Sequel Empty Love Syndrome
IG elis.kurniasih.5
Alexander Kenneth adalah CEO yang dikenal killer. Tidak ada yang bisa bertahan lama menjadi sekretarisnya, hingga dia meminta seorang wanita untuk menjadi sekretarisnya.
Bilqis Thalita wanita bar bar yang ceroboh dan kerap melakukan kesalahan, ternyata menarik perhatian Alex karena kemiripannya dengan mendiang istri.
"Dasar Bos Killer. Lihat saja, aku akan menaklukkanmu," janji Bilqis pada dirinya sendiri saat berdiri di depan cermin kamar mandi kantor.
Bagaimana Kisah Bilqis dan Alex selanjutnya? Akankah Bilqis mampu menaklukkan bos killer itu hingga ke dasar hatinya? Lalu bagaimana dengan phobia Bilqis yang tidak mau memiliki hubungan dengan pria?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elis Kurniasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertanggung jawab
Sebelum sampai menuju rumah Bilqis, Alex mampir ke sebuah apotik. Ia mengambil semua obat flu dan vitaminnya. Alex mengambil sekitar sepuluh jenis merk obat termasuk vitamin. Ia juga bukan hanya membeli obat itu satu strip, tapi satu dus pada masing-masing merk obat itu.
Dret … Dret … Dret …
Telepon Alex berdering dengan menampilkan nama pengasuh putrinya.
“Halo.”
“Daddy …” terdengar suara Aurel di sambungan telepon itu. “Aku ingin dijemput Daddy.”
Siang itu, Aurel sedikit rewel, hingga membuat Maya bingung. Aurel tidak ingin pulang dengan pengasuhnya yang sudah menjemput. Ia memaksa akan menunggu ayahnya datang.
“Sayang, Daddy masih sibuk. Kamu pulang dengan Maya, Oke!”
“No. Dad. Aku ingin dijemput Daddy. Aku tidak ingin pulang dengan Maya.”
Maya masih menunggu anak majikannya itu, ditemani oleh sopir yang sengaja Alex tugaskan untuk mengantar dan menjemput Aurel ke mana pun. Kedua orang itu memang orang yang Alex percaya untuk menjaga putrinya selama ia tidak berada di rumah.
Alex menarik nafasnya kasar. “Daddy harus ke rumah sekretaris Daddy. Dia sakit.”
“Mommy sakit?” tanya Aurel dengan nada terkejut yang lucu.
“Ya, ini Daddy sedang di apotik membelikan Mommy obat.”
“Aku ikut,” ucap Aurel lantang. “Aku ingin menjenguk Mommy. Please, Daddy!”
Alex pun tersenyum mendengar rengekan sang putri. “Baiklah. Tunggu di sana! Daddy akan menjemputmu.”
Usai membayar barang belanjaannya di Kasir. Alex pun kembali mengemudikan mobilnya. Ia beralih ke sekolah putrinya, lalu setelah itu ke rumah Bilqis.
“Qis, jangan tidur aja! Malah makin pusing kepalanya kalau dibawa tidur terus,” ujar Laila saat memasuki kamar putrinya yang masih saja tiduran di atas kasur.
“Ya ampun, Ibu. Anaknya disuruh kerja terus sih,” protes Bilqis yang kemudian bangkit dan duduk di atas tempat tidur itu dengan bersila sembari memeluk boneka teddy bear besar sebesar anak berusia lima tahun berwarna cokelat.
Laila menghampiri putrinya dan duduk di sebelah Bilqis. “kamu sakit apa?”
Laila kembali menempelkan punggung tangannya pada kening dan leher Bilqis. Sejak pagi, ia pun melakukan itu tapi tubuh Bilqis tidak demam. “Ngga demam kok.”
“Emang engga,” jawab Bilqis. “Cuma kecapean aja, Bu. Pengen istirahat sebentar. Emang ga enak badan itu harus demam?”
“Ya, engga. Tapi memang ga apa-apa kamu kalau tidak kerja? Sudah bilang Nak Alex?”
Bilqis menoleh ke Ibunya. Ia memang tidak keberatan menjadi tulang punggung keluarga, tapi terkadang rasa lelah sering menghinggap jika sang ibu menyuruhnya untuk giat bekerja. Bilqis praktis meninggalkan kesenangan di usia mudanya. Ia selalu sibuk kerja dan membangun masa depan dengan bekerja sambil kuliah. Ia melakukan tanpa lelah, walau sebenarnya ia pun ingin berada di kondisi teman-temannya yang lain yang hanya kuliah saja tanpa harus mencari biaya sendiri untuk membayar pendidikannya.
“Sudah,” jawab Bilqis santai sembari terus memeluk boneka besar itu.
“Ck. Udah besar masih saja meluk boneka. Peluk yang asli lebih enak,” celetuk Laila membuat Bilqis mengernyitkan dahi. “Apaan sih, Bu?”
