Namanya adalah Haidee Tsabina, wanita cantik dengan hijabnya yang merupakan istri seorang Ibrahim Rubino Hebi. Kehidupan keluarga mereka sangat harmonis. Ditambah dengan seorang anak kecil buah cinta mereka yaitu Albarra Gavino Hebi
Tapi semua berubah karena sebuah kesalahpahaman dan egois yang tinggi. Rumah tangga yang tadinya harmonis berubah menjadi luka dan air mata.
Sanggupkah Haidee dan Ibra mempertahankan keluarga kecil mereka ditengah banyaknya rintangan dan ujian yang harus mereka hadapi? Atau mereka akan menyerah pada takdir dan saling melepaskan? Yuk baca kisahnya.
Follow Ig author @nonamarwa_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Marwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32
Jangan lupa kasih Like,vote dan komentarnya ya teman-teman
Jangan lupa follow author juga di Instagram @Nonam_arwa
🌹HAPPY READING🌹
Yang penting gue dapat informasi penting dulu. Masalah duit nanti bisa minta ganti bapaknya, hahaha. Ucap Kevin dalam hati menertawai pemikirannya.
"Al, kalau Uncle boleh tahu, luka yang di perut Al kenapa?" tanya Kevin memulai pembicaraan mereka.
Al terdiam, tidak ada tanda-tanda anak itu akan menjawab pertanyaan Kevin.
Hal itu membuat Agam dan Kevin bingung. "Al, kenapa diam? bukannya tadi janji mau jawab?" ucap Kevin.
Al menampung tangannya kepada Kevin seperti akan meminta duit. Kevin yang mengerti maksud Al berdecak kesal. "Ck, anak sama bapak otaknya duit doang," gerutu Kevin mengeluarkan dompet dan mengambil selembar uang merah dari dompetnya. "Nih," ucap Kevin memberikan uang tersebut ke Al.
Dengan senyum mengembang, Al menerima uang dari Kevin. "Jatuh, Uncle. Tadi kan Abi udah tanya juga," jawab Al santai.
"Apa Aunty Naina selalu bersikap baik sama, Al?" tanya Kevin lagi.
Tangan Al kembali bekerja untuk menerima uang dari Kevin. Dengan pasrah Kevin mengeluarkan lagi selembar uang merah dari dompetnya. Dengan senang hati Al menerimanya.
"Sayang, Uncle," jawan Al seadanya. Matanya berbinar memandang dua lembar uang merah di tangannya.
"Apa selama ini, Al berpura-pura benci sama Umi?" kali ini Agam yang bertanya kepada Al.
Tangan Al kembali bekerja untuk mengambil uangnya. Agam mengeluarkan dompet dan mengambil selembar uang merah yang ada di sana.
"Masih ingat aja, ni bocil," gerutu Agam memberikan uang tersebut kepada Al.
"Iya, Uncle. Sebenalnya Al sangat menyayangi Umi," jawab Al jujur.
"Kalau begitu pasti ada yang menyuruh Al untuk melakukannya. Siapa yang nyuruh Al untuk berbuat seperti itu?" tanya Agam kembali. Seperti biasa, tangan Al terus bekerja mengais rezekinya. Dengan wajah sebal Agam mengambil uang di dompet dan memberikannya kepada Al.
Senyum selalu mengembang di bibirnya. "Kemauan Al sendili, Uncle," jawab Al santai.
"Al, Al tahu kalau bohong itu dosa?" tanya Agam menyelidik.
Al mengalihkan pandangannya kepada Agam. "Tahu, Uncle. Tapi, Abi pelnah bilang, kalau bohong demi kebaikan boleh," jawab Al.
"Ck, kenapa Abi Lo terus sih yang ngajarin nggak bener," gerutu Kevin kesal mendengar jawaban Al.
"Al, Neraka adalah tempat untuk orang yang berbohong," ucap Kevin.
"Uncle menanyakan semua ini demi kebaikan, Al. Kalau Al nggak jujur, itu akan mempersulit semuanya," ucap Agam memberi pengertian kepada Al.
Al menoleh kepada Agam dan Kevin secara bergantian. Hatinya tidak tenang sekarang. Dia ingin sekali mengatakan kepada kedua Uncle nya, tapi dia takut akan ancaman Naina yang akan menyakiti Uminya.
"Ini, Al kembalikan semua uang Uncle," ucap Al memberikan semua uangnya kepada Kevin. Al segera menutup tubuhnya dengan selimut.
Agam dan Kevin saling pandang melihat tingkah Al yang menambah kecurigaan mereka. Tubuh Al bergetar di balik selimutnya. Agam dan Kevin yakin kalau anak itu sedang menangis.
Tangan Kevin bergerak menyingkap selimut yang menutupi tubuh Al. Sedikit susah karena Al menggenggam erat selimutnya. Agam yang melihat Kevin kesusahan langsung saja menarik selimut Al dengan paksa.
"Hiks, hiks," tangis Al dibalik tangan yang menutupi wajahnya.
"Al," panggil Kevin lembut.
"Hiks, hiks, Uncle," Al berhambur kepelukkan Kevin. Tangisnya pecah di balik dada bidang Kevin.
