Bismillah karya baru,
Sudah tiga tahun Elyana menikah dengan Excel Damara, seorang Perwira menengah Angkatan Darat berpangkat Kapten, karena perjodohan.
Pernikahan itu dikaruniai seorang putri cantik yang kini berusia 2,5 tahun. Elyana merasa bahagia dengan pernikahan itu, meskipun sikap Kapten Excel begitu dingin. Namun, rasa cinta mengalahkan segalanya, sehingga Elyana tidak sadar bahwa yang dicintai Kapten Excel bukanlah dirinya.
Apakah Elyana akan bertahan dengan pernikahan ini atas nama cinta, sementara Excel mencintai perempuan lain?
Yuk kepoin kisahnya di sini, dalam judul "Ya, Aku Akan Pergi Mas Kapten.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 Kedatangan Besan
Setelah beberapa jam berada di rumah duka, Excel dan kedua orang tuanya, berpamitan dari kediaman orang tua Rafka, atau kakak kandung Bu Gina.
"Tante pamit dulu, ya. Kamu harus kuat dan tetap bersemangat. Doakan almarhumah istri dan bayimu agar ditempatkan disisi-Nya. Tante dan Om juga Excel, bukan tidak ingin menemani kamu di sini. Tapi, kami masih ada urusan," ujar Bu Gina berpamitan seraya memeluk Rafka sang keponakan.
"Iya Tante. Rafka paham. Terimakasih banyak atas doa dan kedatangannya. Semoga perjalanan kalian lancar dan selamat," balas Rafka sembari melerai pelukan Bu Gina. Setelah berpamitan, mereka kembali melanjutkan perjalanan.
Kini tujuan mereka adalah, mengunjungi Kampung Sumuhun Dawuh. Untuk bersilaturahmi pada kedua orang tua Elyana. Karena selain mereka besanan, mereka juga bersahabat sejak muda. Kampung Sumuhun Dawuh, tidak terlalu jauh dari Kampung Sarangka Bedog. Perbedaannya hanya kurang lebih satu kilo meter.
Tadinya, Excel sempat menolak, karena ia bingung harus mengatakan apa tentang Elyana dan Nada, kepda kedua mertuanya. Meskipun dia bisa saja berbohong, akan tetapi perasaan takut ketahuan, seketika mendera.
Mobil mereka beriringan, tiba di depan villa, mereka langsung memasukkan mobil itu ke dalam halaman villa. Untuk sejenak mereka akan melepas lelah di villa, sebelum mengunjungi keluarga Elyana.
"Mau jam berapa ke rumah Arman, Pak?" tanya Bu Gina. Excel terlihat diam saja sejak tadi, pikirannya dilanda kalut. Kemudian, rasa bersalah kini semakin mendera.
"Nanti, setelah Maghrib saja, bagaimana?"
"Baiklah." Bu Gina setuju.
Setelah sholat Maghrib, mereka bertiga bersiap. Hanya kurang lebih 600 meter saja jarak menuju rumah besannya dari villa, sehingga mereka tempuh dengan jalan kaki saja.
Sepuluh menit kemudian, mereka bertiga sampai di depan rumah Pak Arman. Suasana terlihat sepi.
Jantung Excel seketika berdegup, rasa takut itu terus mendera.
"Assalamualaikum," ucap Bu Gina diikuti Pak Erik dan Excel, pelan.
Belum ada yang menjawab, Bu Gina tidak berputus asa dia mengulang kembali salamnya.
"Assalamualaikum."
Tidak berapa lama, derap langkah dari dalam rumah mulai terdengar. Bu Gina dan Pak Erik memasang wajah bahagia, akan tetapi tidak dengan Excel. Dia justru tegang.
"Waalaikumsalam. Kalian?" balasnya, diimbuhi rasa terkejut. Wanita paruh baya itu melirik ke arah Excel, menatap sejenak lalu kembali pada Bu Gina. Bu Gina dan Pak Erik tentu saja menduga, sikap terkejut Bu Elis adalah karena melihat kedatangan mereka yang mendadak.
"Iya, ini, kami Elis. Mana Arman, apakah dia masih di masjid?" Pak Erik menjawab, sembari menatap ke dalam rumah, mencari Pak Arman.
Sebelum menjawab, Bu Elis terlihat ragu dan menoleh ke dalam. Dia seakan takut suaminya mendengar kedatangan besannya, dan langsung mengamuknya.
"Suamiku ada di kamar, tadi habis sholat Maghrib, dia membaringkan tubuh. Katanya kepalanya mendadak sakit.
Bu Gina dan Pak Erik juga Excel, terlihat kaget, mendengar Pak Arman sakit kepala.
"Waduh, kedatangan kami rupanya tidak tepat. Tapi, ijinkan kami masuk. Mumpung kami sedang di sini, sekalian mampir dan ingin bersilaturahmi dengan Arman," tukas Pak Erik.
"Masuklah. Aku ke dalam dulu untuk memberitahukan suami aku," ucap Bu Elis seraya berlalu. Di dalam kamar, Bu Elis memberitahukan pada Pak Arman bahwa besannya dan Excel dari kota.
Pak Arman terhenyak, emosinya kini kembali seakan berada di atas ubun-ubun. Sakit kepala yang mendera yang sejak tadi dirasakan, kini seakan tambah jadi saat mendengar besannya dan Excel datang.