Laila tidak mengatakan pada Bilqis tentang Ibu-ibu komplek yang membicarakan ciuman Bilqis semalam. Laila juga tidak menyangka bahwa kejadian itu dilihat oleh kedua tetangganya yang berada di kanan dan kiri rumahnya. Asti dan Rina memang paparazi yang handal karena selalu tahu aktifitas keluarganya, pikir Laila.
“Ya udah, mandi sana! supaya segar. Ibu udh siapkan air hangat. Setelah itu makan dan minum obatnya.”
Laila tahu putrinya sedang tidak baik-baik saja. Secara fisik, Bilqis memang tidak sakit, tapi ada hal yang membuatnya menjadi tidak enak badan. Dan, Laila akan menanyakan nanti di saat yang tepat.
Bilqis mengangguk. Ia segera mengambil handuk. “Ya udah, Bilqis mandi dulu. Makasih Ibu.”
Bilqis mengecup pipi Ibunya dan Laila hanya tersenyum sembari menangkup pipi sang putri saat Bilqis mencium pipinya. Tak terasa putra putrinya sudah besar. Semula, Laila sempat menyerah dan ingin menitipkan Bilqis pada kakaknya yang kebetulan belum memiliki anak waktu itu. Waktu itu, Laila merasa tidak cukup mampu untuk membesarkan kedua anaknya seorang diri, mengingat ia pun hanya seorang ibu rumah tangga biasa saat menjadi isti dan tiba-tiba ditinggalkan suami dengan kecukupan finansial yang juga lenyap.
Laila melihat putrinya keluar kamar menuju kamar mandi. Di dalam kamar Bilqis memang tidak terdapat kamar mandi. Di rumah ini hanya ada dua kamar mandi. Satu di kamar utama, yang dipakai oleh Laila, dan satunya lagi di tengah antara ruang dapur dan ruang keluarga yang tak jauh dari ruang tamu.
Ting Tong
Suara bel rumah Bilqis berbunyi.di luar sana, Alex dan Aurel tampak kompak sedang berdiri di depan pintu rumah itu.
Bilqis masih berada di dalam kamar mandi. Ia sengaja berlama-lama di sana untuk memanjakan kulit tubuhnya yang sengaja ia gosok dengan gel strawberry. Kegiatan Bilqis itu pun membuat telinga tidak mendengar bahwa rumahnya sedang kedatangan tamu.
“Nak Alex?” Laila terkejut setelah membuka pintu rumah. Padangannya teralih pada anak kecil yang masih menggunakan seragam taman kanak-kanak. “Aurel?”
“Oma.” Aurel langsung memeluk Laila.
“Maaf, Bu. Saya dengar Bilqis sakit. Saya datang untuk membawakan ini.” Alex menyodorkan dua plastik besar pada Laila. Satu berisi obat dan satu lagi berisi buah-buahan yang banyak.
“Ya, ampun. Terima kasih. Tapi Bilqis sudah tidak apa-apa kok,” jawab Laila jujur.
Laila membuka pintu rumahnya lebar dan membiarkan Alex juga putrinya untuk masuk.
“Tapi tadi saya dengan ditelepon, Bilqis bersin-bersin. Dia flu? Apa harus dibawa ke dokter?”
Laila tersenyum melihat kepanikan Alex. “Tidak perlu, Nak. Bilqis hanya perlu istrirahat saja. badannya juga ga demam. Malah sekarang orangnya lagi mandi.”
Sontak, Alex pun mengernyitkan dahi. Ah, Laila terlalu jujur dan tidak bisa diajak kompromi. Mungkin nanti Bilqis akan berpikir seperti itu pada ibunya yang kelewat jujur.
“Ayo duduk! Ibu buatkan minuman dulu.” Laila mempersilahkan Alex dan Aurel duduk, tapi Aurel justru meminta Laila untuk ikut ke dapur dan Laila pun mengiyakan dengan senang hati.
Laila memang menyukai anak kecil. Dulu, ia bercita-cita ingin memiliki anak banyak bersama suaminya. Namun hal itu tidak terjadi karena sang suam meninggalkannya. Dan sekarang, Laila selalu meminta Bilqis untuk memberinya anak kecil.
“Yah, sirup Oma habis.” Laila mendengus saat melihat persediaan sirup dan gulanya habis.
Aurel yang melihat hanya mengerjapkan mata, karena ia memang menginginkan minuman dingin yang disuguhkan Laila waktu itu.
“Oma beli dulu di mini market depan ya,” ucap Laila pada Aurel yang mengangguk.
“Ikut, Oma,” jawab Aurel yang langsung di angguki Laila. “Ayo!”
Laila dan Aurel keluar, melewati Alex yang duduk di ruang keluarga. “Nak Alex, Ibu ke mini market depan dulu ya. Sirup dan gulanya habis.”
“Daddy, Aurel ikut Oma ya!”
Alex menatap putrinya dan mengangguk. “Tapi tidak boleh membeli permen.”
Aurel mengangguk menuruti perintah sang ayah. “Iya, Daddy.” Gadis kecil itu tertawa lucu.
