NovelToon NovelToon
Office Girl Cantik Kesayangan CEO Tampan

Office Girl Cantik Kesayangan CEO Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / CEO / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:11.1k
Nilai: 5
Nama Author: ijah hodijah

Fatharani Hasya Athalia, atau biasa disapa Hasya oleh teman-temannya itu harus terjebak dengan seorang pria di sebuah lift Mall yang tiba-tiba mati.
Hasya yang terlalu panik, mencari perlindungan dan dengan beraninya dia memeluk pria tersebut.

Namun, tanpa diketahuinya, ternyata pria tersebut adalah seorang CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Hasya sendiri bekerja subagai Office Girl di perusahaan tersebut.

Pada suatu hari, Hasya tidak sengaja melihat nenek tua yang dijambret oleh pemotor saat dirinya akan pergi bekerja. Karena dari perangai dan sifatnya itu, nenek tua tersebut menyukai Hasya sampai meminta Hasya untuk selalu datang ke rumahnya saat weekend tiba.

Dari sanalah, nenek tua tersebut ingin menjodohkan cucu laki-lakinya dengan Hasya.

Akankah Hasya menerima pinangan itu? Sedangkan, cucu dari nenek tua tersebut sedang menjalin kasih bahkan sebentar lagi mereka akan bertunangan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

"Bagaiman tidurnya, hm?" Bara memeluk erat Hasya yang duduk bersender di kepala ranjang.

"Baik." jawab Hasya pendek.

Bara memiringkan kepalanya, menatap Hasya, menyelidik apa yang terjadi. Bara merasa sedikit ambigu dengan jawaban Hasya.

"Kenapa semalam meninggalkan aku tidur?"

Hasya mengucek-ngucek matanya dengan cepat kemudian ia menatap Bara. "Memangnya tidur juga harus barengan?" tanyanya.

Bara sedikit tersentak, tapi dia tersenyum kecil. "Harus dong, kita, kan two in one."

"Hah?" Hasya terbelalak. "Aneh saja, anak kembar aja gak selalu tidur barengan, kita yang beda jenis kelamin masa harus barengan?"

"Hah?" Bara tercengang mendengar jawaban Hasya. "Kamu ini... Kita, kan, satu hati. Eh, dua hati satu cinta."

"Oh, ya? Aku gak cinta tuh."

Glek!

Bara memalingkan wajahnya, antara malu dan sedikit kecewa dengan jawaban Hasya.

"Baik, saya akan menunggu kamu untuk mencintai aku," jawab Bara lemas.

"Hmm..." Hasya hanya berdehem, kemudian ia turun dari ranjang dan berdiri sambil meregangkan tubuhnya, matanya juga masih terkantuk-kantuk.

Semalam, Hasya tidur lebih dulu saat Bara habis mengambilkan obat dari Belinda, ia tinggal ke kamar mandi sebentar dan saat ia kembali Hasya sudah tidur.

Bara membuang napasnya kasar, malam pertamanya tidak akan berhasil malam ini. Tapi dia juga sebenarnya tidak tega kalau malam ini terjadi karena tahu sendiri bagaimana keadaan tubuh Hasya.

Akhirnya, Bara ikut tidur sambil memeluk Hasya. Tapi lain halnya dengan Hasya, sejak Bara memeluknya, dia tidak bisa tidur, ketakutannya akan apa yang terjadi malam itu membuatnya sulit untuk tidur kembali sampai dini hari tadi. Dan sekitar jam empat Hasya kembali tertidur, namun jam setengah lima alarm dari ponsel Bara berdering sangat kencang membuatnya kembali terbangun.

"Masih ngantuk?" tanya Bara.

"Ya," Hasya kembali menjawab singkat. Kemudian ia berjalan menuju meja rias dan menatap wajahnya di cermin. "Syukurlah kalau gak ada mata pandanya." gumam Hasya.

"Memangnya kelihatan? Nyalain dulu lampunya." Bara menyalakan lampu kamarnya.

"Kenapa dinyalain? Aku mau tidur lagi." ucap Hasya.

"Ini udah pagi, Hasya."

"Ish... Bangunin aku jam enam." Hasya kembali ke tempat tidur dan menggulung dirinya dengan selimut. Tidak lama kemudian dengkuran halus terdengar.

Bara tercengang, "tidur lagi?" ia menggaruk kepalanya. "Ya sudah gak papa, lebih baik aku siap-siap dulu." Bara tidak akan menegur Hasya hari ini, karena seharusnya hari ini dia tidak masuk ke kantor, tapi karena rapat kemarin di tunda, Bara harus menghadirinya hari ini.

***

"Bara, kenapa harus masuk kantor? Kasihan Hasya pasti masih ngantuk." ucap Belinda saat di meja makan.

Bara menoleh ke arah istri bocilnya yang memang masih terkantuk-kantuk. Ia merasa heran sendiri padahal semalam Hasya tidur lebih dulu.

