Luna punya segalanya, lalu kehilangan semuanya.
Orion punya segalanya, sampai hidup merenggutnya.
Mereka bertemu di saat terburuk,
tapi mungkin… itu cara semesta memberi harapan baru..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CHRESTEA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali Bersinar
Malam itu, video konferensi pers Luna viral di seluruh platform media. Ratusan komentar memenuhi, sebagian besar kali ini berbeda.
“Dia kelihatan jujur banget.”
“Aku dulu benci Luna, tapi setelah dengar ini, aku nggak bisa lagi.”
“Dia bukan malaikat, tapi dia berani. Dan itu cukup.”
Namun di antara semua komentar itu, ada satu pesan singkat yang muncul di ponsel Luna,
Rion : "Aku lihat kamu di TV. Kamu luar biasa. Aku bangga. Jangan berhenti, Luna. Aku masih di sini."
Luna : "Aku tau kamu lihat. Terimakasih, Rion."
Luna menatap layar ponselnya lama, lalu menutupnya dengan senyum kecil yang getir tapi hangat.
____
2 Bulan kemudian..
Waktu berlalu pelan, tapi pasti. Dua bulan sejak konferensi pers itu, dunia mulai berubah arah dan kali ini berpihak pada Luna.
Video yang menampilkan kata-katanya tersebar di seluruh platform. Dia menjadi simbol baru tentang ketahanan, bukan lagi sekadar kontroversi. Brand-brand yang dulu menarik kontrak, kini mulai datang kembali.
Beberapa bahkan berlomba ingin bekerja sama dengannya lagi.Namun, Luna kini bukan lagi gadis yang sama. Dia lebih berhati-hati, lebih selektif, dan lebih tenang menghadapi setiap tawaran.Semua dia pelajari dengan sabar, terutama setelah Kai mulai mendampinginya secara pribadi.
Pagi ini di apartemennya di Manhattan, Luna tengah berdiskusi dengan Kai. Di meja depan mereka, bertumpuk proposal kerja sama, endorsement, hingga tawaran film.
Kai membuka satu map, menatap Luna serius.
“Tawaran ini dari Aurora Luxe, brand yang dulu sempat memutus kontrak kamu. Sekarang mereka ingin kamu jadi wajah utama kampanye mereka.”
Luna menatap kertas itu beberapa detik sebelum menggeleng. “Aku nggak mau jadi ‘wajah utama’ untuk mereka yang dulu buang aku, Kai. Kalau mereka datang karena simpati, bukan karena kepercayaanku, aku tolak.”
Kai menatapnya beberapa detik, lalu tersenyum kecil. “Kamu benar-benar berubah.”
Luna tersenyum samar. “Aku cuma nggak mau jatuh ke lubang yang sama.”
Selama beberapa hari terakhir, Luna kembali aktif menghadiri acara sosial, talkshow, dan kampanye amal. Setiap langkahnya kembali diperhatikan publik,kali ini dengan rasa hormat.
Namun, seperti bayangan yang tak pernah benar-benar hilang, selalu ada mata yang mengawasi di balik layar. Komentar-komentar miring masih muncul. Nama-nama lama kembali menyinggung masa lalunya, mencoba menariknya jatuh lagi. Tapi Luna kini punya benteng baru, dukungan orang yang dia cintai.
Dan di balik semua itu, Kai tetap menjadi sosok yang menjaga dari jauh. Dia tidak hanya bertindak sebagai manajer, tapi pelindung yang tidak banyak bicara, hanya bertindak.
____
Malam ini Luna menghadiri Gala Charity of the Stars, sebuah acara tahunan tempat pengusaha, filantropis, dan artis berkumpul. Diatampil anggun dalam gaun hitam berpotongan klasik, rambutnya disanggul sederhana, auranya memikat seluruh ruangan.
Kai mengawalnya dari kejauhan, berbicara dengan beberapa rekan bisnis. Namun di tengah acara, perhatian publik justru tertuju pada momen tak terduga. Seorang aktor pendatang baru, Adrian Vale, menghampiri Luna di depan media dan mengajaknya berdansa.
Luna sempat ragu, tapi demi menjaga kesan acara, ia menerima dengan sopan.
Senyum mereka, tawa ringan, dan cara Adrian menatapnya dengan kagum semuanya terekam kamera. Dalam hitungan jam, foto-foto mereka tersebar di internet.
“Luna Carter dikabarkan dekat dengan aktor muda berbakat, Adrian Vale!”
“Apakah ini awal kisah baru Luna?”
“Senyumnya kembali terlihat,cinta baru?”
Kai menatap layar ponselnya yang ramai dengan ekspresi datar. Dia tahu, itu hanya permainan media. Tapi seseorang di tempat lain… tidak berpikir begitu.
⸻
Di St. Claire, Orion Delvano memegang ponselnya erat. Layar menampilkan berita yang sama,foto Luna bersama Adrian. Wajahnya tenang, tapi matanya gelap.
Dia membaca ulang berita itu, kali ini dengan tangan yang sedikit bergetar.
Damian masuk ke kamarnya, membawa berkas hasil pemeriksaan baru.
“Orion, aku baru dapat kabar dari Kai—”
“Dia masih bersamanya?” potong Orion dingin.
Damian menatapnya beberapa saat, lalu menaruh berkas di meja.
“Kai, tidak ada hubungan apapun dengan Luna. Mereka hanya teman baik.Kamu tahu itu.”
Orion menatap jendela, rahangnya mengeras.
“Aku tahu. Tapi tahu,bukan berarti aku bisa tenang.”
Damian menghela napas berat.
“Sudah berbulan-bulan sejak kamu terakhir bertemu. Aku pikir kamu sudah terbiasa.”
Orion terdiam, menatap kakinya yang kini sudah kuat tanpa tongkat.
“Aku sembuh, Damian. Tapi dia gak ada di sampingku. Setiap kali dia muncul di layar, aku tidak bisa berpura-pura baik-baik saja."
Damian menatapnya tajam.
“Kamu takut kehilangan dia?"
Orion tidak menjawab, tapi tatapannya cukup untuk menjelaskan semuanya.
____
Luna memijat pelipis kepalanya berat, dia yakin Orion pasti sudah mendengar berita ini. Hatinya tidak tenang, dia ingin menemui Orion langsung. Tapi, keadaanya belum cukup aman untuk melakukan itu.
Tiba-tiba sebuah pesan masuk muncul di layar ponsel Luna.
Damian : "Hai, gimana kabar kamu? Sibuk ya?"
Luna : "Hai kak. Aku baik, kakak gimana?"
Damian : "Aku baik, tapi dia tidak."
Luna terdiam menatap balasan Damian. Tidak bisa Luna bohongi jika dia merindukan Orion.
Luna : "Aku juga sama. Apa dia melihat berita malam ini?"
Damian : "Tentu saja. Dia tidak pernah melewatkan apapun."
Luna: "Bisa ajak aku bertemu dia? Aku rasanya ingin gila kak."
Damian : "Tentu saja, kamu akan sangat bangga melihat dia."
Luna : "Aku tau.."
Damian : "Nanti aku beri tahu dimana tempatnya."
Luna meletakan ponselnya dan menatap video Orion yang baru saja Damian kirimkan. Orion tampak berjalan perlahan tanpa bantuan apapun. Sayangnya tidak ada senyuman di balik wajah Orion.
"Aku benar-benar rindu kamu.." ucap Luna lirih.