"Sakit, Uncle, Hiks," ucap Al dibalik tangisnya. Bagaimanapun juga dia hanya seorang anak kecil yang tidak akan sanggup menyimpan segala sedihnya seorang diri.
"Al, bilang sama Uncle, kenapa?" tanya Kevin mengusap lembut punggung Al yang bergetar karena menangis. Agam hanya diam, otaknya mencerna semua yang terjadi.
"Al, tenang, ya. Uncle sedih kalau Al nangis kayak gini," ucap Kevin menenangkan Al.
Tangis Al sudah mulai hilang, menyisakan isakan kecil yang keluar dari bibir mungilnya. Al melepaskan pelukannya dari tubuh Kevin dan mendudukkan dirinya. Kevin dan Agam ikut bangun dan duduk di samping Al. Mereka bertiga duduk bersandar pada kepala ranjang.
"Al tidak menyukai Aunty Naina, Uncle," ucap Al memulai pembicaraannya dengan sesegukan. Agam dan Kevin fokus mendengar ucapan Al.
Tangan Al membuka kancing baju piyamanya. Setelah semua kancingnya terbuka, Al melepaskan bajunya. Alangkah terkejutnya Kevin dan Agam melihat tubuh Al yang penuh dengan bekas luka, bahkan masih ada luka yang belum sepenuhnya mengering.
"Al," suara Agam bergetar memanggil Al.
Mata Al sudah berkaca-kaca. Dia menganggukkan Kepalanya. "Iya Uncle, luka ini di buat oleh Aunty Naina. Aunty Naina bilang, Al harus menuruti semua ucapannya untuk tidak menyayangi Umi. Tapi Al melanggarnya Uncle. Al sangat menyayangi Umi," jawab Al dengan suara bergetar agar tidak kembali menangis.
Agam dan Kevin sekuat mungkin menahan agar tidak menangis. Mata mereka sudah merah dengan tangan terkepal.
Kevin membawa Al kedalam pelukannya. "Badan Al sakit, Uncle, hiks," ucap Al menangis di dalam pelukan Kevin.
Agam sudah tidak tahan lagi, dia berdiri dan berjalan keluar kamar. "Gam, Lo mau kemana?" tanya Kevin saat Agam akan membuka pintu.
Agam membalikkan badan, "Ibra harus tahu ini semua, Vin," jawab Agam.
"JANGAN, UNCLE," pekik Al cepat mencegah Agam agar tidak menemui Abinya.
Agam membalikkan badan dan berjalan menuju kasur. "Kenapa, Al? Abi harus tahu semuanya," ucap Agam setelah duduk kembali di kasur.
"Jangan, Uncle," ucap Al dengan air mata yang terus mengalir.
"Al nggak usah takut. Uncle Agam dan Uncle Kevin akan selalu melindungi Al. Aunty Naina tidak akan berani lagi menyakiti Al," ucap Agam lembut.
Al menggeleng, "Al tidak takut jika harus dihukum oleh Aunty Naina. Al sudah terbiasa, Uncle," hati Kevin dan Agam terasa dicabik-cabik mendengar penuturan Al. Berarti Al menerima semua ini sejak Dee di penjara, dan selama itu ia harus mendapat semua ini, pikir Agam dan Kevin.
"Tapi kalau dibiarkan, itu tidak baik, Al," ucap Agam mencoba memberi pengertian kepada Al. Kevin hanya diam. Dia terus merangkul Al memberikan ketenangan kepada Al yang sudah seperti anaknya sendiri.
"Jangan, Uncle. Kalau Abi tahu, Abi pasti akan kecewa, Uncle. Al tidak mau Abi merasa kecewa karena sahabatnya sendiri, Uncle. Kecewa itu tidak enak," jawab Al kepada Agam.
"Ya Allah," ucap Kevin membawa Al kepelukannya. Tidak tahu kata apa yang pantas dia ucapkan untuk anak ini. Lidahnya serasa tercekat. Anak ini terlalu kecil menerima semuanya.
Agam sudah tidak bisa bicara apa-apa lagi, dia terdiam mendengar ucapan Al. Anak ini berkorban besar demi kedua orang tuanya. Sedangkan Al, dia hanya menangis di pelukan Kevin.
"Uncle Kevin dan Uncle Agam harus janji sama Al. Jangan beritahu semua ini pada Abi, Uncle. Nanti Umi yang akan menderita," pinta Al kepada Kevin dan Agam.
Kevin dan Agam mengangguk mengiyakan permintaan Al. Kevin dan Agam saling pandang seolah mereka sedang berinteraksi lewat matanya.
......................
Terimakasih sudah setia mengikuti cerita novel ini, jangan bosan-bosan dan selalu dukung author yaa.
Tunjukan rasa cinta kalian kepada author dengan like, vote dan komentar kalian. Terimakasih banyak, Author sayang kalian 🌹🌹😘
tapi seruuu puas bgt bacanya
terimakasih thooor
semoga karya mu selalu d gemari
berbahagialah dee
paling buat berobat Jaka 15rb tuuh beli betadine
ini mah kelasss kata org serang mah
beeud dah paling Top