Fiona dan Fiora, saudari kembar putri presiden. mereka sudah saling menyayangi sejak mereka masih kecil, saling membantu jika salah satu mereka kesusahan. tetapi saat mereka memasuki usia remaja, Fiora yang merasakan pilih kasih di antara mereka berdua, Fiona yang mendapatkan kasih sayang yang tulus dari kedua orang tuanya, sementara dia tidak pernah merasakan itu, hari demi hari berlalu kebencian di hati Fiora semakin memuncak karena suatu peristiwa saat dia berkelahi dengan Fiona. Fiora lari meninggalkan istana dengan air mata di pipinya akibat makian ayahnya, sampai detik itu dia tidak pernah kembali ke rumah mereka lagi.
Fiona yang merasakan perasaan bersalah di hatinya memikirkan saudaranya pergi yang tidak pernah kembali lagi, kini mereka sudah dewasa. Fiona mengambil ahli mengurus semuanya bersama Aaron. setelah beberapa waktu banyak terjadi penghianatan di negara itu yg mengakibatkan banyak korban jiwa, siapa menyebabkan itu semua? apakah orang yang paling mereka tidak sangk
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon strbe cake, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
perjumpaan Ami dan Filip
Di pagi hari semua orang berkumpul di ruang makan mengambil kursi mereka masing-masing.
Pelayan mulai meletakkan makanan yang telah disediakan, aroma makanan langsung menyebar ke seluruh ruangan membuat Gisella bersemangat.
“mhm... Aku sudah tidak sabar, ayo mari kita makan semuanya.” Ucap Gisella dengan riang menatap kearah keluarganya.
“Gisella bukan begitu, Kevin adalah tuan rumah dia yang seharusnya yang memulainya bukan kau.” Gerutu Gemma saat menatap putrinya Dengan sinis.
“Ah, tidak apa-apa bibi, mungkin semua orang sudah lapar, kalau begitu silakan makan semuanya.” Kevin tersenyum dengan kata-katanya, mengangkat gelas yang berisi wine mengundang semuanya untuk bersulang.
Robert menatap Rosella, Mengganti gelasnya yang berisi wine dengan air biasa.
“tidak boleh.” Bisiknya saat menjauhkan gelas itu di sekitar Rosella.
Semua orang pun mulai mengangkat gelas mereka mengenai satu sama lain.
“cheers!” Seru mereka dengan bersemangat mulai meneguknya.
Robert yang memotong steak dengan pisau dan garpunya memilah daging yang sempurna lalu meletakkannya di atas piring Rosella.
Rosella mendongakkan kepalanya menatap Robert.
“tapi itu pesanan mu.” Gumam pelan Rosella.
“tidak apa sayang, aku tahu kau menyukainya, ayo makan selagi hangat.” Robert pun mulai mengambil daging sisa potongannya itu, mulai memakannya perlahan.
Rosella mengangguk, ia pun memasukkan ke dalam mulutnya, mengunyahnya dengan tersenyum kembali menatap Robert.
Melihat itu Robert pun membalas senyumannya, terus memakan makanannya.
Ruang makan pun hanya terdengar suara pisau dan garpu sesekali percakapan orang-orang di sana.
“apa yang sedang kau lakukan.” Desis Aaron melihat anak seorang pelayan yang mengintip di celah pintu kamar, tempat Fiona berada.
Mendengar suara dibelakang-Nya dia pun langsung berbalik dengan takut melihat Aaron yang menjulang tinggi di hadapannya dengan tatapan mengerikan.
“a-aku hanya ingin melihat dan mengajaknya bermain.” Gumam anak itu dengan suara gugup, menyembunyikan tangannya yang gemetaran di balik punggungnya.
Aaron yang mencari tanda-tanda penipuan di wajah anak itu pun terdiam, Ia bisa melihat ketulusan di wajahnya.
“kau selalu pengacau jangan dekat-dekat dengan Fiona dia Masi kecil, kau bisa melukainya, apa peringatan di dapur tidak cukup bagimu.” Ia pun memegangi bahu anak itu dengan erat mendorongnya untuk pergi.
“Ami apa yang kau lakukan!” seorang pelayan bergegas memegangi tangan Ami, dengan panik membungkuk di hadapan Aaron.
“maaf tuan muda, saya akan memastikan anak saya tidak akan berkeliaran lagi, maafkan saya.” Ia menundukkan kepalanya dengan memohon.
“ibu aku hanya ingin bermain.”
Mendengar itu pelayan itu meremas lengannya dengan erat mengisyaratkan untuk diam.
Ami meringis pelan merasakan sakit di lengannya, ia hanya bisa terdiam menyadari situasi yang semakin semakin memburuk.
Aaron mulai membuka pintu perlahan berjalan masuk, mengabaikan ibu dan anak itu, dia mulai menutup pintu perlahan meninggalkan mereka di sana.
