Ibrahim, ketua geng motor, jatuh cinta pada pandangan pertama pada Ayleen, barista cantik yang telah menolongnya.
Tak peduli meski gadis itu menjauh, dia terus mendekatinya tanpa kenal menyerah, bahkan langsung berani mengajaknya menikah.
"Kenapa kamu ingin nikah muda?" tanya Ayleen.
"Karena aku ingin punya keluarga. Ingin ada yang menanyakan kabarku dan menungguku pulang setiap hari." Jawaban Ibra membuat hati Ayleen terenyuh. Semenyedihkan itukah hidup pemuda itu. Sampai dia merasa benar-benar sendiri didunia ini.
Hubungan mereka ditentang oleh keluarga Ayleen karena Ibra dianggap berandalan tanpa masa depan.
Akankah Ibra terus berjuang mendapatkan restu keluarga Ayleen, ataukah dia akan menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27
Kaki Ayleen bergetar hebat saat turun dari ojek online. Seumur hidup, baru kali ini dia berada ditempat balap liar. Banyak sekali muda mudi yang kumpul, hingga dia kesulitan mencari keberadaan Ibra. Sepertinya acara balapan belum dimulai, saat ini masih belum pulul 12. Kata Ibra, hampir dini hari saat jalanan sepi, itulah waktu yang mereka pilih untuk balapan.
Dengan tubuh gemetaran, Ayleen mengedarkan pandangannya. Berharap dia akan segera menemukan keberadaan Ibra. Malam ini, terpaksa dia berbohong, menelepon mamanya dan bilang menginap dirumah Ajeng. Tapi dia berjanji, malam ini terakhir kalinya dia bohong.
Suit suit
Wajah Ayleen langsung pias dan jantungnya berdegup kencang saat segerombolan pemuda mulai menggodanya.
"Cantik, mau kemana sendirian? Mending kumpul sini sama Abang." Ucapan cowok itu langsung disambut tawa teman-temannya.
"Sini dong, seneng-seneng sama kita."
Melihat salah seorang dari mereka mendekat, Ayleen langsung lari tunggang langgang. Sumpah demi apapun, dia menyesal datang ketempat ini.
"Woi, kenapa lari?"
Ayleen tak berani menoleh, terus berlari hingga nafasnya tersengal-sengal. Setelah cukup jauh, dia menoleh, beruntung tak ada yang mengejarnya. Kembali berjalan, sambil mengatur nafas, dia merogoh tas slempangnya dan mengambil pobsel. Dengan tangan gemetaran, dia menghubungi Ibra, tapi seperti tadi, ponsel cowok itu gak aktif.
Ayleen terus berjalan, menyusuri jalan yang kanan kirinya penuh dengan muda mudi. Jantungnya kembali berpacu saat menyadari seseorang menguntitnya. Meski masih lelah, Ayleen mempercepat langkahnya, sampai lari, tapi yang dibelakangnya tak mau kalah, ikutan lari mengejarnya.
"Aaa..." Pekik Ayleen sambil memejamkan mata saat orang itu berhasil meraih lengannya.
"Leen, ini gue." Ayleen membuka matanya mendengar orang cowok itu menyebut namanya.
"Ka- Kak Jovan," lirih Ayleen sambil bernafas lega.
"Ngapain lo disini? Ibra tahu gak lo ada disini?"
Ayleen menggeleng, "Sejak tadi Kak Ibra gak bisa aku hubungi."
"Terus lo nekad kesini?" Ayleen mengangguk. "Ini gila. Lain kali jangan kayak gini. Tempat seperti ini bahaya buat kamu." Sebagai tetangga, Jovan jelas tahu cewek seperti apa Ayleen. "Ayo ikut gue. Kita ke tempat Ibra." Jovan sama sekali tak berniat melepaskan tangan Ayleen. Dia merasa bertanggung jawab untuk menjaga gadis itu.
Ibra yang sedang mengutak atik motor dengan teman-temannya, langsung syok melihat Joko datang bersama Ayleen. Dia yang awalnya jongkok langsung berdiri dan menghampiri Ayleen.
"Ay, kenapa kamu bisa disini?" Ibra memegang kedua bahu Ayleen, memperhatikan dari atas kebawah. Takut terjadi sesuatu pada gadisnya itu mengingat wajah Ayleen sampai pucat.
Ayleen langsung memeluk Ibra, menangis dengan tubuh gemetaran. Dia tak tahu kenapa bisa senekat ini untuk nyamperin Ibra ditempat balapan.
"Tenang, ada aku, gak perlu takut." Ibra mengusap punggung Ayleen sambil mengecup puncak kepalanya. Setelah cukup tenang, Ibra mengajak Ayleen duduk didekat motornya lalu menyodorkan air mineral sisa dia minum tadi.
