NovelToon NovelToon
Level UP Milenial

Level UP Milenial

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Teen School/College / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Naik Kelas / Dunia Masa Depan
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ahmad Rifa'i

Level Up Milenial mengisahkan Arka, seorang guru muda berusia 25 tahun yang ditugaskan mengajar di SMA Harapan Nusantara, sekolah dengan reputasi terburuk di kota, dijuluki SMA Gila karena kelakuan para muridnya yang konyol dan tak terduga. Dengan hanya satu kelas terakhir yang tersisa, 3A, dan rencana penutupan sekolah dalam waktu setahun, Arka menghadapi tantangan besar.

Namun, di balik kekacauan, Arka menemukan potensi tersembunyi para muridnya. Ia menciptakan program kreatif bernama Level Up Milenial, yang memberi murid kebebasan untuk berkembang sesuai minat mereka. Dari kekonyolan lahir kreativitas, dari kegilaan tumbuh harapan.

Sebuah kisah lucu, hangat, dan inspiratif tentang dunia pendidikan, generasi muda, dan bagaimana seorang guru bisa mengubah masa depan dengan pendekatan yang tak biasa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Rifa'i, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rapat Penentuan

Pagi itu, langit mendung. Awan menggantung rendah di atas bangunan sekolah yang sudah kusam dimakan waktu. Bahkan burung- burung yang biasanya ramai di pohon dekat kantin pun tampak enggan bernyanyi.

Aku datang lebih awal dari biasanya. Jas hujan masih menempel di bahu, dan file presentasi ada di dalam flashdisk kecil di saku celana. Hari ini, aku tahu, bukan sekadar rapat biasa. Ini bisa jadi hari penentuan—apakah langkah kami selama ini akan didukung… atau dipatahkan.

Ruang rapat terasa seperti ruang pengadilan. Di ujung meja panjang, duduk Kepala Sekolah, pak Darman dengan wajah netral. Di sebelahnya ,Bu Arin, pengawas yang tampak nya sudah menyusun daftar pertanyaan panjang. kepala sekolah dari sekolah lain duduk di sekeliling, sebagian bersilang tangan, sebagian menatapku dengan rasa ingin tahu.

"Baik," kata Bu Rini setelah semua hadir. "Agenda hari ini: evaluasi metode pengajaran tidak konvensional di kelas 3A, serta implikasinya terhadap kebijakan sekolah. Pak Arka, Anda silakan presentasi."

Aku berdiri. Tangan sedikit berkeringat, tapi langkahku mantap.

"Terima kasih atas waktunya, Ibu dan Bapak semua. Saya akan menjelaskan metode yang saya terapkan di kelas 3A selama enam bulan terakhir, dan mengapa saya yakin metode ini layak dipertimbangkan sebagai pendekatan alternatif, bukan hanya untuk kelas tersebut, tetapi mungkin untuk kelas lain ke depannya."

Slide pertama menyala: “Masalah Awal: Sekolah di Ambang Tutup”. Aku menjelaskan bagaimana rendahnya motivasi siswa, tingkat kehadiran yang memprihatinkan, dan reputasi buruk yang menyebar hingga ke luar kota.

Slide kedua: “Kelas 3A: Eksperimen Berjalan”. Aku tampilkan data kehadiran yang kini nyaris sempurna, tugas-tugas yang diselesaikan dengan kreativitas, serta hasil observasi luar ruangan dan dokumenter yang viral.

Lalu muncul rekaman singkat Reza, Amira, dan Jaka saat mereka sedang berdiskusi, tertawa, lalu serius menulis naskah.

"Anak-anak ini dulunya sering bolos. Sekarang mereka datang sebelum bel. Mereka bahkan minta tambahan waktu belajar. Semua karena mereka merasa pembelajaran itu milik mereka. Bukan kewajiban, tapi bagian dari hidup."

Pak Tono mengangkat tangan. "Tapi bagaimana dengan kurikulum nasional, Pak Arka? Apa mereka tetap belajar sesuai silabus?"

"Belajar, Pak. Tapi konteksnya kami ubah. Misalnya, pelajaran ekonomi kami terapkan dalam produksi konten. Pelajaran bahasa digunakan dalam wawancara. Semua tetap sesuai kompetensi dasar, tapi dengan metode proyek dan refleksi."

