Suami Arogan Kena Karma

Johan melihat ke arah layar ponsel. Ternyata sang istri sedang bertelponan dengan Alexa, bukankah anaknya ini menghilang.

"Hallo, Alexa." Johan mencoba mengajak bicara Alexa lewat telpon, namun tiba-tiba panggilan berakhir.

"Mas, aku bisa jelasin."

"Kamu membohongiku, Davia."

"Enggak Mas, Alexa bener-bener hilang."

"Lalu kenapa ini? Kenapa kalian saling menelpon?"

"Aku baru saja menemukan Alexa, Mas."

"Kenapa kamu nggak kasih tahu aku kalau Alexa sudah ketemu?"

"Sangat rumit untuk diceritakan, Mas."

"Ceritakan dari awal!" pinta Johan dengan tegas.

Davia bingung bercerita darimana, apalagi tadi Alexa meminta tempat tinggal.

"Davia, kenapa diam?" tanya Johan bersedekap dada.

"Mas, begini, Alexa ditemukan sama warga. Aku dan Gavin yang menemukannya, beberapa hari ini dirawat."

"Oh ya, emang Alexa kenapa?" tanya Johan.

"Alexa cerita kalau dia diculik seseorang," sahut Davia mengarang cerita.

"Diculik?"

"Iya, Mas."

Johan sebenarnya merasa aneh dengan cerita Davia.

"Mas, tadi Alexa nelpon aku katanya minta dicariin tempat tinggal." Davia sambil memegang tangan Johan.

"Coba kamu telpon Alexa lagi, aku mau ngomong sama dia."

"Mas mau ngomong apa sama Alexa, apa Mas nggak percaya sama cerita aku."

"Kamu ini mikirnya terlalu jauh, biar kita tahu dia dimana?"

"Owh!"

"Cepat telpon Alexa, aku mau minum kopi dulu."

"Iya, Mas."

Davia kemudian kembali menelpon Alexa. "Hallo Alexa."

"Mama, tadi papa bukan?" tanya Alexa.

"Iya, itu papa."

"Berarti papa tahu Alexa udah ditemuin."

"Astaga, Mama!" kesal Alexa.

"Sudah deh kamu diam aja, masih untung papa kamu percaya dengan cerita Mama."

"Emang Mama cerita apa sama papa?"

"Kamu diculik."

"Owh, nice, Alexa suka sama ide Mama."

"Sekarang kamu ada dimana?" tanya Alexa.

"Alexa di apartemen Gavin."

"Lah, itu ada tempat tinggal."

"Mama, sumpek disini. Nanti Alexa cerita sama Mama, tapi cariin rumah."

"Iya-iya, share lokasi kamu."

"Baik, Ma." Alexa pun membagi lokasinya ke Davia, "sudah Alexa share, Ma."

"Nanti Mama sama papa kesana," ucap Davia.

"Iya," sahut Alexa.

"Ya sudah, Mama tutup dulu telponnya." Panggilan pun berakhir, Davia langsung menyusul suaminya ke ruang tamu.

Sedangkan Anjani sudah sampai di rumahnya. "Makasih udah antar saya sampai rumah."

"Emang udah tanggung jawab saya," ucap Roy.

Tiba-tiba Anjani teringat sesuatu. "Oh ya, saya baru ingat."

"Apa?"

Anjani membuka dompetnya dan memberikan uang 300 ribu ke Roy.

"Apa ini?" tanya Roy, "kamu mikir saya sopir taksi!"

"Bukan."

"Terus?"

"Kamu lupa yah, waktu beli lukisan waktu itu." Anjani masih ingat dengan uang kembalian Roy saat membeli lukisan.

"Emang kenapa?"

"Ya ampun." Anjani menepuk jidatnya sendiri, "uang kembalian kamu masih 300 ribu dan belum saya kembalikan."

Roy mengingat kembali dan mengangguk. "Oh iya, masih ada kembalian 300 ribu yah."

"Iya, maaf baru sekarang balikinnya."

"Nggak papa."

"Ya sudah saya masuk dulu, maaf nggak ngajak kamu mampir atau singgah. Soalnya udah malam," ucap Anjani.

"Tenang saja, saya paham kok. Kalau gitu saya juga pulang," sahut Roy, "ya sudah ayo masuk, saya tunggu pintu rumah kamu sampai tertutup.

"Astaga," ucap Anjani lalu masuk ke dalam rumahnya, baru Roy pergi.

Roy sampai ke rumah dan langsung masuk ke dalam kamar, sebelum itu ia mengambil kembali uang Anjani dari dompetnya.

"Kamu sangat berharga," ungkap Roy, lalu mengambil pulpen dan menuliskan sebuah nama di masing-masing uang seratus ribu itu.

