Ketika Violetta Quinn, saudari kembar yang lembut dan penurut, ditemukan tak sadarkan diri akibat percobaan bunuh diri, Victoria Thompson tak bisa menerima kenyataan itu begitu saja. Tidak ada yang tahu alasan di balik keputusasaan Violetta, hanya satu kenangan samar dari sang ibu: malam sebelum tragedi, Violetta pulang kerja sambil menangis dan berkata bahwa ia 'Tidak sanggup lagi'.
Didorong rasa bersalah dan amarah, Victoria memutuskan untuk menyamar menggantikan Violetta di tempat kerjanya. Namun pencarian kebenaran itu justru membawanya ke dalam dunia gelap yang selama ini Victoria pimpin sendiri; Black Viper. Jaringan mafia yang terkenal kejam.
Di sanalah Victoria berhadapan dengan Julius Lemington, pemilik perusahaan yang ternyata klien tetap sindikat Victoria. Tapi ketika Julius mulai mencurigai identitas Victoria, permainan berbahaya pun dimulai.
Victoria masuk dalam obsesi Julius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33. HASIL SEMUANYA
Suara tetes cairan infus memenuhi ruangan yang tampak hening. Victoria yang terbaring kini mulai bergerak. Perlahan membuka kelopak mata yang lama tertutup.
Cahaya menyilaukan itu menusuk kelopak matan sang gadis. Hangat. Tenang. Aneh.
Victoria mengerjap pelan, mencoba membiasakan diri dari cahaya kontras ruangan yang menyerbu iris matanya.
"Ini ... di mana?" gumam Victoria, suaranya serak seperti baru bangun dari tidur yang terlalu panjang.
Bau antiseptik menusuk hidung gadis itu. Detik jantung dari monitor terdengar ritmis di samping telinganya. Udara dingin AC merayap ke kulitnya.
Rumah sakit.
Victoria memutar kepala, memandangi ruangan mungil itu. Tirai putih. Meja kecil. Kursi kosong. Tidak ada siapa pun. Kosong, sunyi, seolah seluruh tempat itu menahannya dalam kesenyapan yang asing.
Kenapa aku ada di sini? Apa yang terjadi? batin Victoria.
Kedua alisnya berkerut. Ingatannya samar, berkelebat seperti potongan film rusak.
Satu detik ... dua detik ....
Lalu semuanya menerjang sekaligus.
Sean.
Senyum lembutnya yang selalu palsu.
Kediaman tersembunyinya.
Akhir dari akting panjangnya sebagai wanita yang lemah dan patuh.
Julius muncul.
Baku hantam.
Teriakan.
Darah.
Anak buah Sean yang datang.
Victoria dan Julius melawan anak buah Sean.
Polisi menyergap.
Ingatan itu menyerbu terlalu cepat.
Victoria memejamkan mata kuat-kuat. "Sial, masih semua terasa nyata."
Victoria menoleh ke tubuhnya sendiri dan langsung mengumpat lirih melihat keadannya yang ... kacau.
Perban. Di kepala. Di lengan. Di pergelangan tangan. Di betis. Luka goresan di mana-mana. Memar ungu kebiruan menghiasi hampir semua sisi tubuhnya.
"Aku baru menyadari kalau ternyata separah ini luka-lukanya. Hanya satu minggu dan aku sudah seperti mumi yang melarikan diri," oceh Victoria m.
Victoria bangkit duduk perlahan. Ia mengerang ketika merasakan seluruh tubuhnya sakit, baik dari luka-luka maupun tulang-tulangnya yang seperti remuk
Tiba-tiba pintu ruangan terbuka, membuat Victoria menoleh untuk melihat siapa yang datang.
Seseorang berdiri di sana.
Terbengong.
Lalu matanya langsung melebar hebat.
"Victoria?!"
Suara itu. Victoria tanpa melihat saja tahu iru siapa.
Julius.
Rambutnya berantakan. Napasnya terengah. Matanya merah, entah karena kurang tidur atau terlalu banyak takut. Begitu tatapan mereka beradu, dunia seperti berhenti sedetik.
"KAU SUDAH BANGUN!"
Julius berlari maju seperti singa kelaparan.
"Ju-"
Belum sempat Victoria selesai, tubuhnya sudah disergap ke dalam pelukan besar yang hangat namun sangat panik.