Alex langsung mengeluarkan dompet dan memberikan sebuah kartu apda Laila. “Pakai ini, Bu.”
“Oh, tidak usah Nak Alex. Jangan!” Laila langsung menolak.
“Tidak apa, Bu. Nanti di sana pasti Aurel meminta macam-macam,” ucap Alex yang tetap memberikan kartu itu pada Laila.
“Tidak apa. Ibu juga bawauang kok.” Laila tetap berusaha untuk menolak.
“Tidak apa, Bu. Pakai ini!” Alex memegang tangan Laila dan memaksa untuk menerima kartu yang ia berikan.
Dengan berat hati, Laila pun menerimanya. “Haduh, saya jadi ga enak ini.”
Alex tersenyum. “Tidak apa, Bu.”
Laila dan Aurel pun pamit. Alex hanya melihat kepergian dua wanita itu. hati Alex lega karena melihat sosok Laila yang sudah seperti nenek untuk Aurel, karena kebetulan selama ini Aurel hanya mendapat kasih sayang nenek dari orang tua istrinya dulu. Sedangkan Alex, sudah lama tidak memiliki orang tua. Ayah dan ibunya meninggal dalam kecelakaan tunggal saat ia baru saja menikahi Tasya. Dan saat itu, Tasya mengganti kesedihan dengan kebahagiaan.
Di dalam kamar mandi, Bilqis baru saja selesai dengan ritual bersih-bersih yang bisa menghabiskan waktu berjam-jam. Tapi kali ini ia hanya melakukannya satu jam saja. Bilqis melilitkan handuk ke tubuhnya. Ia juga melilitkan handuk ke kepalanya yang basah. Handuk yang melilit tubuh Bilqis cukup kecil sehingga hanya mampu menutupi b*k*ng dan dadanya saja, selebihnya dapat terekspose sempurna. Bilqis pikir tak mengapa karena di rumah ini hanya ada ia dan sang ibu, sedangkan Radit pun tak berada di rumah.
Bilqis membuka pintu kamar mandi dan melenggang keluar tanpa curiga bahwa ada seseorang yang meilihat ke arahnya saat pintu kamar mandi itu terbuka.
“Ibu ke mana ya?” tanya Bilqis sembari melongok ke arah ruang keluarga dan sedikit ke arah ruang tamu.
Sementara Alex berdiri di belakang Bilqis setelah dari dapur untuk mengambil air mineral.
Tak lama kemudian, Bilqis pun membalikkan tubuhnya dan … “Aaa …” teriakan Bilqis yang kencang membuat Alex dengan reflek membekap mulut itu agar tak mengundang kehadiran para tetangga yang mendengar teriakan itu.
Tapi sayang, dua tetangga Bilqis yang julid itu pun mendengar teriakan Bilqis. Kebetulan, mereka sedang berdiri di depan pagar rumahnya yang bersebelahan dengan gerbang Bilqis saat bergibah.
Seketika kedua pasang mata mereka pun saling menatap. Alex dapat menghirup aroma strawberry dari tubuh Bilqis. Ia juga dapat melihat dengan jelas lekuk tubuh yang sexy itu. Di tambah, handuk Bilqis yang tiba-tiba melorot saat berada di dekapan Alex, membuat Bilqis pun sontak memeluk erat tubuh bos killernya itu.
“Aaa …” teriak Asti dan Rina yang langsung menutup matanya mereka saat memasuki rumah Bilqis dan melihat pemadangan dua insan itu.
Alex pun langsung menggeleng ke arah Asti dan Rina. Ia ingin menjelaskan bahwa semuanya tidak seperti yang mereka lihat.
“Aaa …” kini Laila pun berteriak dan langsung menutup mata Aurel. “Nak Alex? Kalian sedang apa?”
Alex langsung melilitkan handuk itu kembali di tubuh Bilqis. Bilqis menggeleng ke arah sang Ibu. “Ini tidak seperti yang Ibu lihat. Ini salah faham,” ujar Bilqis.
“Ya ampun, Bilqis. Siang-siang bolong berbuat mesum,” ucap Asti, si mulut julid.
"Ya ampu kelakuan anaknya Bu Laila," sahut Rina menggeleng.
Laila ikut menggeleng. Ia yakin bahwa putrinya dan bosnya tidak melakukan seperti yang dituduhkan tetangganya.
Alex ikut menggeleng. “Bilqis tidak salah. Saya yang salah. Saya akan menikahinya.”
Sontak Bilqis pun melotot. Hanya karena insiden kecil, ia harus menikah dengan bos killernya ini? Sungguh Bilqis tak percaya. Ia menggelengkan kepala. Namun, Alex tetap bersikeras bahwa ia akan bertanggung jawab.
g prnh tau salahnya mrasa g prnh punya salah
radit bar barr
eehh trnyata eskrim ituu
tp knp ya yg dpt dr ridho cm radit? kn bilqis juga anaknya,mkpn si bilqis sdh mnikah