"Maaf, nenek. Semalam aku kurang tidur. Mungkin malam nanti tidurnya harus pisah ranjang." jawab Hasya sambil memakan rotinya yang sudah disiapkan oleh bibi.

Semua orang yang ada di sana tercengang dan menahan tawanya. Kebetulan orang tua Bara, Arsen dan juga tantenya Bara masih ada di sana.

"Bara! Kalau main jangan jauh-jauh, kasihan Hasya." tergur Belinda.

Bara menggaruk kepalanya bingung dengan apa yang dikatakan oleh Belinda, namun sedetik kemudian ia mengerti apa yang di maksud oleh Belinda setelah ia menyadari kalau semalam adalah malam pertamanya tidur dengan Hasya.

"Memangnya Om Bara main kemana, Nek?" tanya Hasya dengan polosnya.

"Om?" kedua tante Bara ikut tercengang.

"Gak terjadi apa-apa, lebih baik sarapannya di mulai." ucap Bara. Soalnya ia takut Hasya bertanya yang aneh-aneh lagi.

Semuanya mulai sarapan dengan tenang, kecuali Hasya yang sudah lebih dulu selesai. Ia menunggu Bara sambil menyuapinya karena Bara merengek seperti bayi.

"Pa, anakmu benar-benar." ucap Helena.

"Anak kamu juga, Ma."

"Ya, anak kita, tapi kenapa begitu sama istrinya."

"Gak papa, Ma. Anggap saja aku latihan nyuapin bayi." sahut Hasya. Tapi sedetik kemudian ia menutup mulutnya, ia keceplosan.

"Nah, benar itu, Nak. Anggap saja itu bayi, tinggal pakai apron dilehernya," Bagas menimpali.

"Hahaha..." tawa pun meledak seketika, tapi tidak dengan Bara yang merasa kesal.

"Eh, sebentar, bukannya apron itu..."

"Udah sayang, ayo kita berangkat. Aku harus rapat pagi ini." Bara menyela.

"Ya, baiklah, Tuan."

"Sebentar dulu, nenek udah nyiapin ini sejak ketemu kamu, Nak," Belinda menyerahkan sebuah kotak kepada Hasya.

"Apa ini, Nek?" tanya Hasya. Ia menerimanya tapi tidak berani membukanya.

"Buka saja, kamu akan tahu isinya apa," jawab Belinda. Hasya menatap Bara seolah minta persetujuan, Bara pun mengangguk.

Dengan tangan sesikit bergetar, Hasya membuka kotak berbentuk segi panjang kecil itu perlahan. Hasya menutup mulutnya, setelah itu dia kembali menutup kotak itu.

"Nenek salah orang kali, aku gak pernah memakai perhiasan, Nek." Ya, yang berada di kotak itu adalah satu set perhiasan yang sengaja Belinda hadiahkan untuk Hasya.

"Itu untuk kamu, Sayang." sahut Helena.

"Tapi..."

"Dipakai, ya. Ini juga demi keselamatan kamu." ucap Belinda.

Melihat keraguan dari wajah Hasya, Bara pun mengambil kotak itu dan memakaikannya kepada Hasya. Hasya kembali terharu, bahkan untuk memakai anting-anting saja dia gak pernah. Tapi sekarang? Bahkan satu set dia pakai. Dulu, saat pengasuhnya masih hidup, dia memakainya. Tapi setelah pengasuhnya berpulang, anting-anting itu hilang saat dia tidur dan Hasya tidak menyadarinya. Setelah bekerja, dia membeli anting-anting titanium hanya sekedar simbol saja dan supaya bekasnya itu tidak kembali rapat.

"Nenek, papa, mama, tante, aku gak tahu harus membalas dengan apa, aku hanya punya doa untuk kalian." ucap Hasya dengan linangan air mata di pelupuk matanya.

"Kami semua sayang kamu, Nak. Jangan merasa sendirian lagi, ya." ucap Helena.

Hasya mengangguk, "terimakasih, Ma."

***

Sesampainya ke kantor, Bara memaksa Hasya untuk ikut ke ruang rapat, namun Hasya tetap tidak mau karena merasa belum siap mendampingi Bara hari ini. Mungkin, beberapa hari ke depan dia akan terbiasa, tapi untuk hari ini dia masih belum siap karena merasa masih mimpi.

Karena bosan, Hasya memainkan ponselnya dan bertanya kabar dengan Aurel.

"Gue tadi ke kos-an bekas lo, dan gue kaget, yang keluar pacarnya mantan gue, Sya!" Aurel menyertakan emoji menangis diujung kalimatnya. "Gue lupa kalau lo udah gak kos di sana. Kebiasaan gue setiap pagi gak bisa gue lupain." sambungnya.

"Yang benar saja, Rel? Wah... Ada perang, gak?" Hasya menyertakan emoji tertawa dan itu membuat Aurel jengkel.

