Tak di pandang di tempat iya berada sebelumnya. Namun keberadaannya saat ini mampu membuat orang lain mengejar-ngejarnya. Berawal dari kesalahan orang tua yang membuatnya harus hidup di antara garis kemiskinan. Di hina oleh orang lain dan di rendahkan oleh kekasihnya sendiri.
Tiba-tiba sang kakek datang ketika cucu nya benar-benar dalam himpitan rasa malu dan kesal.
Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Apabila ada kesamaan nama tokoh, tempat dan alur cerita itu bukanlah hal yang sebenarnya.
Salam Halu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Turyana affandi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Arsa.
"Aku sudah terbiasa mendengarkan omongan tidak bermutu dari mereka. Dan itu semua tidak masalah untuk aku. Selain itu juga aku merasa kalau kita ini bukan hanya teman sekelas tanda kamu tapi kita adalah sahabat." Kata Talita sambil menatap ke arah Arsa.
"Kamu benar kalau kita ini adalah sahabat." Arsa pun tersenyum dan mengangguk.
Setelah makan malam selesai.
"Talita... Karena ini masih sore, ayo kita keluar jalan-jalan. " kata Arsa. Dia memiliki sebuah rencana di dalam otaknya.
"Keluar jalan-jalan? Mau ke mana kita? " tanya Talita dengan penasaran.
"Ke Bar." Arsa mengucapkan dua kata itu.
"Bar? Tidak tidak tidak. Arsa aku tidak suka pergi ke tempat-tempat seperti itu." Talita mengatakan sambil menggelengkan kepalanya. Dalam hati, Talita bertanya-tanya mengapa Arsa tiba-tiba mengajaknya pergi ke bar.
Jangan khawatir Talita, aku hanya ingin bersenang-senang. Kamu ngga mau ya? Hari ini aku sudah membantu kamu mendapatkan dana sponsor. Tidak terlalu berlebihan kan kalau kamu menemaniku pergi ke bar." Arsa tersenyum.
"Oh, baiklah kalau begitu." Setelah beberapa saat berfikir, Talita akhirnya setuju untuk menemani Arsa. Di mata Talita, Arsa bukanlah orang jahat, jadi dia lebih memilih untuk mempercayai sahabatnya itu.
Setelah pamit pada ibunya, keduanya bergegas keluar. Setengah jam kemudian.
Di depan bar Kota Surabaya.
"Arsa, apa kita mau ke sini? " Saat Talita melihat lampu gemerlab di bar, dia terlihat sangat terkejut. Karena di bar itu anak dari bu Mia, sekaligus mantan sahabatnya bekerja.
"Iya, ke sini." Arsa mengangguk dengan tersenyum manis di bibirnya.
"Arsa, kamu tidak mengajakku ke sini karena Vera kan." Mau tidak mau Talita pun bertanya. Dia tidak tahu mengapa Arsa mengajak dirinya untuk pergi ke bar. Tapi Gadis itu sedikit bisa menebak apa rencana Arsa hanya dengan melihat kemana tujuan mereka.
"Kamu sangat cerdas, tebakanmu tidak meleset." Kata Arsa sambil tersenyum. Hari ini, tepat di depan rumah Talita, wajah yang tidak cantik dari wanita paruh baya yang menjadi tetangga Talita serta wajah Vera masih segar di ingatannya. Ucapan kedua orang wanita beda generasi itu masih belum bisa Arsa lupakan. Talita pun menarik nafas dalam-dalam mengetahui rencana Arsa ini.
"Arsa, Aku tahu kamu tidak terima apa yang sudah dikatakan oleh Vera dan ibunya. Aku tahu kamu ingin melampiaskan amarahmu untuk aku. Aku sangat menghargai kebaikanmu. Tapi Vera adalah manajer di sini, jika kita datang ke sini dan ingin membalaskan rasa sakit hati itu, aku khawatir kalau kita yang akan diusir dari sana." Talita berkata dengan nada khawatir. Ia tidak ingin membuat Arsa mendapatkan masalah, karena itu juga bisa membahayakan dirinya. Karena kalau dilihat dari ekspresi Arsa, Talita tahu kalau temannya tersebut ingin membalas dendam kepada Vera.