"Victoria ... Victoria. Ya Tuhan ... akhirnya ...." Suara Julius pecah. Ia memeluk Victoria begitu erat sampai gadis itu terdorong ke sandaran kasur.
"Hei, sakit! Julius!" Victoria memukul lengan pria itu dengan tangan terbebat perban.
Namun justru itu membuat Julius tertawa basah. Ia menciumi wajah Victoria bertubi-tubi: pipi, dahi, hidung, seperti orang yang kehilangan gadis itu bertahun-tahun.
"Aku ... aku hampir gila seminggu ini. Setiap malam." Julius mengusap wajahnya ke bahu Victoria, seolah memastikan bahwa ini bukan mimpi. "Aku kira kau-"
"Berhenti dulu!" Victoria mendorong wajah Julius. "Bernafas! Kau seperti mau memakanku hidup-hidup!"
Julius kembali tertawa, suara tawa yang terdengar seperti pelepasan semua ketegangan yang disimpannya selama berhari-hari. Ia duduk di tepi ranjang, menggenggam tangan Victoria seperti tidak rela melepaskannya satu detik pun.
"Bagaimana perasaanmu?" Julius memeriksa wajahnya dengan panik. "Pusing? Mual? Sakit? Mau air? Mau dokter? Mau aku panggil semua tenaga medis satu lantai ini?"
"Julius ...." Victoria mendesah panjang. "Berhenti bicara."
Julius merengut seperti anak kecil. "Aku sudah menunggu kau buka mata selama empat hari. Empat hari!"
Victoria mengerjap. "Aku ... pingsan selama itu?"
"Dua hari koma ringan, dua hari tidur, kata dokter," jawab Julius seraya mengusap wajah Victoria "Aku hampir ikut pingsan memikirkan kau yang tidak bangun-bangun."
Victoria menarik napas panjang, lalu bertanya pelan, "Apa yang terjadi setelah polisi datang?"
Julius menegakkan tubuhnya. "Kau pingsan. Tepat ketika polisi memukul paksa pintu. Mereka langsung mengamankan Sean dan anak buahnya. Kami bawa kau ke sini. Dokter bilang ..."
Julius berhenti sebentar, menatap tubuh Victoria dari kepala sampai kaki, lalu desisannya keluar, rendah penuh amarah.
"... kau kekurangan cairan, nutrisi, dan punya terlalu banyak luka. Pergelangan tanganmu, pergelangan kakimu, kepala."
Julius mengepalkan tangan. "Victoria, apa yang dia lakukan padamu?"
Victoria menghela napas. "Ini lebih baik dari dulu. Percayalah."
Julius menegang. Mata yang biasanya datar kini berubah gelap, tajam, berbahaya.
Ia mencubit pipi Victoria dengan keras.
"Apa yang kau lakukan selama aku tidak di sana?! Kita sepakat rencananya hanya membiarkan Sean menculikmu supaya aku bebas mengawasi Lemington dan DeLuca tanpa gangguan Sean. Kita sepakat kau tidak akan terluka!"
Victoria mencibir. "Kau pikir Sean akan memperlakukanku seperti putri? Itu Sean, Julius. Bahkan ini sudah sangat baik dibandingkan masa lalu."
Tangan Julius berhenti di udara. Urat-urat kemarahannya muncul jelas di pelipis.
"Aku akan menghabisinya," Suaranya turun beberapa oktaf. "Aku akan bunuh dia dengan tanganku sendiri."
Victoria memandangnya dengan mata lelah. "Dia di mana sekarang?"
Julius mengembuskan napas pendek. "Di kantor polisi. Dipenjara dengan pengawasan ketat. Menunggu sidang. Dan dia akan dikenai hukuman mati."
Hati Victoria berdegup. Hukuman mati?
"Langsung hukuman mati? Bagaimana bisa?" tanya Victoria heran.
"Kau tidak tahu?" Julius mencondongkan tubuhnya. "Polisi sudah lama mengincarnya. Ternyata Sean itu ... pembunuh berantai di kota ini."
Victoria membeku. Ia menunggu penjelasan Julius dengan napas tertahan.