Pada uang pertama, Roy menuliskan nama Anjani. Lalu uang kedua, diberi nama Roy, dan uang ketiga, ada dua nama yang Roy selipkan, Roan dan Roni.

Roy tidak akan menjual belikan uang ini, ia ingin mengabadikannya.

"Roan dan Roni," gumam Roy, "moga aja kalian lahir di rahim Anjani. Besok aku harus laminating uang ini biar nggak rusak, terus anak cucu akan melihat uang ini."

Paginya saat sarapan, Johan dan Davia berencana ingin pergi ke apartemen Gavin.

"Kamu yakin?" tanya Johan.

"Iya, Mas," sahut Davia, "oh ya, kata Alexa saat ini Gavin nggak punya pekerjaan karena dipecat sama papanya sendiri."

"Pak Romi kejam juga," ucap Johan.

"Itulah Mas, masihan Gavin sama Alexa difitnah begitu." Davia merasa iba sekali.

"Nanti aku pikirin, untuk Alexa dia boleh tinggal disini lagi sampai melahirkan."

"Loh, Mas, kamu ...." Davia terkejut mendengar ucapan suaminya.

"Kenapa?" tanya Johan menaikkan alis.

"Kamu tahu kalau Alexa itu hamil," sahut Johan.

"Iya, tahu."

"Mas tahu darimana?" tanya Davia curiga.

"Anjani pernah cerita beberapa hari yang lalu," sahut Johan.

Tangan Davia mengepal kuat, ia sangat tidak suka dengan Anjani. Sampai batinnya berbicara, "Kurang ajar banget anak itu!"

Mereka pun berangkat menuju apartemen Gavin. Sesampainya disana, Alexa langsung memeluk Johan.

"Papa," ucap Alexa.

Johan hanya diam, matanya menatap perut sang putri.

"Papa nggak seneng yah ketemu sama Alexa," ucapnya.

"Seneng kok," sahut Johan.

"Eh, Papa," sapa Gavin.

"Gavin," ucap Johan.

"Papa sama Mama masuk dulu," sahut Gavin mempersilahkan keduanya.

Johan dan Davia duduk di sofa dan mereka saling tatap dengan Gavin juga Alexa.

"Alexa, apa benar kamu diculik?" tanya Johan, meskipun semua sudah dijelaskan Anjani secara rinci. Johan masih berharap itu hanya tipuan Anjani, agar dirinya membenci Alexa.

"Iya, Pa," sahut Alexa.

"Siapa yang menculik kamu?"

"Raka, Pa."

Johan terdiam, namanya sama dengan yang disebutkan Anjani. Akan tetapi, disini Alexa mengaku diculik. Sedangkan, Anjani mengatakan kalau Raka itu pacar Alexa selain Gavin.

"Papa kenapa?" tanya Alexa harap-harap cemas.

"Nggak papa," sahut Johan.

"Jadi gimana, Pa?" tanya Alexa.

"Kamu boleh tinggal di rumah," sahut Johan.

"Yang bener, Pa?" tanya Alexa tak percaya.

"Iya," sahut Johan.

Gavin hanya diam, ia pun sudah diusir dari rumah.

"Dan untuk kamu, Gavin." Johan langsung angkat bicara, Alexa yang mendengar langsung memasang telinga dengan baik.

"Iya, Pa," ucap Gavin.

"Apa benar kamu diusir dari rumah karena salah paham?" tanya Johan.

Gavin bingung, ia menatap Alexa untuk minta jawaban. Tetapi, Alexa malah angkat pundaknya tanda tidak tahu.

Lalu Davia angkat suara, "Itu benar, Mas?"

"Mama," ucap Alexa tidak percaya. Tetapi, Davia menatap Alexa dengan tajam.

"Oke, saya ada rumah tidak terpakai juga. Apa kamu mau tinggal disana," ujar Johan pada Gavin.

"Yang bener, Pa?" tanya Gavin.

"Iya," sahut Johan.

"Tapi Pa, Mas Gavin punya apartemen sendiri." Alexa tidak ingin Gavin dibantu oleh sang papa, itu akan membuat pergerakannya semakin sedikit.

"Sayang," kata Gavin.

"Maaf, Mas. Bukan gitu maksudnya, aku cuma nggak mau aja apartemen kamu ini nanti kosong." Alexa berdalih peduli dengan apartemen Gavin.

Sedangkan Gavin terdiam, ia merasa aneh dengan Alexa.

"Kenapa yah? Kayaknya Alexa ini nggak mau kalau aku dibantu sama papanya sendiri," batin Gavin berucap.

BERSAMBUNG