“Jangan meremehkan seorang wanita, karena marahnya seorang wanita akan membawa kehancuran untukmu!”
~Alatha Senora Dominic~
🍁
Wanita yang kehadirannya tak diinginkan. Ia diabaikan, dikhianati bahkan hidupnya seolah tengah dipermainkan.
Satu persatu kenyataan terbuka seiring berjalanya waktu.
“Aku diam bukan berarti lemah! Berpuas dirilah kalian sebelum giliran aku yang membuat kalian diam.”
Kisah rumit keluarga dengan banyak konflik dan intrik yang mewarnai.
Simak kisah hidup seorang Alatha Senora Dominic di sini 💚
*
Mature Content.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mei-Yin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 31 Keheranan semua orang
Setelah membuat kekacauan di lantai dasar, Atha kembali ke kamar utama.
Ia mengunci pintu dengan rapat agar Jeremy tak kembali ke kamar.
Sambil merebahkan diri di ranjang Atha kembali mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
Ia tersenyum dan tertawa pelan.
“Aku tidak menyangka bisa melakukan itu.” Atha berguling-guling di ranjang dengan tawa yang terdengar mengerikan.
“Ingat Jeremy. Aku Ala bukan Atha. Jika Atha mudah kau sakiti maka kau tak akan bisa menyentuhku.”
Atha kembali tertawa dengan lantang, suaranya menggema di seluruh kamar utama.
Berbeda dengan Atha yang sedang menikmati kesenangan. Jeremy di kamar tamu tengah mengumpat bahkan mengutuk Atha dengan sadis.
Lelaki itu benar-benar tidak menyangka Atha akan melakukan perlawanan bahkan ucapannya terdengar sangat mengerikan.
Setelah Xion mengobati luka yang ada di pelipis Jeremy. Lelaki itu berdiri di hadapan Jeremy.
“Apa saya perlu melakukan sesuatu dengan Nona Atha?”
Lama berpikir akhirnya senyum menyeringai terbit di bibir Jeremy.
“Ya, bawa wanita itu ke ruang penyiksaan.”
Dengan wajah datar lelaki itu mengangguk dan langsung menuruti perintah bosnya.
Xion berjalan ke lantai tiga di mana kamar utama berada.
Ia menekan handle pintu namun tak kunjung terbuka.
“Dia mengunci pintunya.” ucapnya sinis.
Xion berpikir Atha tengah meraung-raung di dalam kamar karena ketakutan. Namun siapa yang akan mengira bahwa wanita itu bahkan tengah menikmati kemenangan yang pertama.
Xion langsung mencari kepala pelayan yang bertugas di mansion ini.
Tujuannya adalah kunci cadangan.
Setelah mendapatkan kunci cadangan dari kepala pelayan, Xion kembali berdiri di depan kamar utama.
Ceklek!
Xion masuk ke dalam kamar utama.
Gelap gulita. Tak ada penerangan apapun di sini.
Namun mata tajamnya masih mampu melihat pergerakan yang mencurigakan. Ia semakin masuk ke dalam sambil mengawasi sekitarnya.
Bruk!
Xion tersungkur karena kakinya tersandung sesuatu.
“****!” umpatnya dengan kesal.
Tiba-tiba lampu kamar menyala dengan terang.
Atha berdiri dengan angkuh sambil berkacak pinggang.
Ia menatap orang kepercayaan suaminya dengan tajam.
“Apa yang kau lakukan di kamarku, Tuan Xion?” tanyanya dengan sinis dan alis yang dinaikkan.
Lelaki itu menggeram marah karena tingkah wanita yang ada dihadapannya ini.
Ia menatap wanita itu tajam dengan gigi yang bergemelatuk menahan geram.
Atha maju ke depan dan dengan sengaja menginjak tangan Xion yang tertumpu di lantai.
Dengan senyum penuh kemenangan Atha menekan heels yang dipakai ke punggung tangan lelaki tersebut.
‘Sial, wanita ini, apa yang sebenarnya diinginkan wanita ini. Kurang ajar!’
“Ouh maaf. Aku tidak sengaja, Tuan Xion.”
Atha mundur dengan bibir yang menyeringai.
Secepat kilat lelaki itu segera bangun dan mengepalkan tangan.
“Rupanya anda sudah mulai bertingkah, Nona Atha.” ucapnya dengan suara berat dan tatapan yang mengerikan.
Tanpa menunggu jawaban, Xion langsung menarik Atha dan menariknya dengan kasar.
“Ikuti aku dengan baik dan jangan melawan atau hukuman anda akan semakin berat, Nona.” ucapnya memperingati.
“Oh ya? Aku tidak sabar dengan hukumannya.” jawabnya mengejek.
Walau sejujurnya dalam hati ia tengah menahan segala kegundahan yang tengah dirasakan.
