Naiki, seorang gadis cantik, cerdas, tegas, dan berani, namun berhati dingin. Ia dan Rhean kakaknya, menderita suatu gangguan mental akibat kekejaman ayah kandung mereka dimasa lalu. Penyiksaan fisik dan batin mereka dapatkan. Ketika penderitaan mereka berakhir, kebersamaan dengan ibu mereka pun ikut berakhir.
Dua puluh tahun kemudian Naiki kembali. Dengan status dan kemampuan bertarungnya yang luar biasa, Naiki ingin merebut kembali perusahaan ibunya yang dirampas paksa. Tidak ada kata ampun di kamusnya. Semua orang jahat, harus merasakan penderitaan yang pernah ia rasakan.
Namun, saat ia akan memulai misinya, ia dijodohkan dengan seorang pria tampan pemilik perusahaan besar yang tidak sengaja ditolongnya.
"Kau tenang saja, aku akan meminta kakek untuk menjadikanku milikmu secepatnya."
Kalimat pria itu seakan menghipnotis Naiki dan membuat hatinya meleleh. Apakah misinya akan berjalan sesuai rencana walaupun ia sudah menikah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annadrie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33 Sparring
"Kau serius?" Tanya Darel sambil terus berjalan di samping Naiki. Naiki mengangguk yakin.
"Kau tega menghajar suamimu sendiri?" Tanya Darel lagi. Naiki tetap mengangguk.
Darel menghela nafasnya. Ia berjalan dengan langkah berat menuju halaman belakang. "Nasib punya istri badas." Batin Darel.
"Lepas sandalmu, Darel." Ucap Naiki saat mereka sudah berdiri berhadapan. Darel langsung melepaskan sandalnya dan ingin melepas baju kaos hitam yang masih ia kenakan.
"Hei...yang itu jangan!" Teriak Naiki agak panik.
Darel menyeringai. Dengan sengaja ia mempercepat gerakannya melepas baju dan melemparkan baju itu sembarangan. Tampaklah lekukan tubuh Darel dengan ototnya yang membuat Naiki salah tingkah.
"Hiiish...kau sengaja, kan?" Hardik Naiki.
"Hahaha...apanya?" Sahut Darel pura-pura bodoh. Ia menyapu kulit putihnya dengan jari-jarinya, seakan ada debu menempel di sana.
"Sudahlah. Ayo kita sparring!" Ucap Naiki sambil mengambil posisi.
"Ya Tuhan...inikah kehidupan pengantin baru hamba-Mu ini?" Batin Darel sambil menggaruk tengkuknya.
Buuuuggghhh...
Satu pukulan mengenai otot perut Darel. Tubuhnya sedikit bergeser ke belakang.
"Aaarrghhh...Aku belum siap, Naiii..." Protes Darel sambil memegangi perutnya yang dihantam Naiki.
Naiki hanya tersenyum dingin. Ia lalu bersiap menyerang untuk kedua kalinya. Namun Darel menghindar. Naiki kembali menyerang dengan kaki kanannya, menargetkan kepala Darel, namun Darel berhasil menangkisnya.
"Gadis ini benar-benar serius." Batin Darel sambil terus menghindari serangan Naiki.
Tampak beberapa pengawal mulai berdatangan. Mereka mendengar suara perkelahian dari halaman belakang yang membuat mereka cepat bergerak. Mereka takut terjadi penyerangan terhadap majikan mereka. Tapi ternyata yang mereka lihat sekarang adalah pertarungan Tuan dan Nyonya mereka sendiri.
Para pengawal tidak berani mendekat. Mereka hanya memerhatikan dari jauh sembari saling bertanya satu sama lain, apa yang telah terjadi dengan Tuan dan Nyonya mereka.
