Memiliki saudara kembar nyatanya membuat Kinara tetap mendapat perlakuan berbeda. Kedua orang tuanya hanya memprioritaskan Kinanti, sang kakak saja. Menuruti semua keinginan Kinanti. Berbeda dengan dirinya yang harus menuruti keinginan kedua orang tuanya. Termasuk menikah dengan seorang pria kaya raya.
Kinara sangat membenci semua yang terjadi. Namun, rasa bakti terhadap kedua orang tuanya membuat Kinara tidak mampu membenci mereka.
Setelah pernikahan paksa itu terjadi. Hidup Kinara berubah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Arrggghhhhh!!!
Rico mengacak rambut frustrasi. Sama sekali tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Terus saja kepikiran Kinara. Sungguh, ia merasa sangat bersalah terhadap wanita itu. Rasa sesal begitu dalam dirasakan.
Seharusnya, ia bisa menjaga wanita itu. Kalaupun memang harus melakukan malam panas pertama, seharusnya dalam suasana yang romantis dan penuh kelembutan. Apalagi, itu adalah pertama kalinya bagi Kinara. Ya, Rico terkejut ketika selesai bercinta, ia melihat ada noda darah di sprei yang dikenakan.
"Kenapa aku sangat bodoh!" ujarnya mengumpati dirinya sendiri.
Walaupun sebenarnya semua tidak sepenuhnya salah Rico. Jika saja semalam ia tidak berada dalam pengaruh obat perangsang, sudah pasti ia masih bisa menjaga diri. Namun, kini semua sudah terlanjur terjadi. Rico hanya bisa pasrah dan memikirkan bagaimana cara agar Kinara tidak terlalu membencinya.
Ia membuka laci meja. Mengambil sebuah kalung di sana. Benda itu adalah milik gadis cilik yang menolongnya dulu. Yang tanpa sengaja Rico menariknya. Sekarang, ia masih menyimpan benda itu dengan begitu hati-hati. Bahkan, tidak ada seorang pun yang boleh menyentuhnya.
Tok tok tok!
Rico segera menyimpan benda itu ketika terdengar suara pintu diketuk. Ia pun mempersilahkan masuk dan ternyata Papa Soni yang datang berkunjung. Lelaki itu tampak gugup dan cemas seperti orang yang dikejar setan.
"Ada apa?" tanya Rico datar tanpa ekspresi walaupun yang berdiri di depan adalah ayah mertuanya.
"Nak, tolong bantu papa. Ada debt colector yang datang ke kantor dan hendak menyita beberapa barang jika kami tidak segera membayar hutang."
"Kenapa kamu selalu saja bermasalah. Bukankah aku selalu mengirimi uang setiap butuh biaya kuliah putri sulungmu?" Tanpa dilihat oleh Papa Soni, Rico mengepalkan tangan karena geram.
"Ya. Tapi ini bukan hutang sekarang ini. Hutang lima puluh juta itu, adalah hutang dulu saat pertama kali kami memasukkan Kinanti kuliah di luar negeri. Kebetulan saat itu usaha papa sedang tidak baik dan akhirnya papa terpaksa hutang rentenir."
"Itu salahmu sendiri!" ujar Rico penuh penekanan. "Kalau memang tidak mampu, kenapa mesti memaksa keadaan? Bukankah kuliah di dalam negeri juga tidak kalah baik?"
"Ya, tapi bagaimana lagi. Semua keinginan Kinanti. Semua orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya. Apalagi Kinanti adalah putri sulung yang akan meneruskan usaha papa setelah ini."
Mendengar ucapan Papa Soni, seketika Rico bangkit berdiri. Ia memasukkan tangan ke dalam saku celana sambil tersenyum sinis.
"Yang terbaik untuk anaknya? Seperti bukan hanya itu saja yang seharusnya diperhatikan. Seharusnya, orang tua juga harus bersikap adil kepada anak-anaknya. Tidak boleh membedakan satu sama lain," sindir Rico sambil berjalan mendekati ayah mertuanya itu.
"Nak, sebenarnya papa juga ingin bersikap adil, tapi bagaimana lagi. Menyekolahkan satu anak saja, papa sudah kewalahan seperti ini. Lagi pula, Ara juga menerima dengan ikhlas kalau dia tidak bisa kuliah," kata Papa Soni. Hal itu membuat Rico semakin merasa muak.