Pelayan itu segera membawa anaknya pergi dengan terburu-buru.
Ami hanya bisa terdiam menoleh ke belakang melihat ruangan kamar itu yang mulai hilang perlahan dari pandangannya.
Aaron mulai naik ke tempat tidur perlahan dengan hati-hati tidak ingin membangunkan Fiona yang kini tertidur pulas, ia dengan senyuman mulai mengulurkan tangannya, menelusuri pipi tembam Fiona dengan jari-jarinya tersenyum lebar.
Fiona yang merasakan sentuhan itu tersentak di tengah tidurnya, ia pun mulai membuka matanya perlahan, berkedip beberapa kali menyesuaikan pandangan terhadap cahaya.
"tidak-tidak... Ayo tidur kembali Fiona, nanti ayah mu akan marah padamu." Aaron mengelus rambut Fiona yang panjang dengan perlahan.
"kakak Aaron, mengapa disini." kata-kata Fiona terdengar tidak jelas.
"aku hanya ingin melihat saja, sudah.. Kembali lah tidur Fiona, ini Masi sangat pagi Kau bisa bangun sebentar lagi saja ya."
Fiona mengangguk, Ia kembali menutup matanya, meringkuk di dekat Aaron
“sudah berapa kali kukatakan jangan berkeliaran di sekitar rumah kau ingin mereka memecat ku!” teriak pelayan itu kepada putrinya.
Ami yang menangis menundukkan kepalanya dengan takut, tidak berani menatap ibunya yang sedang marah.
Pelayan itu mulai mengangkat tangannya menampar wajah Ami dengan keras hingga membuatnya terhuyung ke belakang.
“Jika kau melakukan itu lagi, aku akan menjual mu ke pasar gelap mengerti kau.” Desisnya menatap Ami dengan emosi yang membara.
Ami yang terus menangis Memegangi pipinya dengan gemetar menganggukkan kepalanya perlahan saat mendengar ucapan ibunya.
Pelayan itu pun mulai pergi meninggalkan ruangan saat mendengar pelayan lainnya memanggilnya untuk kembali bekerja.
Ami mengusap air matanya dengan punggung tangannya, meringis pelan merasakan perih di pipinya, ia pun berjalan perlahan, pergi ke tempat yang di mana ia selalu berada di sana saat ia sedih.
Setelah beberapa saat berjalan, ia pun duduk di atas rumput-rumput hijau dengan pepohonan yang tinggi di sekelilingnya, Ami hanya terdiam termenung di sana setelah semua kejadian yang menimpanya.
Tiba-tiba terdengar suara tangisan anak lelaki yang tidak jauh dari sana, Ami dengan penasaran mulai mengikuti arah suara itu, saat suara itu semakin dekat, Ami mengintip di balik pohon melihat anak-anak laki-laki seusianya menangis meringkuk di sana.
Dengan penuh keberanian Ami pun mulai berjalan mendekatinya, berjongkok di samping anak itu.
“mengapa kau menangis, apa kau tersesat.” Tanya Ami dengan nada pelan.
Anak itu pun segera mengangkat wajahnya, menatap Ami dengan sisa air mata di matanya, menganggukkan kepalanya perlahan.
“siapa nama mu, beritahu aku di mana rumah mu, aku akan mengantarmu pulang.” Gumam Ami berdiri perlahan mengulurkan tangannya kepadanya.
“namaku Filip, ibuku mengatakan kami berkunjung ke rumah Tuan Kevin.” Ia pun mulai mengambil tangan Ami menggenggamnya perlahan.
“Aku tahu, kau mungkin tamu dari tuan Kevin ayo aku akan mengantarmu, aku tahu dimana itu karena aku juga tinggal di sana. Dan namaku adalah Ami.” Ucap Ami dengan tersenyum lebar, menuntunnya berjalan keluar hutan.
Filip mengikutinya dengan hati-hati, ia pun mulai berhenti menangis memandangi sosok Ami yang membawanya.
Begitu sampai Ami segera melepaskan tangannya perlahan, bergeser untuk memberinya ruang, menatapnya dengan tersenyum lebar.
“di sana rumah tuan Kevin sudah terlihat.”
Filip mengangguk perlahan berjalan maju beberapa langkah dari Ami, ia pun mendengar teriakkan kedua orang tuanya yang kini mencarinya, di sekeliling rumah.
“Filip! Sayang ini ibu, ayo kesini, kau bisa dengar suara ibu.”
Mendengar itu Filip segera berlari menuju sumber suara.
Gracia yang melihat sosok Filip segera berlari ke sana, memeluknya dengan erat bernafas dengan terengah-engah sekaligus lega.
“kau baik-baik saja kan.” Desak Gracia memeriksa tubuh anaknya.
Filip hanya terdiam, menganggukkan kepalanya perlahan, ia pun menoleh untuk mencari sosok Ami, namun Ami telah pergi menghilang di pepohonan.