"Bagaimana malam pertamanya, Sya? Berjalan dengan lancar, gak?" tapi Hasya tidak menjawab lagi karena dia kedatangan tamu yang membuatnya kelimpungan.

"Kamu siapanya Bara?" tanya seorang pria paruh baya di depannya.

"Sa-saya..." Hasya berpikir sejenak. "Gue jujur atau jangan, ya?" tanya Hasya di dalam hatinya. Tapi karena tidak ingin dibilang lancang, akhirnya Hasya berbohong.

"Emm... Saya keponakannya, Om." akhirnya Hasya menjawabnya. Ia merasa lega ketika melihat orang di depannya itu merasa lega juga.

"Baik, tolong sampaikan salam saya kepada Bara, kalau calon mertuanya datang."

Deg!

Hasya tersentak kaget. Calon mertua?

"Oh, emm... Baik, Om. Nanti saya sampaikan kalau saya gak lupa." jawab Hasya.

Pria paruh baya itu pun kembali pergi dan membuat Hasya merasa lega. Awalnya ia merasa takut kalau pria itu akan menunggu Bara di ruangannya.

Kring kring kring

Hasya menengok ke arah ponselnya, "nomor baru?" gumamnya. Karena nomor baru, Hasya tidak menjawab panggilan itu sampai akhirnya sebuah chat masuk ke nomor Hasya.

"Ini aku, suamimu." isi pesan di chat tersebut. Karena Bara yang memanggil, Hasya pun menjawab.

"Sayang, maaf, aku akan melanjutkan rapatnya di restoran yang ada di depan kantor ini. Kamu kesini, ya. Biar sekretarisnya Arsen yang jemput." ucap Bara di seberang telepon.

"Gak usah, aku belum berani keluar." Jawab Hasya.

"Tapi gak papa kalau di situ sendirian?" tanya Bara. Dia tidak ingin Hasya merasa sendirian.

"Gak, kok, aku udah beresin ruangan kamu dan aku juga dari tadi cuma main HP," Hasya sedikit terkekeh karena kelakuannya itu.

"Ah, ya sudah gak papa. Gak masalah yang penting jangan kemana-mana. Aku lanjut dulu kerjanya, ya, sayang."

"Duh, jangan panggil aku sayang terus, sih. Bisa-bisa aku meleleh di sini." Bara hanya terkekeh kemudian dia pamit untuk melanjutkan lagi pekerjaannya.

Siang pun tiba, Bara kembali ke ruangannya sambil membawa makan siang untuk dirinya dan Hasya.

"Yang udah punya bini, ceria banget," Sindir Arsen. Keduanya sudah mencair tapi kekesalan Bara masih belum sepenuhnya hilang.

"Hm..." Bara hanya berdehem, kemudian ia masuk ke dalam ruangannya.

Sepi... Itu yang Bara rasakan. Dan di dalam ruangannya itu tidak ada siapa pun.

Deg!

Bara mengedarkan pandangannya ke setiap penjuru ruangan, tidak ada siapa pun. Kemudian Bara masuk dan menaruh menu makan siangnya di meja dengan mata yang tidak lepas mencari keberadaan Hasya.

"Hasya! Di mana kamu?" Bara mencarinya di kolong meja, ke kamar mandi dan ke rak-rak buku. Bahkan ia sampai mencari ke laci-laci lemarinya.

"Hasya! Gak lucu, ya, bercandanya!" Bara menghampiri ruang pribadinya. Kemudian ia masuk ke sana. Tapi setelah ia mencari ke mana-mana Bara tidak menemukan Hasya di dalam ruangan itu.

"Kamu ke mana, Sayang? Atau dia turun ke bawah, Ya?" Bara kembali keluar dan keluar ruangannya.

Bara bertanya ke sana ke mari tapi hasilnya nihil. Semua orang yang seharusnya istirahat, mereka malah disibukan mencari Hasya. Sampai jam istirahat berakhir, tidak ada yang bisa menemukan Hasya. Semua CCTV terlihat buram dan tidak bisa melihat pergerakan di titik tertentu.

***

"Sekarang, lo harus tidur sama gue. Gue gak peduli kalau lo udah dipake sama laki lo!"

Bersambung

1
Yurniati
terus semangat update nya thorr
Yurniati
double update thorr
Yurniati
terus lanjut update nya thorr
Yurniati
kamu akan menyesal Haris,apa yang kamu lakukan terhadap Harsya,,,,,
tetap semangat terus thorr
Jar Waty
lanjut thor
Yurniati
terus lanjut update nya thorr
Yurniati
kasian Arsya nya udah menderita di culik lagi,siapa ya yang nyulik,,,,,,
tetap semangat terus thorr
Ijah Khadijah: Siap, Kak. Terimakasih
total 1 replies
lontongletoi
luka kaki Hasya ga di obatin dulu thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!