Bella, seorang gadis ceria berusia 21 tahun, diam-diam menyukai Alex, pria berusia 33 tahun yang sukses menjalankan perusahaan keluarganya. Perbedaan usia dan status sosial membuat Bella menyadari bahwa perasaannya mungkin hanya akan bertepuk sebelah tangan. Namun, ia tak bisa mengingkari debaran jantungnya setiap kali melihat Alex.
Di sisi lain, Grace, seorang wanita anggun dan cerdas, telah mencintai Alex sejak lama. Keluarga mereka pun menjodohkan keduanya, berharap Alex akhirnya menerima Grace sebagai pendamping hidupnya. Namun, hati Alex tetap dingin. Ia menolak perjodohan itu karena tidak memiliki perasaan sedikit pun terhadap Grace.
Ketika Alex mulai menyadari perhatian tulus Bella, ia dihadapkan pada dilema besar. Bisakah ia menerima cinta dari seorang gadis yang jauh lebih muda darinya? Ataukah ia harus tetap berpegang pada logika dan mengikuti kehendak keluarganya? Sementara itu, Grace yang tak ingin kehilangan Alex berusaha sekuat tenaga untuk memiliki Alex.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Adra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makin Mencintaimu
Pagi itu, air kolam tampak jernih berkilauan diterpa sinar matahari. Alex berdiri di tepi kolam, menarik napas panjang, lalu melompat dengan gerakan mulus. Air yang dingin membungkus tubuhnya, memberikan sensasi segar yang seketika menghilangkan kantuk dan kepenatan.
Ia mulai berenang dengan ritme teratur, membiarkan pikirannya hanyut bersama arus kecil yang diciptakan oleh setiap gerakannya. Sesekali, ia membalikkan badan, menatap langit biru yang bersih, sebelum kembali menyelam dan melanjutkan lintasan renangnya.
Di dalam rumah, Ny Victoria sedang mengatur sarapan, memastikan semuanya siap dengan rapi di meja makan. Sementara itu, suara langkah kaki terdengar dari lantai atas tuan Benjamin bersiap untuk berangkat golf, merapikan topinya di depan cermin sebelum turun menemui istrinya.
Dari jendela besar ruang makan, mereka bisa melihat Alex yang masih menikmati waktu paginya di kolam. Ny Victoria menyesap kopinya, sementara suaminya sekilas melirik ke arah luar.
"Pagi yang tenang, bukan?" komentar tuan Benjamin.
Ny Victoria mengangguk pelan. "Ya, tapi aku penasaran apa yang sebenarnya ada di pikirannya akhir-akhir ini."
Sementara itu, Alex yang baru selesai berenang naik ke tepi kolam. Ia meraih handuk, mengusap rambutnya yang basah, lalu duduk di kursi santai. Ia berharap pagi ini bisa menikmati waktu tanpa gangguan, tapi pikirannya tetap saja dipenuhi oleh satu hal—Bella.
Ny Victoria menghampiri Alex yang tengah duduk di kursi santai di tepi kolam, mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"Kamu mau sarapan di sini? Biar Mommy suruh pelayan mengantarkannya," tawarnya lembut.
Alex menggeleng. "Nggak usah, nanti aja di dalam."
Ny Victoria mengangguk, hendak berbalik, tapi langkahnya tertahan ketika Alex berkata, "Mom, kalau ada telepon atau tamu yang datang nyari aku, bilang aja aku nggak ada."
Ny Victoria menatap putranya dengan tatapan penuh tanya. "Grace?"
Alex menghela napas panjang. "Iya. Aku tahu dia pasti bakal datang atau nelpon. Aku lagi nggak mau dengar omongannya sekarang."
Ny Victoria tersenyum tipis. "Kamu tahu sendiri kan, Grace bukan tipe yang gampang menyerah?"
"Justru itu yang bikin aku pusing." Alex mengusap wajahnya, lalu bangkit berdiri. "Aku butuh waktu buat berpikir, Mom. Jangan biarkan dia ganggu aku dulu."
Ny Victoria tak langsung menjawab. Ada sesuatu dalam nada suara Alex yang membuatnya berpikir. Namun akhirnya, ia hanya berkata, "Baiklah, Mommy akan bilang kamu sedang sibuk."
Setelah Ny Victoria pergi, Alex duduk kembali, menatap air kolam yang tenang. Tapi pikirannya jauh dari ketenangan.
_____
Benar saja, beberapa saat kemudian, security memberi tahu bahwa Grace datang.
Victoria terkejut. "Kenapa dia bisa masuk?" tanyanya.
"Maaf Nyonya, kami tidak mendapat instruksi untuk menahannya," jawab security di ujung telepon.
Sementara itu, di kolam renang, Alex yang tengah berendam menikmati ketenangan pagi langsung menegakkan tubuhnya begitu mendengar suara pelayan mendekat.
"Tuan Muda, Nona Grace sudah menuju ke rumah."
Alex menghela napas panjang. "Astaga... pagi-pagi begini?"
Tanpa banyak bicara, ia naik dari kolam, mengambil handuk, dan dengan cepat berjalan ke kamarnya.
