sedang berbincang dengan gadis cantik. Jarak mereka tak jauh, Biru duduk di salah satu sudut kursi kafe. Memperhatikan sosok yang duduk membelakanginya, tapi dia amat kenal dengan sosok itu. Karena taka sing, dia sering melihat tubuh itu dari belakang.
“Sama siapa dia? Dih…makanya gue sendirian di kamar, rupanya dia lagi kencan di sini,?” gumamnya sambil mencebikkan bibirnya. Kedua tangannya terlipat di dada. “Awas aja nanti kalau balik,” ujarnya kesal. Biru tidak menyadari dengan apa yang dia lakukan.
Biru melihat gadis yang sedang berbincang dengan Dipa, iyap…sosok yang duduk membelakanginya adalah Dipa. Si pengawalnya.
“Bahkan gue belum sempat ngucap terima kasih,” imbuhnya.
“Ini kak,” ujar seorang pelayan kafe tersebut menyodorkan minuman yang dipesan oleh Biru. Biru menoleh ke arah pelayan tersebut sambil menyunggingkan senyum yang tak lepas. Merasa kedatangan pelayan tersebut menganggu fokusnya, dia ingin mendengarkan apa yang Dipa bicarakan dengan gadis itu.
“Oh iya, terima kasih,”jawab Biru disambut anggukan dan senyum ramah dari pelayan tersebut, selebihnya pelayan tersebut kembali ke tempatnya. Biru mengaduk minumannya berkali-kali, mungkin akan terasa segar jika dia meneguknya, hanya saja seleranya mendadak hilang.
Biru masih mengamati apa yang sebenarnya terjadi, siapakah dia? Dan untuk apa Dipa ngobrol dengan gadis itu.
“Dih, ngapain juga gue peduli,?” Biru bangkit dari kursinya, bahkan minumannya masih utuh. Biru bergegas membalik badan hendak keluar dari kafe tersebut, karena terburu-buru dan tidak melihat arah dengan baik.
Bruuuk…
“Aduh.” Pekik Biru, dia terjatuh dan terduduk di lantai.
Dipa menoleh ke arah sumber keributan itu, dan saat menyadari bahwa yang terjatuh adalah Biru, dia bergegas menolongnya dan meninggalkan Ayu di kursinya. Dengan cepat Dipa membopong Biru tanpa menoleh dan pamit kepada Ayu.
Ayu yang melihat pemandangan tersebut nampak terheran-heran, tapi tidak sempat bertanya. Siapakah gadis yang digendong oleh Dipa itu? Ayu mengaduk minumannya yang sudah mulai dingin.
Ayu bangkit dari kursinya dan membayar makanannya sebelum meninggalkan kafe tersebut. Setelah membayar, Ayu keluar dari kafe dan menuju ruangan di mana Papanya dirawat, Papa Ayu juga dirawat di lantai yang sama dengan Biru. Ayu mencoba melihat sekitar, tidak ada Dipa. Secepat itukah mereka menghilang?
Ayu membuka pintu tempat Papanya dirawat, terlihat laki-laki berambut yang sudah mulai memutih itu melihat kedatangan Ayu.
“Papa sudah bangun? Maaf ya Pa…tadi nggak sempat pamit, Ayu lagi nyari sarapan.” Ayu menyunggingkan senyum ke arah Papanya, Ayu mendekat ke Papanya dengan menarik kursi dan duduk di sana. Ayu meraih tangan kanan Papanya dan mengelusnya lembut.
“Papa bosen, Papa ingin pulang,” pinta Wahono pada putri satu-satunya.
“Eh Papa…nunggu Papa bugar baru pulang ih,” Ayu menjawab keinginan Papanya.
“Papa sudah sehat, lihat nih,” Pak Wahono menunjukkan senyumnya, meskipun dari raut wajahnya nampak pucat.
“Iya kita pulang, kalau Papa sudah sehat, paham Pa,?” Ayu kembali melemparkan senyum untuk Papanya. Apapun akan dilakukan Ayu, karena dia sangat sayang kepada Papanya. Rasa sedihnya tidak bisa diungkapkan saat Papanya harus kembali dirawat di rumah sakit. Ayu tidak bisa membayangkan jika hal buruk terjadi pada Papanya.
Sepulang mengecek kantor kemarin, tiba-tiba dia dikagetkan dengan teriakan pembantunya. Ayu bergegas mengecek apa yang terjadi, dan ternyata Papanya sudah tergeletak di lantai depan kamarnya. Sontak Ayu lantas membawa Papanya menuju rumah sakit, Ayu beruntung dan bisa bernafas lega melihat Papanya baik-baik saja.
