Plak!
" Percuma aku menikahi mu, tapi sampai sekarang kamu belum juga memiliki anak. Kamu sibuk dengan anak orang lain itu!"
" Itu pekerjaanku, Mas. Kamu tahu aku ini baby sitter. Memang mengurus anak orang lain adalah pekerjaanku."
Lagi dan lagi, Raina mendapatkan cap lima jari dari Rusman di pipinya. Dan yang dibahas adalah hal yang sama yakni kenapa dia tak kunjung bisa hamil padahal pernikahan mereka sudah berjalan 3 tahun lamanya.
Raina Puspita, usianya 25 tahun sekarang. Dia menikah dengan Rusman Pambudi, pria yang dulu lembut namun kini berubah setelah mereka menikah.
Pernikahan yang ia harap menjadi sebuah rumah baginya, nyatanya menjadi sebuah gubuk derita. Beruntung hari-harinya diwarnai oleh wajah lucu dan tingkah menggemaskan dari Chandran Akash Dwiangga.
" Sus, abis nanis ya? Janan sedih Sus, kalau ada yang nakal sama Sus, nanti Chan bilang ke Yayah. Bial Yayah yang ulus."
Bagaimana nasib pernikahan Raina kedepannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Baby Sitter 19
Ucapan syukur yang keluar dari mulut Bagus bukan hanya sekedar di mulut saja. Dia sungguh sangat bersyukur karena ada Raina di sisi Chan. Jika tidak, mungkin Chan akan sulit untuk ditangani.
"Tadi tuh tiba-tiba Chan lemes, dan demam. Udah di kasih obat sih, tapi pas cek termometer, ternyata mencapai 40 derajat. Raina langsung minta Chan dibawa ke rumah sakit aja takut kejang. Beneran deh, Ibu bersyukur banget karena ada Raina. Dia itu gercep tapi tetap tenang. Ibu yang malah panik bukan main tadi. Apalagi pas mau di infus, duuuh drama. Sampai perawatnya bingung."
"Alhamdulillah, Bu coba cek apa Raina udah bangun. Ini udah mau magrib. Dia harus sholat dan makan juga. Kasihan."
Asri mengangguk mengerti, dia lalu masuk ke ruang rawat. Sedangkan bagus duduk di bangku yang ada di depan ruangan bersama dengan ayahnya.
"Dia wanita yang baik lho, Gus. Tapi sayang dapat suami dan mertua yang kayak gitu. Haaah."
"Iya Pak, aku juga nggak nyangka kisah rumah tangganya begitu rumit. Dia juga cuma sebatang kara, nggak punya tempat kembali. Tapi dia selalu senang kalau lagi sama Chan."
Bagus tanpa sadar mengucapkan semua itu. Budi bisa merasakan bahwa bagus juga bersimpati kepada Raina. Bukan hanya karena wanita itu baby sitter nya Chan, melainkan dengan sisi lain dari Raina.
Menurut Budi, Bagus memandang Raina sebagai wanita ketika anaknya itu tadi membicarakan pengasuh dari Chan tadi.
"Jadi, bagaimana menurutmu tentang Raina?"
"Dia wanita yang mandiri, kuat, dan juga nggak gampang menyerah sama keadaan. Aku salut, Pak. Apalagi dia hidup sendiri. Mungkin kalau aku diposisi dia, nggak mungkin jadi sekuat dia."
"Ya itu benar, dia wanita yang kuat."
Cekleek
"Sus Raina, makasih udah gercep bawa Chan ke rumah sakit. Sekarang makan dulu aja ya sama sholat."
"Gus, ajakin Ai makan dulu sana. Biar Chan Bapak sama Ibu yang jaga."
Eh?
Bagus bingung, kenapa tiba-tiba Budi memintanya pergi bersama Raina. Padahal dia belum melihat Chan. Tapi tidak ada salahnya juga mengajak makan Raina. Baby sitter Chan itu sudah sangat bekerja keras untuk hari ini.
"Ayo Raina, kita makan dulu."
"Eh nggak usah, Pak Bagus. Saya bisa sendiri aja kok."
Bagus tidak lagi berbicara, dia berjalan begitu saja lebih dulu. Mau tidak mau Raina mengikut ayah dari Chan tersebut.
"Kita ke masjid rumah sakit dulu aja ya, Magriban dulu baru makan
"Iya Pak."
Raina mengiyakan saja, meskipun canggung tapi dia tidak bisa berbuat banyak.
Setelah menjalankan sholat magrib, Bagus membawa Raina menuju ke kantin rumah sakit. Memesan makan dan keduanya makan bersama. Tidak ada suara yang keluar dari bibir keduanya. Hanya terdengar dentingan sendok dan garpu yang beradu dengan piring. Itu pun sangat pelan sekali.
"Bagaimana perasaanmu tentang perceraian yang tidak lama akan kamu dapatkan itu?"
Maaf?
Raina sedikit tidak menyangka Bagus bertanya demikian. Selama dia bekerja, baru kali ini Bagus bertanya tentang apa yang ia rasakan.