Di ruang tamu, Ny Victoria menyambut Grace dengan senyum ramah, tetapi ada sedikit kejengkelan di hatinya.
"Grace, sayang, kau datang pagi sekali. Ada yang penting?" tanyanya, mencoba mengulur waktu agar Alex bisa menghindar.
"Aku hanya ingin bertemu Alex, tante, karena cuma hari libur aku bisa bertemu dengannya, itu juga kalau dia ada waktu," jawab Grace.
"Ya sudah tunggu saja ya, tante mau bersiap berangkat ke butik."
Alex baru saja selesai mandi ketika ia mendengar suara di dalam kamarnya. Dengan cepat, ia meraih handuk dan melilitkannya di pinggang.
Begitu pintu kamar mandi terbuka, ia langsung terpaku. "GRACE?!" Suaranya terdengar tajam.
Grace tersenyum manis, bersandar di pintu dengan santai. "Aku cuma ingin menunggu di dalam. Lagipula, aku calon tunanganmu, kan?" katanya, seolah tak bersalah.
Alex menghela napas panjang, berusaha menahan kekesalannya. "Keluar, Grace."
"Kenapa harus buru-buru? Aku hanya ingin mengobrol sebentar," ucapnya sambil berjalan mendekat.
Alex melangkah ke walk-in closet, mengambil pakaian dengan ekspresi datar. "Aku tidak suka cara ini, Grace. Kau masuk ke kamarku tanpa izin. Keluar!! sebelum aku benar-benar marah."
Grace mendengus pelan, tapi akhirnya menurut. Ia melangkah keluar dengan raut wajah kecewa.
"Aku hanya ingin dekat denganmu, Alex..." gumamnya sebelum menutup pintu.
Alex menghela napas panjang, merasa semakin muak dengan situasi ini.
_____
Alex keluar dari kamarnya dengan ekspresi kesal. Ia berjalan cepat menuju ruang tamu, di mana Grace masih menunggunya dengan wajah penuh harap.
"Grace, aku mau pergi. Aku nggak ada waktu untuk ini," katanya tegas, tanpa basa-basi.
Grace terkejut dengan sikap dingin Alex. "Tapi Alex, aku cuma ingin menghabiskan waktu bersamamu. Apa aku salah?"
Alex menghela napas panjang, berusaha menahan emosinya. "Masalahnya bukan itu, Grace. Aku butuh ruang. Jangan memaksakan sesuatu yang nggak ada."
Grace menggigit bibirnya, menahan rasa kesal dan malu. "Aku hanya ingin kita lebih dekat..."
Alex tidak menanggapi lagi. Ia melangkah menuju pintu depan, mengambil kunci mobilnya, dan pergi tanpa menoleh ke belakang.
Grace berdiri diam, merasa frustasi. Dalam hatinya, Alex semakin menjauh darinya.
Alex menghela napas dalam, menatap bayangan Grace di kaca spion. Ia melihat gadis itu berdiri mematung, bahunya bergetar, air mata mengalir di pipinya.
Rasa tidak tega menyelinap di hatinya. Ia menggenggam kemudi dengan erat, mencoba mengabaikan perasaan itu, tapi akhirnya ia menyerah. Dengan satu tarikan napas panjang, ia memundurkan mobilnya dan berhenti tepat di depan Grace.
Alex keluar dari mobil, berjalan mendekat. "Grace... jangan begini."
Grace mengangkat wajahnya yang masih basah oleh air mata. "Kenapa, Alex? Kenapa kamu selalu menjauh? Apa salahku?" suaranya bergetar, penuh luka.
Alex menatapnya, bingung harus berkata apa. Ia tahu Grace tidak akan pernah mengerti, tidak akan pernah menerima kenyataan bahwa hatinya tidak pernah ada untuknya. Tapi ia juga tidak tega melihatnya seperti ini.
"Aku nggak bermaksud menyakitimu, Grace. Aku cuma butuh waktu dan ruang. Aku nggak mau berpura-pura menyukai sesuatu yang nggak aku rasakan," kata Alex dengan suara tenang.
Grace menggeleng pelan. "Aku nggak minta kamu pura-pura, Alex. Aku cuma ingin kesempatan."
Alex terdiam sejenak, lalu akhirnya berkata, "Kita bicara lagi nanti, oke? Sekarang aku harus pergi."
Grace tidak menjawab, hanya menatapnya dengan mata yang masih berkaca-kaca. Alex menunggu sebentar, lalu berbalik menuju mobilnya. Kali ini, ia tidak melihat ke belakang lagi saat meninggalkan rumah.
"Alex, maafkan aku...Walaupun aku selalu membuatmu kesal, tapi kamu masih ada rasa tidak tega terhadapku. Aku makin yakin kalau sebenarnya hatimu belum sepenuhnya menolakku. Aku makin mencintaimu... Aku tidak akan menyerah begitu saja."
Grace menggigit bibirnya, menahan tangis yang hampir pecah. Di hatinya, ia bertekad akan melakukan apa pun agar Alex akhirnya melihat dan menerima cintanya.