Oh ayolah setelah selama ini ia merasakan siksaan demi siksaan yang dilakukan Jeremy. Dan baru saja ia mendengar bahwa suaminya adalah seorang mafia, tentu saja ada keraguan yang nyata dari perlawanan yang akan dilakukan.
Atha terseret mengikuti langkah Xion hingga mencapai pintu yang menjadi tujuannya.
Ia paham bahkan sangat paham isi di dalam ruangan tersebut.
Atha menghela napas pelan sebelum kembali menguatkan dirinya.
‘Kau bisa Alatha, kau bukan wanita lemah. Kau harus bisa melawan segala penindasan yang dilakukan lelaki itu. Bahkan jika harus, kau yang akan membantai lelaki itu.’
Bruak!
Pintu tertutup dengan sangat keras. Di tengah ruangan Atha melihat Jeremy dengan wajah mengerikan tengah memainkan cambuk di tangannya.
Ctar!
“Bersujud sebelum cambuk ini melukai tubuhmu!” ucapnya dengan bibir yang tersungging sinis.
Xion mendorong Atha ke tengah ruangan. Kini ia tengah berhadapan langsung dengan Jeremy.
Tatapan keduanya sama-sama tajam.
Jika Jeremy menatap Atha dingin, maka tatapan mata Atha berkilat dengan api biru.
“Cih, aku tidak sudi melakukannya dan tidak akan!” Atha berdecak dengan malas.
Jeremy mengayunkan cambuknya namun tangan Atha dengan sigap menangkapnya.
“Hanya lelaki pengecut yang berani melawan seorang wanita.”
“Aku akan memberimu pelajaran agar mulutmu bahkan tak akan berani menjawab lagi.”
“Maka lakukanlah.” jawabnya mantap tanpa rasa takut sama sekali.
Tangan Jeremy langsung mencengkeram tangan Atha.
Tangan kirinya menekan rahang Atha dengan keras.
“Jangan membuatku diambang batas, Alatha Senora Dominic!” ucapnya datar, dingin bahkan suaranya saja mampu membuat Atha merinding.
Namun itu semua tak membuat Atha gentar.
Tatapan matanya semakin berkilat.
“Ingat Jeremy, aku Ala bukan Atha.” balasnya tak kalah datar.
Bruk!
Dengan kekuatan penuh Atha mendorong Jeremy hingga terdorong ke belakang. Hanya butuh sekali hentakan tubuh kekar Jeremy mundur beberapa langkah.
“Aku tidak suka menggunakan kekerasan, Jeremy.”
Atha mengibaskan tangannya dengan angkuh.
Ia berbalik menatap Xion tajam.
“Dan kau, jangan lagi berani masuk ke kamarku atau kau akan tahu akibatnya.”
Atha kembali menoleh menatap Jeremy yang juga tengah menatapnya.
“Cobalah bermain hingga menembus batas, maka kau akan terlempar dengan sendirinya.” ucap Atha penuh makna kepada Jeremy.
Setelahnya Atha berbalik, melangkah dengan anggun meninggalkan ruangan.
Bahkan ia tak segan membanting pintu dengan sangat keras.
Tanpa memperdulikan sapaan hangat para pelayan, Atha berlalu begitu saja.
Bahkan wajahnya sangat dingin hingga membuat beberapa pelayan bergidik ngeri.
*
Setelah kehebohan yang telah diperbuat Atha. Kini bisik-bisik dan pikiran buruk bersarang di kepala para pelayan yang menyaksikan pertengkaran Jeremy dan Atha.
Mereka sibuk menerka apa yang terjadi dengan sang Nona yang selama ini dikenal baik, lembut bahkan penurut walau sering disiksa berkali-kali.
Bukan hanya para pengawal yang merasa aneh.
Bahkan Jeremy dan Xion juga berpikiran yang sama.
Kedua lelaki itu masih berada di ruang penyiksaan.
Jeremy mengepalkan tangan kuat bahkan baju jarinya sampai memutih.
Kepalanya berasap melihat apa yang telah dilakukan Atha.
Helaan napas kasar terdengar.
“Xion.”
“Saya Tuan.”
“Mulai saat ini awasi pergerakan wanita bodoh itu. Kemanapun dia pergi kau sendiri yang harus mengawasinya.”
“Lalu bagaimana dengan anda?”
“Urus saja wanita bodoh itu. Ada yang tidak beres.”
Xion mengangguk. “Benar. Sikapnya benar-benar berubah.” ungkapnya jujur.
“Habisi siapapun yang ada di belakangnya.”
“Saya mengerti.”
Setelah Xion pergi, Jeremy melangkah ke sofa.
Ia merebahkan tubuhnya sambil memejamkan mata.
*
Sedangkan ditempat lain, seorang lelaki dengan paras tampan dan tubuh tegap tengah tersenyum puas setelah mendapatkan laporan dari seseorang.
“Jadilah kuat untuk dirimu sendiri, Nona. Karena dunia ini kejam dan kau harus bisa menyelamatkan dirimu sendiri.”
🍁
Bersambung...