"Lega meskipun sedih juga. Bagaimanapun dulu saya menikah dengan Rusman karena cinta. Berpisah seperti ini sungguh menyakitkan, tapi ya lega juga karena akhirnya saya bisa lepa dari suami dan keluarganya yang sangat toxic."
"Jika tidak ada kejadian ini maksudku suamimu yang ketahuan berselingkuh, apa kamu masih akan mencoba untuk bertahan?"
Pertanyaan Bagus yang baru saja sangat menyentil hati terdalam Raina. Wanita itu mengangguk lirih dan cukup membuat Bagus terkejut.
Bagaimana bisa Raina masih ingin mencoba bertahan terhadap suami dan ibu mertuanya yang memperlakukan dia dengan buruk.
"Kamu serius?"
"Iya, awalnya saya masih mencoba untuk bertahan. Mereka selalu menekankan saya tentang perihal memiliki anak. Waktu itu saya sempat berpikir, apakah jika saya memiliki anak maka saya akan dicintai dan mereka akan berubah?"
"Nggak? Nggak mungkin Raina. Mereka nggak akan bisa berubah. Orang-orang itu nggak mungkin bisa berubah. Yang ada setelah kamu memiliki anak, mereka akan semakin lebih-lebih lagi dalam menindas mu."
Entah mengapa Bagus begitu menggebu-gebu ketika mengatakan hal tersebut. Hanya saja dalam kepalanya sangat merasa kesal, mengapa ada suami yang bersikap demikian kepada istrinya. Mengapa ada ibu mertua yang hanya memanfaatkan menantunya. Sungguh Bagus tidak bisa mengerti.
"Saya juga akhirnya mikir seperti itu, Pak. Dan ya, akhirnya perselingkuhan dia kebongkar. Kadang saya bingung antara mau bersukur atau bersedih, yang pasti sekarang saya cukup lega karena sebentar lagi akan lepas dari orang-orang itu. Aah kita harus kembali ke kamar Chan, takut Chan nyariin, Pak."
Bagus mengangguk paham. Pembicaraan mereka kali ini termasuk pembicaraan yang paling panjang selama saling mengenal.
Cekleek
"Suus Aiii huaaa. Sus Ai kemana aja, dali tadi Chan caliin. Yayah kenapa bawa Sus Ai peldi siii."
"Eh? Yayah nggak bawa Sus Ai kemana-mana. Yayah cuma ajak Sus Ai makan. Kasian kan Sus Ai belum makan karena jagain Chan."
"Oh dituuu, kilain Yayah bawa peldi Sus Ai."
Semua orang terkekeh geli, Chan yang tadi menangis karena mencari Raina kini langsung diam ketika melihat baby sitter nya itu berada di depannya. Ia bahkan langsung minta dipeluk oleh Raina dengan merentangkan tangannya.
"Astaga, dia manja sekali. Dari tadi nangis nyariin. Kata dia, Sus Ai mana. Sus Ai kenapa tinggalin Chan."
"Maaf ya Bu, saya tadi agak lama keluarnya."
"Eh nggak apa-apa Ai. Kamu kan juga butuh untuk sholat dan makan juga. Nggak apa-apa, tenang aja."
Bagus mengusap wajahnya kasar, putranya benar-benar manja terhadap pengasuhnya itu. Pemikiran Bagus kembali goyah soal dia yang mencoret nama Raina dari calon bunda buat Chan.
Melihat Chan yang begitu lekat dengan Raina bahkan tidak mau ditinggal seperti ini, sungguh membuat Bagus menjadi bimbang.
"Apakah aku harus nyoba saran dari Ridwan?" gumamnya lirih. Dia merasa bahwa saat ini memang hanya Raina yang bisa menempati hati Chan. Bahkan dibanding dengan dirinya, Chan lebih dekat kepada Raina.
Buktinya saat ini Chan mengabaikan Bagus dan lebih ingin bersama dengan Chan.
"Sayang, Sus Ai nya biar pulang ya?"
"Ndaa boleeeh. Chan mau tidul sama Sus Ai disini. Talau Sus Ai pulan, belalti Chan juda itut pulan."
"Nggak apa Pak, saya di sini saja. Bapak sama Ibu sebaiknya yang pulang untuk istirahat. Saya sudah terbiasa menjaga Chan."
Bagus, Budi dan Asri saling pandang. Melihat bagaimana eratnya Chan memeluk Raina, sudah bisa dipastikan bahwa Raina tidak mungkin bisa pergi.
"Kalau gitu, tolong ya Ai. Kami besok pagi-pagi betul akan kesini. Gus, belikan Raina makanan. Aah iya, nanti ibu antarkan baju ganti buat Raina juga."
"Iya Bu."
Bagus mengerti, saat ini yang bisa menghadapi Chan memang hanya Raina. Jadi keputusan untuk Raina berada di rumah sakit sungguh tepat.
"Maaf merepotkan mu, Rai."
"Nggak Pak, saya tidak merasa repot sama sekali. Saya senang bersama dengan Chan."
TBC