Gavin Wiliam Pranaja seorang dokter tampan yang terpaksa menerima perjodohan dari kedua orangtuanya karena ancaman yang di dapatkannya.
Ancaman untuk mencoreng nama nya sebagai salah satu pewaris keluarga Pranaja, bukan masalah gila harta, tetapi Rumah sakit menjadi salah satu aset yang tertera dalam hak waris. Sebagai seorang yang berjuang, tentu ia tidak akan mau merelakan rumah sakit impiannya begitu saja, terlebih lagi pada sang kakak yang begitu membencinya dan selalu merasa tersaingi.
Perjodohan tak bisa di hindarkan, meskipun gadis yang akan bersanding dengan nya memiliki sifat berbalik dengan sifatnya. Kekanakan dan sangat manja, Gavin membencinya.
Kirana Zahrani, seorang gadis belia yang pasrah di jodohkan dengan seorang dokter tak dikenalnya karena alasan membalas budi baik keluarga Pranaja yang telah membantu operasi sang Papa.
Ejekan dan hinaan di dapatkan Kirana, tetapi ia menanggapinya dengan penuh kesabaran, kesabaran yang berujung perasaan tak di undang untuk satu sama lain. Kelembutan dan ketulusan Kirana membuat hati Gavin menghangat hingga tanpa sadar perasaan itu hadir padanya.
updated pukul 12.00 WIB
Follow Instagram @Alfianaaa05_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melakukan lebih
Gavin mengerjapkan mata ketika merasakan usapan lembut di kepalanya, ia mendongak dan melihat sosok gadis cantik tengah tersenyum manis padanya.
"Kau sudah sadar, bagaimana keadaanmu?" tanya Gavin cepat.
Kirana tak menjawab, gadis itu justru hanya tersenyum menatapnya.
"Kirana, apa ada yang sakit?" tanya Gavin lagi.
Kirana masih diam membuat Gavin merasa aneh sekaligus khawatir. Sesaat kemudian, Kirana membuka suaranya yang membuat Gavin seketika lemas.
"Aku hampir mati." Lirih Kirana membuat Gavin menatapnya bersalah.
"Maafkan aku, aku tahu aku salah." Balas Gavin tak kalah lirih.
Kirana menggeleng. "Kau menjatuhkan kunci kamar hotel di depan pintu." Ujar Kirana semakin membuat Gavin bingung.
"Kau penasaran kan bagaimana aku bisa bebas dari kobaran api itu?" tebak Kirana ketika menyadari raut wajah Gavin.
Kirana sudah tampak pasrah ketika melihat api semakin dekat ke arah kamarnya, ia pun tak bisa melakukan apapun karena pintu terkunci dan untuk menelpon Gavin, rasanya itu akan merepotkan.
"Aku mati, sesingkat inikah hidupku? sesingkat inikah keberadaanku sebagai istri Gavin." Lirih Kirana menutup mulutnya ketika asap mulai terhirup oleh indera penciuman nya.
Kirana melemah, ia jatuh terduduk dengan tangan yang menutupi hidung sampai ke mulut yang terus mengeluarkan suara batuk, rasanya ingin berteriak tetapi percuma saja karena kamar ini kedap suara.
Ditengah kegelisahannya, tiba-tiba pintu kamar terbuka, Kirana tersenyum lebar karena mengira bahwa Gavin yang kembali untuk menolongnya, tetapi ternyata ia salah.
Seorang pelayan hotel masuk, ia membantu Kirana untuk berdiri lalu mereka keluar dari kamar itu, awalnya si pelayan hanya ingin membuka kunci, tetapi siapa sangka bahwa ada seseorang di dalam dan Kirana bersyukur untuk itu.
Kobaran api semakin besar meski air menyemprot ke sekitar hotel melalui pipa otomatis yang ada di hotel tak mampu memadamkan apinya.
Kirana dan pelayan itu sama-sama berjalan menuruni tangga darurat, ia bisa melihat banyak orang juga yang berlarian dari lantai atas ataupun lantai lantai di bawahnya.
Sampai tanpa sengaja tubuh Kirana tersenggol oleh tamu hotel yang berlarian hingga membuatnya jatuh tergelincir dan menyebabkan luka di kepalanya.
"Karena itulah kepalaku bisa berdarah seperti ini." Jelas Kirana pelan.
"Tapi sekarang kau akan baik-baik saja Kirana, aku berjanji akan menjagamu." Ujar Gavin tanpa sadar mengusap kepala turun ke pipi istrinya.
Kirana terhenyak, ia menatap Gavin dalam sebelum mereka sama-sama tersadar ketika mendengar ketukan pintu.
"Selamat malam." Sapa seorang suster pada keduanya lalu berjalan mendekati tiang infus yang cairannya sudah mau habis.
Setelah selesai mengganti infus, suster itupun pergi dan kamar kembali terisi oleh pasangan suami dan istri itu.
"Aku akan pergi sebentar, sebenarnya Mama dan Papa juga ada disini." Ucap Gavin memberitahu.
"Apa … awwww." Ringis Kirana ketika dirinya terlalu bersemangat sehingga luka di bahunya terasa.
"Dimana yang sakit? apa kepalamu?" tanya Gavin berniat memeriksa namun Kirana menjawab nya dengan gelengan kepala.
"Sebenarnya ada luka lain, aku ingin memintamu membantu memeriksa, tapi --" ucapan Kirana terpotong oleh Gavin.
"Tidak ada tapi, dimana lukanya?" potong Gavin dengan cepat.
Kirana menahan nafasnya, haruskah ia mengatakan pada Gavin soal lukanya yang lain. Tapi bukankah tidak masalah, toh Gavin adalah suaminya.
Kirana memejamkan matanya, ia membawa jari-jari lentiknya menuju kancing yang menjadi penghubung untuk menutupi bagian itu.
"A-apa yang kau lakukan?" tanya Gavin gugup ketika Kirana tampak membuka satu persatu kancing baju rumah sakit yang dikenakan nya.
"Aku ingin menunjukkan luka ku, tapi jika memang kau tidak mau maka aku akan meminta dokter saja yang melakukannya." Jawab Kirana hendak menyudahi aksi buka-bukaan nya.
"Tidak, eh maksudku iya aku akan memeriksanya." Cegah Gavin cepat, ia ingat bahwa dokter yang menangani Kirana itu laki-laki.
Ya, meksipun ia tahu mungkin dokter itu sudah melihat bagian tubuh istrinya ketika mengganti baju, tetap saja Gavin tak ingin itu terulang lagi, meskipun gugup lebih baik ia lakukan daripada membiarkan orang lain melihat tubuh yang bahkan belum ia sentuh. Eh kok?
Tiga kancing baju itu sudah terbuka, Kirana menyampirkan bagian kanan lalu menarik bagian kiri untuk menutupi aset pribadinya meskipun ia tahu bahwa itu tidak membantu.
"Ini, dan rasanya sakit sekali." Ucap Kirana menunjuk dada yang posisinya hampir mendekati buah pribadi itu.
"Aku akan memeriksanya dengan tangan kosong, jika kita sudah di rumah maka aku akan melakukan yang lebih." Ucap Gavin ambigu.
"Apa?" tanya Kirana merasakan darahnya berdesir.
"Hah?" Timpal Gavin.
LAH KOK HAH HOH HAH HOH😬🤣🤣
BERSAMBUNG..................
Terima kasih utk karyanya Kak Author 🙏🏻💐
Sehat2 slalu & semangat utk karya barunya 💪🏻👏🏻