Melihat Arsa yang sangat simpati kepada dirinya, hati Talita tiba-tiba menghangat. Tidak ada yang benar-benar tulus membantunya selama ini. Apalagi peduli terhadap dirinya kecuali orang tuanya. Dan karena hal ini juga, Talita tidak bisa membiarkan apapun terjadi kepada Arsa hanya karena dirinya.
"Jangan khawatir Talita, Aku di sini bukan untuk mencari masalah." Kata Arsa sambil tersenyum.
Arsa melangkahkan kakinya dan langsung masuk ke dalam bar setelah sedikit penolakan dari Talita. Iya melihat kekhawatiran dari sorot mata Talita ketika ia masuk. Karena Arsa sudah masuk terlebih dahulu, Talita pun buru-buru mengejarnya dan mengikuti masuk ke dalam bar tersebut.
Begitu mereka memasuki bar, suara musik disco terdengar sangat memekakkan telinga. arsa mengedarkan pandangannya ke sekeliling, dan bar itu sudah semakin banyak dikunjungi tamu.
"Selamat datang di Bar Exotic. Ada yang bisa saya bantu? " Dua orang penerima tamu, seorang pelayan pria dan wanita menyambutnya dengan ramah.
"Aku minta meja dengan pelayanan yang terbaik." kata Arsa dengan pelan.
"Tuan, meja dengan harga konsumsi paling rendah dan pelayanan terbaik paling mahal di sini minimal 6 juta. Saya sarankan saja Anda berdua untuk duduk di kursi yang masih tersedia. " kata staf wanita yang menyambutnya tadi.
"Dua orang kampungan itu berani meminta meja dan pelayanan terbaik? Apa mereka sedang bercanda? " laki-laki itu telah bekerja di bar ini selama beberapa tahun. Dan ia bisa menilai daya beli para pengunjung dengan apa yang mereka kenakan. Sedangkan kalau dilihat-lihat, Arsa dan Talita hanya berpakaian seadanya. Laki-laki itu mengira kalau Arsa hanya mampu membeli makanan atau minuman paling murah di bar tersebut. Atau bahkan kedua pengunjungnya tersebut tidak bisa membeli apapun di tempat ini. Laki-laki tadi mengatakan dengan suara yang pelan, tapi Arsa dan Talita masih bisa mendengarnya dengan jelas.
Arsa yang mendengar apa yang dikatakan oleh lelaki tersebut pun mengerutkan keningnya. Ia pun melangkah langsung menuju ke lelaki yang tadi merendahkannya. Terlihat wajah lelaki itu sangatlah sombong.
'Plaak' tiba-tiba saja Arsa menampar dengan keras wajah laki-laki tersebut. Seorang staff kecil pekerja di bar berani mengejek dirinya saat pertama kali mereka bertemu. Arsa sama sekali tidak menyangka ternyata begitu perlakuan pelayan di bar tersebut. Karena baru saja ditampar, lelaki tersebut memelototi Arsa.
"Kamu... Kamu bernai sekali menamparku." Kata pelayan laki-laki tersebut sambil melotot.
"Iya... tamparan Itu khusus untuk kamu. Minta Maaflah kamu kepadaku atas apa yang telah kamu katakan tadi." Kata Arsa dengan dingin.
"Minta maaf kepada kamu? Dasar b*******. Kamu pikir aku takut sama kamu. Aku pikir kalau kamu berani memukul seseorang tanpa sebab yang pasti, berarti kamu gila." Lelaki tersebut memegang pipinya yang terasa panas sambil berkata. Lain halnya kalau yang menampar wajahnya adalah orang yang kaya. Pelayan lelaki itu pasti akan rela dipukuli dan dimarahi karena ia sangat memuja uang. Tapi berhubung yang saat ini menampar wajahnya adalah seorang bocah laki-laki yang terlihat sangat miskin, Ia pun merasa tidak terima.