"Korban-korbannya wanita muda. Sadis. Kejam. Memukuli wanita-wanita itu dengan cambuk hingga kulit punggung mereka tekelupas. Lalu mencongkel mata mereka. Dan polisi menemukan bukti-buktinya, bola mata korban di koleksi Sean di ruang bawah tanah di rumahnya yang ada di pinggir kota. Bahkan ada mayat-mayat yang selama ini tidak diketahui pihak kepolisian, dikubur di pabrik tua milik Lemington. Dia benar-benar sakit jiwa," beritahu Julius.
Victoria tekejut setengah mati mendengarnya, tak menyangka kalau Sean ternyata segila itu.
Julius menatap Victoria dalam-dalam.
"Dan itu belum semuanya. Sean bekerja sama dengan Gerald Lemington. Mereka berdua terlibat dalam penjualan manusia," tambah Julius.
Victoria terdiam. Dunia yang selama ini ia kira buruk ... ternyata lebih gelap dari bayangannya. Bahkan Victoria yang bekerja sebagai mafia tidak pernah kelompok mereka melampaui batas sampai seperti itu.
Julius meneruskan, "Aku bekerja sama dengan polisi untuk menjatuhkan Sean. Tapi selama ini dia terlalu bersih. Tidak ada bukti. Bahkan saat diinterogasi polisi tentang kematian kakekku, Gerald Lemington ... Sean masih bisa memasang wajah lembut dan ramah."
Julius terkekeh sinis.
"Polisi saja tidak percaya kalau pria dengan wajah sependiam dan sehalus itu ternyata psychopath," tambah Julius.
Victoria memejamkan mata. "Sean, selama ini ... sekejam itu? Beruntung rasanya aku tidak mengalami nasib naas seperti para perempuan itu."
"Ya." Julius mengangguk tegas. "Dia hanya menunjukkan sedikit sisi gilanya pada orang-orang yang dia anggap miliknya. Seperti kau."
Victoria menelan ludah.
Julius menyentuh pipi Victoria lembut, berbeda sekali dari nada bicara tadi.
"Aku takut, Vivi." Suara Julius melemah.
Ia menunduk, menekan keningnya ke tangan Victoria. "Satu minggu, aku belum pernah setakut itu seumur hidupku. Setiap malam aku mimpi buruk. Takut kalau aku terlambat ... bahwa kau-"
"Julius," Victoria meremas jari-jari lelaki itu. "Aku juga takut. Aku harus bertahan supaya Sean tidak menyentuhku lebih jauh. Tapi dia tetap ... gila."
Julius mengangkat wajahnya. Matanya memerah karena kurang istrahat.
"Aku merindukanmu," ucap Julius tulus.
Victoria menghela napas pelan. "Aku juga."
Sunyi sejenak. Hanya detak monitor dan napas keduanya yang terdengar.
Julius menyentuh pipi Victoria perlahan. Tatapannya berubah lembut. Hangat. Rapuh.
KLEK
Pintu kembali terbuka.
Victoria dan Julius spontan menoleh.
Dan keduanya langsung membeku.
Seseorang berdiri di ambang pintu.
Wajahnya marah. Tatapannya tertuju pada Julius. Rahangnya mengeras.
"Dad?" ucap Victoria.
"Menjauh dari putriku, Julius," ujar Jonathan, ayah Victoria.
Julius lalu menoleh ke arah Victoria. "Baby, tolong aku."
"Hah?" respon Victoria, bingung.
Ada apa memangnya selama aku tidak sadarkan diri? Kenapa Julius sampai memelas meminta bantuanku? batin Victoria.
happy ending 👏👍
terimakasih thor, sukses dgn karya-karyanya di novel 💪
S
E
H
A
T
SELALUUU YAAAA💪💪💪💪❤️☕️
Hanya kamu yang tau thoorrr...
q suka....q suka...q suka
tarik siiiiiiisssss💃💃💃💃
Violetta Henry
wkwkwk
bener² kejutan yang amat sangat besaaarr...
kusangka hanya PION dr SEAN...nyata oh ternyata...daebaaaakkkk👏👏👏👏👏👏👏
kebuuut sampai 400 episode thooorrr...
bagis banget alur cerita ini...☕️☕️☕️
lanjutin Thor semangat 💪 trimakasih salam 🙏
eh, ngomong² gmn tuh dgn Sean skrg
Sean dah dipenjara, semoga aja gak bikin ulah lagi, tapi kayaknya gak bisa diem deh Sean