Darel terus menghindar setiap Naiki menyerang. Sesekali ia berlari menjauh, namun Naiki terus mengejarnya. Darel mahir dalam ilmu bela diri, namun ia tidak tega untuk menyerang balik istrinya itu. Darel lalu berlari ke pinggir kolam renang. Saat Naiki sudah dekat, Darel menggapai tangan Naiki dan menariknya hingga terjatuh ke kolam.
Byuurrrrrr....
"HWAAAA...DARELLLL...aku sudah mandi tadi." Pekik Naiki saat kepalanya muncul ke permukaan.
"Hahahaha...." Darel tertawa sejadi-jadinya. Ia lalu berenang mendekati Naiki. Kemudian mendekatkan mulutnya ke telinga kanan Naiki.
"Kau bisa mandi lagi bersamaku nanti." Goda Darel.
Naiki ingin sekali menyemprot Darel dengan berbagai macam celaan. Namun belum apa-apa, ia selalu mati kata dibuatnya. Naiki tersipu. Ia lalu berenang ke pinggir kolam dan naik ke atas, meninggalkan Darel yang tersenyum di tempatnya.
************
Naiki sudah selesai mandi, begitu pun dengan Darel yang terpaksa mandi di kamar mandi lain. Mereka sekarang tengah menunggu jam makan malam. Naiki sambil membaca beberapa dokumen yang baru saja dikirim oleh Sisi via email, sedangkan Darel duduk memerhatikan istrinya tak berkedip.
"Sayang." Tegur Darel lembut.
"Hhhmmm..." Sahut Naiki cuek.
"Apa kau tidak khawatir padaku?" Tanya Darel manja.
Naiki mengangkat kepalanya, menoleh ke arah Darel. Darel lalu pindah ke samping Naiki. Duduk dengan menyandarkan kepalanya di lengan Naiki.
"Perutku sakit karna kau pukul tadi." Keluh Darel.
"Ck, kau kira aku percaya?" Cetus Naiki.
Darel tidak menyerah. Ia lalu merebahkan tubuhnya di sofa, dan menaruh kepalanya di pangkuan Naiki. Ia lalu meraih sebelah tangan Naiki dan menaruh tangan itu di atas perutnya.
Naiki terbelalak, mukanya memerah. Ia berusaha menarik tangannya, namun Darel menahannya dengan begitu kuat.
"Ini orang kenapa sih, jantungku sudah mau copot ini." Rutuk Naiki dalam hati.
"Tuh kan, sakitnya hilang kalau kau menyentuhnya." Ucap Darel. Ia tidak sadar kalau wajah istrinya sudah merona dan jantungnya berdegub kencang.
Dddrrrtt...
Handphone Darel bergetar. Darel lalu melepas tangan Naiki, maraih handphone di sakunya, dan mengangkat panggilan itu dengan posisi tetap rebahan.
"Jadi siapa mereka?" Tanya Darel to the point.
"Orang suruhan Brata dan pria yang bernama Justin." Sahut Pengawal yang menelepon.
"Tahan orang suruhan Brata, dan lepaskan pria yang bernama Justin." Perintah Darel. Ia berpikir, belum waktunya untuk melakukan perhitungan dengan Justin. Pria yang mengincar istrinya. Darel lalu memutuskan panggilan teleponnya.
Naiki paham dengan isi obrolan Darel dan pengawalnya tadi walaupun yang ia dengar hanya perkataan dari Darel.
"Mau kau apakan mereka?" Tanya Naiki serius.
"Menahannya untuk sementara waktu agar Brata kekurangan orang." Sahut Darel santai. Naiki menyipitkan matanya.
"Mereka akan mengikutimu ke mana pun, Nai. Dan jika kita melepaskan mereka, Brata akan semakin tertarik denganmu karena informasi yang mereka berikan setelah kejadian sore ini." Lanjut Darel sembari meraih tangan Naiki dan menggenggamnya.
Para pengawal yang dikerahkan Darel saat mereka dibuntuti tadi sore memang sangat mencolok karena jumlahnya yang sangat banyak. Jadi Darel berpikir, orang-orang suruhan Brata saat ini pasti berkesimpulan Naiki bukanlah orang sembarangan.
