Seorang psikopat yang ber transmigrasi ke tubuh seorang gadis, dan apesnya dia merasakan jatuh cinta pada seorang wanita. Ketika dia merasakan cemburu, dia harus mengalami kecelakaan dan merenggut nyawanya. Bagaimana kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10
Anton memijat kedua pangkal alisnya, menghela napas dalam-dalam sambil mencoba menenangkan diri dari kemarahan dan kebingungan yang melanda. Dia tampak bimbang dan tidak yakin dengan permintaan Lucy. Wajahnya menunjukkan tanda-tanda ketidaksetujuan, namun juga terlihat sedikit terpengaruh oleh permohonan Lucy. "Papa tidak tahu, Ma. Ini semua sangat rumit, meskipun Marina statusnya adalah anak pertama, tapi...emm," Anton tidak jadi melanjutkan kalimatnya karena takut Lucy maupun Marina tersinggung.
Anton beralih menatap Marina yang sejak tadi terdiam, wajahnya tampak cemas dan berharap. Dia dapat melihat keraguan dan ketakutan di mata Marina, dan itu membuat hatinya sedikit terenyuh. "Marina, apa ada yang ingin kamu katakan?" tanya Anton, suaranya sedikit lebih lembut daripada sebelumnya.
Marina menundukkan kepalanya, tidak berani menatap ayahnya langsung. Namun, dia tidak bisa menyembunyikan perasaan sebenarnya dan akhirnya dia memberanikan diri untuk menjawab, "A...Aku mencintai Bagas, Pa," kata Marina dengan suara yang sedikit bergetar.
Anton menghela napas, tampak mempertimbangkan kembali keputusannya. Dia menatap Lucy yang masih memohon dengan tatapan penuh harap, dan kemudian menatap Marina yang juga tampak berharap. "Baiklah, papa akan mempertimbangkan ini," kata Anton dengan nada yang sedikit lebih lembut.
Marina dan Lucy saling menatap, keduanya berharap bahwa Anton akan membuat keputusan yang tepat.
**
Alice tiba di kampus dengan taksi, dan dia keluar dari taksi dengan langkah yang percaya diri. Dia terlihat seperti model yang baru saja keluar dari runway.
Saat dia berjalan menuju taman kampus, keempat anak buahnya - Sisil, Cindi, Luna, dan Amel - sudah menunggunya di dekat gazebo. Namun, saat Alice menyapa mereka dengan senyum, mereka sama sekali tidak mengenalinya.
"Siapa kamu?" Sisil bertanya dengan nada yang tidak yakin, sementara Cindi, Luna, dan Amel memandang Alice dengan mata yang terbelalak. Mereka tidak bisa tidak terkejut dengan kecantikan Alice yang memukau.
"Aku Alice," jawab Alice dengan senyum, "Apa kalian tidak mengenaliku?"
Keempat anak buahnya saling menatap, lalu menggelengkan kepala. "Kamu pasti anak baru, ya?" Cindi bertanya dengan nada yang ramah.
Alice tersenyum, "Tidak, aku memang Alice. Aku hanya... berdandan sedikit berbeda hari ini."
Sisil, Cindi, Luna, dan Amel saling menatap, lalu mengangguk. "Oh, oke. Kami tidak mengenalimu karena penampilanmu yang berbeda," Sisil berkata dengan nada yang sedikit lebih santai.
Setelah mereka semua akhirnya bisa mengenali Alice, mereka berempat memutuskan untuk membahas rencana mereka lebih lanjut. Alice mengajak mereka untuk duduk di bangku taman yang tidak jauh dari gazebo, agar mereka bisa berbicara dengan lebih leluasa dan tidak banyak yang mendengar pembicaraan mereka.
"Ayo, kita duduk di sana," kata Alice, sambil menunjuk ke bangku taman. Mereka semua mengangguk dan mengikuti Alice ke bangku taman.
Setelah mereka semua duduk, Alice mulai memberikan instruksi. "Baiklah, kita akan mulai dengan mengumpulkan informasi tentang perusahaan yang akan kita analisis keamanannya. Sisil, kamu akan bertanggung jawab untuk mengumpulkan data tentang struktur organisasi perusahaan."
Sisil mengangguk, "Baik, Alice. Aku akan mulai segera."
"Cindi, kamu akan bertanggung jawab untuk mengumpulkan data tentang sistem keamanan perusahaan," lanjut Alice.
Cindi mengangguk, "Baik, Alice. Aku akan mulai mencari informasi tentang sistem keamanan mereka."
Luna dan Amel juga diberikan tugas masing-masing, dan mereka semua mulai membahas rencana mereka dengan lebih detail. Alice memantau setiap langkah mereka, memastikan bahwa mereka semua siap untuk memulai misi mereka.
Tiba-tiba, Amel mengerutkan keningnya dan bertanya dengan nada skeptis, "Bukankah ini hanya skripsi? Kenapa kita harus melakukan ini semua? Apa tidak cukup hanya dengan membuat laporan biasa saja?"