Ayleen yang memang kehausan, langsung menegak air mineral yang tinggal setengah botol itu sampai tandas.
Putri yang baru balik dari minimarket sambil membawa 2 kantong besar makanan, langsung syok melihat keberadaan Ayleen.
Melihat kedatangan Putri, Ayleen langsung melempar tatapan sengit padanya.
"Kok lo ada disini?" Putri masih tak bisa percaya Ayleen ada ditempat ini.
"Bukannya kamu yang bilang, kalau sebagai pacar Kak Ibra, aku harus berkontribusi ke geng Joker. Aku datang kesini buat lihat cowok aku balapan." Ayleen menggenggam kuat tangan Ibra, menunjukkan pada Putri jika cowok itu miliknya.
Putri membuang pandangannya, telapak tangannya terkepal kuat. Padahal malam ini, kesempatan dia buat deket dengan Ibra. Dia ingin membuktika pada cowok itu jika dia lebih pantas jadi ceweknya daripada Ayleen.
"Bra, lo coba tes drive bentar. Biar tahu apa yang kurang, nanti gue perbaiki," ujar Fikri. Cowok itu membuat suasana tegang antara Ayleen, Putri dan Ibra sedikit mencair.
Ibra menoleh pada Ayleen, rasanya berat untuk meninggalkan cewek itu sendirian meski disini teman-temannya semua.
"Leen biar sama gue," ujar Joko sambil menepuk bahu Ibra.
"Aku tinggal bentar ya, Ay," pamit Ibra.
Ayleen mengangguk, melepaskan tangan cowok itu meski rasanya amat berat. Dia kesini bukan murni untuk mendukung Ibra, dia hanya ingin Ibra tahu seperti apa dunia balap itu. Mencari cara bagaimana agar Ibra bisa lepas dari dunia itu. Selain itu, dia ingin Putri berhenti mendekati Ibra, karena dia tak selemah perkiraannya.
Melihat Joko yang duduk disebelah Ayleen menggantikan posisi Ibra tadi, Putri langsung melengos. Pergi begitu saja untuk kumpul dan membagikan makanan pada teman-teman Ibra lainnya.
"Sejak kapan Kakak gabung ke geng motor kayak gini?" tanya Ayleen.
"Sejak awal masuk kuliah."
"Gak ada keinginan berhenti?"
"Belum sih, aku masih enjoy sama mereka. Mereka teman, tapi udah kayak saudara." Joko melihat teman-temannya yang menurutnya sefrekuensi. Belum pernah dia punya circle pertemanan seasyik mereka.
"Kayak saudara," gumam Ayleen sambil tersenyum getir. Ibra selalu merasa sendirian, tak punya siapapun sejak ibunya meninggal, mungkin karena itulah, Ibra merasa sangat nyaman dengan mereka. Kalau seperti ini, akan makin sulit untuk mengeluarkan Ibra dari geng motor. Tapi dia tak boleh menyerah, dia harus bisa mengeluarkan Ibra dari sini. Lagipula, tak mungkin selamanya Ibra akan hidup seperti ini.
"Kok lo bisa ada disini sih, Leen? Gue kok gak yakin Tante Nara sama Om Asep ngijinin lo keluar tengah malem kayak gini? Belum lagi tuh Abang Aydin. Jangan bilang kalau mereka gak tahu lo ada disini." Ayleen mengangguk pelan. "Astaga Leen, nekat banget sih lo." Joka berdecak pelan sambil mengacak rambutnya sendiri. "Demi apa coba lo kayak gini?"
"Demi Kak Ibra, aku pengen dia berhenti balapan liar. Aku pengen dia hidup lurus-lurus aja, bukan berarti aku ngejudge kalau kehidupan kalian itu gak lurus, gak bener." Ayleen tak mau Joko tersinggung dengan kata-katanya. "Tapi balapan liar itu gak ada manfaatnya, bahayanya aja yang gede. Aku yakin, orang tua Kakak juga gak seneng Kakak ikutan kayak gini."
Joko langsung berdecak sambil tersenyum getir. "Mereka mana peduli sama aku. Dimata mereka, hanya ada Jovita, anak kebanggaan mereka. Aku gak pernah dianggap sama mereka." Joko lelah dengan hidupnya yang selalu dibanding-bandingkan dengan Jovita, saudara kembarnya yang selalu jadi juara sekolah.
Ayleen menggeleng cepat. "Itu gak bener, Kak. Aku yakin, orang tua Kakak juga sayang sama Kakak, sama seperti mereka sayang ke Kak Jovita."
"Kamu pengen Ibra berhenti ikutan geng motor?" tanya Joko.
"Hem," Ayleen mengangguk.
"Susah Leen. Gue takutnya malah lo yang keseret Ibra. Mending lo nyerah aja mumpung hubungan kalian masih awal."
Ayleen menggeleng. "Aku masih mau berusaha."