"Satu lagi, kapan kau akan memulai pengobatanmu kembali, Sayang?" Tanya Darel tiba-tiba.
"Kenapa tiba-tiba kau memintaku berobat?" Naiki balik bertanya.
"Karena aku tidak ingin phobiamu menjadi senjata yang melukai dirimu sendiri, Nai."
Naiki tertegun mendengar perkataan Darel. Ia tahu, situasi makin hari akan semakin berbahaya. Banyak yang mengincarnya. Baik itu sebagai Naiki, apalagi sebagai Rhea. Naiki memang terampil dan hebat dalam perlindungan diri. Namun, penyakitnya bisa saja kambuh sewaktu-waktu. Dan yang dikhawatirkan Darel, seseorang akan tahu lalu mengambil kesempatan untuk menyerang Naiki dengan cara memanfaatkan kelemahannya itu.
"Akhir pekan ini, aku janji." Lirih Naiki kemudian.
Darel tersenyum mendengarnya. Naiki pun melanjutkan pekerjaannya mengecek dokumen perusahaan. Ia sangat berkonsentrasi setiap mengerjakan apa pun, hingga ia tidak sadar, Darel telah memejamkan matanya.
Tiga puluh menit berlalu, Naiki melihat ke jam dinding. Ternyata sudah waktunya makan malam. Karena rumah itu tidak memiliki pelayan yang tinggal di sana, Naiki nyaris saja melewatkan jam makan malam mereka.
Namun, saat ingin berdiri, Naiki baru sadar, Darel tertidur di pangkuannya. Dengan perlahan ia mengangkat kepala suaminya, berdiri dari duduknya, dan meletakkan kembali kepala Darel dengan perlahan. Naiki lalu berlutut, dan menatap wajah Darel yang tertidur dengan lekat.
"Suamiku ternyata benar-benar tampan." Gumam Naiki sambil tersenyum. Tanpa sadar ia lalu mengecup pipi Darel.
"Aduh, apa yang aku lakukan?" Ucap Naiki seraya menutup mulutnya lalu memukul-mukul bibirnya.
Cepat-cepat Naiki berdiri dan ingin beranjak pergi. Namun tiba-tiba...
Grepppp....
Tangan Darel menangkapnya dan menariknya hingga terjatuh ke atas tubuh Darel yang terbaring di sofa. Mata Naiki membulat, wajahnya bersemu merah.
"Apa kau suka menciumku diam-diam seperti itu, Sayang?" Tanya Darel. Ia mulai mengintimidasi istrinya yang terlihat gugup di atas tubuhnya.
Naiki meronta, berusaha melepaskan tubuhnya dari jeratan Darel. Tangan kokoh Darel melingkar di pinggangnya saat ini.
"Lepas Darellll... Aku sudah lapar. Ini jam makan malam." Rutuk Naiki sambil meronta terus-terusan.
"Tenanglah, Sayang. Aku makin tidak bisa melepaskanmu jika kamu bergerak terus di atas tubuhku seperti itu." Ucap Darel sambil membuang mukanya malu. Ia tahu, wajahnya pasti lebih merah dari wajah Naiki sekarang.
"Tolonglah Nai, kalau kau bergerak terus seperti itu, kau akan membangunkan yang tidak seharusnya bangun saat ini." Batin Darel.
Naiki tiba-tiba terdiam. Ia sadar dengan perbuatannya. "Oh tidak, jangan sampai aku memancing yang di sana."
Melihat Naiki sudah tenang, Darel lalu melepaskan pelukannya. "Berdirilah perlahan." Ucapnya.
Naiki lalu berdiri dengan perlahan dan disusul oleh Darel yang beranjak duduk.
"Ayo kita makan malam!" Lirih Naiki masih tersipu malu. Darel tersenyum lalu mengangguk setuju.
************
💙💙💙💙💙