Pertanyaan Amel itu membuat Alice tersenyum, dan dia menjawab dengan nada yang meyakinkan, "Ya, ini memang skripsi, tapi ini juga kesempatan bagi kita untuk membuktikan kemampuan kita, menunjukkan bahwa kita bisa melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar tugas kuliah, dan juga membuktikan bahwa kita bisa bekerja sama dan menyelesaikan masalah yang kompleks dengan efektif."
Dengan senyum yang masih terukir di wajahnya, Alice melanjutkan, "Kita tidak hanya akan menyelesaikan skripsi, tapi juga akan memperoleh pengalaman berharga dan membangun reputasi kita di kalangan akademis yang akan membantu kita tumbuh dan berkembang sebagai individu yang lebih baik."
Alice melanjutkan, "Dengan melakukan ini, kita bisa menunjukkan bahwa kita tidak hanya pintar secara teori, tapi juga bisa menerapkan pengetahuan kita dalam praktek. Dan itu akan sangat berharga bagi kita di masa depan. Selain itu, kita juga bisa membantu perusahaan yang kita analisis dengan memberikan rekomendasi keamanan yang tepat."
Amel masih nampak kurang yakin, tapi Alice dapat melihat bahwa dia mulai memahami alasan Alice. "Baiklah, aku akan melakukan apa yang kamu perintahkan," kata Amel akhirnya.
Alice tersenyum puas, "Bagus, aku tahu kalian bisa diandalkan."
Melihat penampilan Alice yang sekarang jauh berbeda dari yang sebelumnya dan kecerdasannya, Sisil, Cindi, Luna, dan Amel kini tidak ragu lagi bahwa keputusan mereka untuk bergabung dengan geng Wildflowers di bawah pimpinan Alice adalah pilihan yang tepat. Mereka semua terkesan dengan kemampuan Alice dalam memimpin dan mengatur rencana dengan baik, serta aura kepemimpinan yang kuat dan karismatik yang dimiliki Alice saat ini. Dengan perubahan Alice yang semakin percaya diri dan bijak, mereka merasa lebih yakin bahwa geng Wildflowers akan terus berkembang dan mencapai kesuksesan di bawah kepemimpinannya.
Dengan kepercayaan diri yang terpancar dari Alice, mereka semua merasa bahwa geng Wildflowers akan menjadi tim yang kuat dan solid.
Tanpa mereka sadari, Alice sedang membentuk karakter dan kepribadian mereka melalui pengalaman berharga ini. Dengan memberikan tantangan dan tanggung jawab yang jelas, Alice membantu mereka mengembangkan keterampilan dan kemampuan yang akan berguna seumur hidup.
Mereka belajar untuk bekerja sama, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan yang tepat. Alice juga menanamkan nilai-nilai penting seperti kerja keras, dedikasi, dan ketekunan, yang akan membantu mereka mencapai tujuan dan menghadapi tantangan di masa depan.
Pengalaman ini tidak hanya tentang menyelesaikan skripsi, tetapi juga tentang membentuk mereka menjadi individu yang lebih mandiri, percaya diri, dan siap menghadapi dunia nyata. Alice yakin bahwa mereka akan tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang lebih baik melalui pengalaman ini, dengan kemampuan untuk menghadapi tantangan dan mencapai kesuksesan di masa depan.
Dengan demikian, Alice tidak hanya menjadi pemimpin kelompok, tetapi juga menjadi mentor yang membimbing mereka menuju kesuksesan. Pengalaman ini akan menjadi kenangan berharga bagi mereka, dan membantu mereka menjadi individu yang lebih baik dan lebih siap menghadapi tantangan di masa depan.
**
Alice baru saja keluar dari ruangan kelasnya, dia berjalan dengan santai sambil memikirkan bahwa dia akan pergi ke sebuah showroom mobil setelah ini. Namun, tiba-tiba tangannya dicekal oleh seseorang dari belakang.
Alice terkejut dan berbalik untuk melihat siapa yang telah menangkap tangannya. "Apa yang kamu lakukan, Bagas?" Dia bertanya dengan nada yang sedikit kesal, sambil mencoba melepaskan tangannya dari cengkeraman Bagas.
Bagas tidak menjawab, tapi malah menarik Alice ke arahnya dengan mata yang tajam. "Alice, benar kan kamu Alice? Kamu sangat berbeda," kata Bagas dengan nada yang serius.
Melihat penampilan Alice yang semakin cantik, Bagas seolah-olah tidak bisa berpaling, seakan-akan ada sesuatu yang menariknya lebih dari sekadar rasa penasaran. Bahkan, sepertinya Bagas mulai melupakan janjinya kepada Marina, karena perhatiannya sepenuhnya tertuju pada Alice yang kini terlihat begitu mempesona dan misterius.
Alice memutar bola matanya malas, merasa terganggu dengan pertanyaan Bagas. "Haih, Si Garangan ini kenapa masih menggangguku sih?" gerutunya dalam hati.