Pak Darman akhirnya berbicara. "Saya sudah melihat beberapa dokumentasi kalian. Bagus. Tapi... bagaimana kita memastikan semua guru mampu melakukan hal yang sama? Jangan sampai ini jadi standar yang membebani."

Aku mengangguk. "Saya sepenuhnya setuju, Pak. Karena itu saya tidak mengusulkan ini jadi metode wajib. Tapi alternatif. Dan saya bersedia membimbing rekan-rekan guru lain untuk mengadaptasi bagian-bagian kecil yang relevan. Tidak semua harus seperti 3A. Tapi semangatnya, memberi ruang untuk siswa menemukan cara belajarnya sendiri, itu yang bisa kita terapkan."

Hening. Lalu Bu Rini bertanya, "Apa rencana ke depan jika metode ini diizinkan berlanjut?"

Aku klik slide terakhir: "Rencana 6 Bulan: Program Kolaboratif Antar-Kelas dan Modul Berbasis Proyek"

Aku jelaskan tentang pelibatan siswa kelas lain, pelatihan guru internal, serta sistem evaluasi berdasarkan proyek nyata dan refleksi pribadi. Termasuk rencana membuat platform online sederhana tempat semua siswa bisa mengunggah hasil belajar mereka.

Setelah aku selesai, aku kembali duduk. Rasanya seperti baru melewati ujian nasional. Semua diam. Lalu Pak Darman bersandar dan berkata, "Kalau kita tidak mencoba sesuatu yang baru sekarang, kapan lagi? Saya setuju, dengan catatan: dokumentasi dan pelaporan harus rutin, dan evaluasi harus obyektif."

Pak Tono mengangguk pelan. Bahkan kepala sekolah lain Bu Ratna, bertepuk tangan kecil.

Bu Rini menyimpulkan, "Maka rapat ini menyetujui uji coba lanjutan program pengajaran alternatif di kelas 3A, dan akan mulai membuka ruang eksplorasi terbatas di kelas lain yang bersedia. Selamat, Pak Arka. Tapi ini baru awal perjuangan."

Aku menunduk, lega. "Terima kasih, Bu. Saya tidak akan sendiri. Anak-anak sudah siap jadi bagian dari perubahan ini."

Ketika aku keluar dari ruang rapat, matahari akhirnya menembus awan. Cahaya hangat menimpa lorong sekolah yang selama ini terasa dingin.

Di ujung koridor, aku melihat anak-anak 3A menunggu. Mereka tidak tahu hasil rapat. Tapi ketika mereka melihat aku mengangkat ibu jari dan tersenyum, mereka bersorak seolah baru memenangkan kejuaraan dunia.

Hari itu, aku tak hanya merasa menjadi guru.

Aku merasa menjadi bagian dari revolusi kecil. Dimulai dari kelas paling gila di sekolah paling tak dikenal.

Dan revolusi itu... baru saja dimulai.

Di sisi lain pak Tono memiliki rasa cemburu terhadap sekolah SMA Negri harapan Nusantara karena lebih di perhatikan ketimbang sekolah yang lain.

"aku tidak akan membiarkan sekolah ini merebut prestasi sekolah ku." gumam pak Tono.

...----------------...

Pada hari Minggu seperti biasa, Arka mengumpulkan para siswa untuk berjalan bersama-sama ,mereka belajar di atas bukit seperi biasa, mereka dulu melingkar dan berdiskusi bersama-sama.

"apakah kalian setuju jika uang yang kita hasilkan ini, kita jadikan uang kas ?" ucap Arkan.

"lapor komandan, apakah kita akan membeli sapu dan pel untuk membersihkan kelas ?" tanya Jaka.

"tidak, uang ini aku akan aku kembalikan kepada kalian." ucap Arkan.

Mereka saling memandangi satu sama lainnya. "maksud bapak ?" tanya mereka semua.

"Deri, kau pintar berbisnis, bapak akan memberikanmu uang 10 juta untuk kau kelola." ucap Arkan.

semua terdiam, Mendengar perintah Arkan. "Reza tetaplah membuat konten." perintah Arkan.

"bapak telah percaya kepada kalian semua, sekarang belajarlah dengan giat 2 minggu lagi, kalian akan menghadapi ulangan semester.

1
Ahmad Rifa'i
menceritakan semangat dalam menggapai cita-cita walau di balut dengan kekurangan.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!