"Bapak harus tenang dulu. Kita jangan gegabah dan ngamuk dulu. Hadapi dengan tenang dan elegan. Kita lihat seperti apa sikap Excel. Tapi, kalau melihat ekspresi besan kita, mereka seperti tidak terjadi apa-apa. Untuk itu, Bapak juga harus bersikap tenang. Kita lihat bagaimana reaksi mereka," bujuk Bu Elis seraya membantu Pak Arman bangkit.
"Baiklah. Bapak juga ingin melihat bagaimana reaksi si brengsek itu," hardik Pak Arman seraya berdiri.
"Tapi, nanti saat di luar, kita jangan dulu ceritakan ada Elyana di sini. Bapak ingin tahu dulu gimana sikap Excel." Pak Arman memberikan arahan. Bu Elis mengangguk setuju.
"Apakah Elyana ditelpon saja Pak. Supaya dia hati-hati dan mempertahankan Nada agar tidak diambil paksa Excel?" Bu Elis menatap suaminya risau.
"Biarkan saja Elyana, biar dia tahu sendiri kalau suaminya datang. Tidak usah dikasih tahu sekarang," larang Pak Arman seraya membuka pintu kamar dan keluar, diikuti Bu Elis yang langsung menuju dapur untuk membuat air minum.
"Erik ... kalian datang," seru Pak Arman seraya menghampiri besannya, lalu menyalami keduanya. Setelah itu mata Pak Arman menuju Excel yang kini mendongak untuk menyalami tangan mertuanya. Tadinya Pak Arman ingin menepis, tapi dia harus berusaha seolah-olah tidak ada Elyana di sini.
"Nak Excel, apa kabar? Di mana anak istrimu, kenapa tidak sekalian kamu bawa? Bapak sudah kangen," cecar Pak Excel menatap lekat pada Excel, ingin tahu apa jawaban menantunya itu.
Excel terlihat sangat kaget, dia menunduk bingung. Gelagat seperti itu sudah terbaca oleh Pak Arman. Dalam hati, Pak Arman berdecih dan mengutuk sikap Excel yang menurutnya sangat keterlaluan.
Excel mengangkat dagunya, lalu menatap mertua lelakinya itu.
"Alhamdulillah kabar saya baik, Pak. Akan tetapi Nada sedikit kurang sehat, itu makanya kami tidak mengajaknya sekalian. Kalau diajak, takutnya Nada tambah sakit. Oh iya, tadi kata ibu, bapak katanya sakit kepala. Apakah sekarang sudah mendingan?" jawab Excel diimbuhi sebuah pertanyaan kepada mertuanya untuk mengalihkan fokus Pak Arman.
Pak Arman tersenyum sinis. Ingin saat ini juga dia meraih kerah baju Excel lalu mengangkatnya dan berkata, "anak dan istrimu di sini, dia kabur dari rumah, bukan?"
Tapi, Pak Arman hanya bisa menahannya dalam hati. Dia harus berusaha tenang.
"Oh iya, Arman, kami dengar tadi dari istrimu, kamu sakit kepala? Kami jadi tidak enak sudah mengganggu istirahatmu," sela Pak Erik merasa peduli.
"Iya, tadi kepalaku mendadak sakit. Terlebih saat kedatangan ...."
"Silahkan, air teh hangatnya. Di sini tidak ada cemilan yang bagus seperti di kota." Tiba-tiba Bu Elis datang sembari membawa nampan yang isinya air minum dan bolu panggang buatannya yang masih hangat. Kebetulan, saat besannya datang, Bu Elis sedang membuat bolu untuk cemilan Elyana dan Nada cucunya. Sehingga ucapan Pak Arman terpotong.
"Terimakasih Elis, jangan repot-repot. Ini, kami bawa oleh-oleh. Ada buah-buahan dan kue-kue ala kota. Kami tidak membuat sendiri, karena kami tidak bisa membuat, he he," balas Bu Gina sembari memberikan dua kantong yang isinya buah-buahan dan beberapa bungkus kue-kue khas kota.
"Terimakasih Bu Gina. Kalian ini setiap datang kemari, selalu saja membawa oleh-oleh untuk kami,." Bu Elis menerima kantong itu, meskipun awalnya merasa ragu karena teringat Elyana yang kabur dari rumah gara-gara Excel.
"Lalu, dalam rangka apa kalian datang ke kampung. Apakah sengaja atau ada agenda lain?" sela Pak Arman.
"Kami tadi siang habis melayat orang yang meninggal di kampung sebelah. Istri dari keponakan aku meninggal saat akan melahirkan. Calon anak dan istrinya meninggal bersamaan," ujar Bu Gina terlihat sedih.
"Innalillahi. Kam turut berduka," ucap Bu Elis.
"Tidak terbayangkan sedihnya, ketika keponakan kalian ditinggal pergi anak dan istri. Tapi, ada juga yang ditinggal anak dan istri, sikapnya cuek dan tidak bersedih," sindir Pak Arman ditujukan paa Excel. Sejenak suasana hening, seakan sedang mencerna kalimat yang dilontarkan Pak Arman barusan.
jodoh elyana otw....
di dunia nyata
kl aku jd mantan dah kulaporkan biar viral lah. biar hancurnya bareng bareng gk sendirian.
untung mantan istri terlalu baik, ciri khas wanita sinetron ikan terbang dng lagu kumenangis 😁🤣🤣