“Kita pulang jika Papa sudah benar-benar sehat ya…Ayu sayang Papa,” Ayu kembali mengelus tangan Papanya. Kelembutan hati putri satu-satunya membuat Wahono luluh, dan menurut dengan perkataan Ayu untuk tetap tinggal hingga dia sembuh.
***
Dipa meletakkan Biru dengan hati-hati di ranjangnya, Biru tertegun dengan apa yang dilakukan Dipa. Toh dia baik-baik saja, hanya terjatuh karena nggak sengaja nabrak orang, bahkan dia belum sempat meminta maaf pada orang yang ditabraknya tadi, Dipa sudah gercep banget membawanya masuk ke dalam kamar.
“Gue baik-baik aja,” gumam Biru setelah dia terbaring di ranjangnya. Biru melihat kedua tangannya, lalu memperlihatkan pada Dipa. Tidak ada yang lecet atau luka.
“Jika Nona butuh sesuatu, Nona bisa menghubungi saya saja,” ungkap Dipa yang masih berdiri di samping ranjang, perasaan bersalahnya kembali muncul saat dia menyadari sudah tidak ada siapa-siapa di kamar Biru.
“Gue butuh udara segar, bisa ngasih udara segar gitu? Mendatangkan taman ke sini,?” Biru beralasan, nada bicaranya mendadak judes. “Orang lo aja nyari udara segar di luar,” Biru melihat Dipa dengan tatapan sinis, yang ditatap pun mengangguk kecil.
“Maafkan saya Nona, saya hanya mencari sarapan,”
“Lo kan bisa sih pesan dari kamar, mau minta apa juga pasti dibawain kan nanti,?” Biru tak mau kalah, nada bicaranya masih ketus.
“Maaf Nona, bukankah Nona tidak berkenan jika ada Mario…saya…,”
Biru mengibaskan tangan di udara, tidak ingin mendengar alasan yang keluar dari mulut Dipa.
“Gue nggak peduli, gue mau tidur, lo keluar,” perintah Biru, tangannya dengan gesit menarik selimut dan menyelimuti tubuhnya hingga sampai di kepalanya.
“Tapi Nona kan….,”
“Keluaaaar!” pekiknya.
Dipa mengangguk pelan dan membiarkan Biru istirahat, lalu dia dengan hati-hati membuka pintu dan keluar meninggalkan ruangan Biru. Dipa baru ingat jika dia meninggalkan Ayu begitu saja tadi saat sarapan. Dipa bergegas kembali ke kafe dan mencari Ayu. Yang dicari ternyata sudah tidak berada di tempat.
Dipa menoleh ke kiri dan ke kanan, dan benar saja, Ayu sudah tidak berada di sana. Dipa menuju kasir dan menanyakan perihal makanan serta Ayu.
“Oh sudah dibayar sama kakaknya tadi,” jawab kasir perempuan itu dengan ramah.
“Oh, terima kasih,” balasnya, dia membalikkan badannya dan memilih keluar dari kafe tersebut. Tidak sempat tadi dia berpamitan pada Ayu, terlalu fokus dengan keadaan Biru yang terjatuh di lantai.
Dipa menuju resepsionis kamar VVIP, menanyakan di mana letak kamar Wahono berada, dan ternyata tak jauh dari kamar Biru. Hanya selisih 4 kamar saja.
“Terima kasih sus,” Dipa mengangguk kecil setelah mendapatkan informasi dari resepsionis tersebut.
Dipa berjalan ke arah ruangan yang ditunjukkan oleh resepsionis tadi, tepat berada di depan pintu. Dipa terdiam sejenak, lalu jemarinya perlahan mengetuk pintu tersebut. Tak berapa lama pintu terbuka dan Dipa masuk ke dalam.
Sementara itu di kamarnya, Biru merengut dengan posisi wajah masih tertutup dengan selimut.
“Dih dia beneran pergi, dasaaaar,” Biru menggigit selimutnya dengan gemas. “Kemana dia pergi,?” ungkapnya seraya turun dari ranjangnya.
Biru membuka pintu perlahan, kepalanya keluar dari pintu namun badannya masih di dalam. Sekilas dia melihat Dipa sedang masuk ke sebuah kamar perawatan.
“Ih..mau kemana dia,?” gumamnya. Biru membuka pintunya lebar-lebar dan hendak keluar, hanya saja tidak jadi dikarenakan ada perawat yang akan mengecek keadaan Biru, sehingga Biru kembali masuk ke kamarnya.