"Sungguh pemikiran orang tua yang pilih kasih. Lalu kenapa kamu tidak menyuruh putri sulungmu agar mau kuliah di dalam negeri. Lalu mereka berdua sama-sama bisa kuliah? Bukankah seharusnya adil seperti itu," cecar Rico. Mulut Papa Soni terbungkam karena tidak menjawab lagi.
"Di saat seperti ini, kamu datang meminta bantuan sambil memohon. Kenapa kemarin di saat istriku ingin menginap di rumah orang tuanya sendiri, justru ia harus pulang malam-malam tanpa kalian menahan?" Ingatan tentang Kinara yang diantar oleh Danu, kembali membuat hati Rico memanas.
"Ara yang bilang sendiri bahwa dia mau pulang dan tidak jadi menginap."
"Masa?" Rico kembali tersenyum sinis. "Aku tidak yakin semua baik-baik saja. Jika memang tidak ada masalah, kenapa Ara pulang sendiri tanpa diantar oleh kalian? Sekarang, apa kamu tahu kalau putrimu sedang di rumah sakit."
"Di rumah sakit? Ara di rumah sakit?" tanya Papa Soni panik.
Rico mengangguk cepat. "Ya, apa kalian peduli akan hal itu? Yang kalian pikirkan hanyalah putri sulung kalian saja."
"Di rumah sakit mana Ara dirawat?"
Rico pun memberi tahu di mana istrinya dirawat. Setelahnya, Papa Soni beranjak pergi meninggalkan ruangan itu begitu saja.
***
Sudah sehari semalam Kinara dirawat di rumah sakit. Saat malam tiba, Rico menjaga wanita itu dan ia tidak memperbolehkan siapa pun menjenguk termasuk orang tua Kinara sekalipun. Rico hanya ingin istrinya benar-benar istirahat dan segera pulih.
Tidak ada obrolan atau pembicaraan, Kinara masih membisu setiap kali bersama Rico. Rasa sakit itu masih terus terbayang dalam ingatan. Menciptakan trauma yang entah bisa hilang atau tidak.
"Kamu mau makan?" tanya Rico lembut. Kinara menggeleng cepat. "Maaf, aku sungguh tidak bermaksud melakukan hal itu. Aku seperti kehilangan kendali. Aku tidak sadar melukaimu sejauh itu."
"Tidak apa, Tuan. Bukankah sudah saya bilang kalau semua sudah kewajiban saya sebagai budak Anda. Karena sekarang saya sudah tidak suci lagi, maka kapan pun Anda menginginkan tubuh saya, tinggal katakan saja. Saya akan melayani Anda dengan sebaik mungkin." Suara Kinara terdengar lirih. Entah mengapa mendengar ucapan wanita itu, justru membuat hati Rico berdenyut sakit.
"Tidak. Aku tidak akan melakukan hal menyakitkan itu lagi. Aku mohon, biarkan aku menebus semua yang telah terjadi. Aku juga mohon padamu, jangan pergi dari sisiku setelah kejadian ini."
Kinara menoleh. Pandangan mereka pun saling beradu. Rico bisa melihat tatapan sendu itu penuh dengan kesedihan. Apalagi Kinara tampak jelas memaksa senyumnya.
"Saya tidak akan pergi dari kehidupan Anda sampai Kak Kinan selesai kuliah. Bukankah Anda berjanji akan terus membiayai kuliah Kak Kinan asal saya masih di sisi Anda?"
"Sejauh ini dirimu berkorban untuk keluarga yang bahkan memandang sebelah mata dirimu. Jika lelaki yang menikahimu bukan aku, apakah kamu tetap akan melakukan hal ini?" tanya Rico penasaran.
Kinara mengangguk tanpa rasa ragu. "Ya, asal Kak Kinan bisa selesai kuliah. Saya akan melakukan apa pun. Bukankah anak bungsu itu harus patuh?"
"Ara ... bolehkah aku memelukmu?" pinta Rico lembut. Kinara seketika merem*s selimut. Bayangan itu kembali muncul. "Aku hanya ingin memelukmu saja. Aku berjanji tidak akan melakukan hal yang macam-macam."
Melihat kesungguhan dari sorot mata suaminya, Kinara mengangguk lemah. Lalu meminta lelaki itu untuk membantunya bangun. Setelahnya, Rico memeluk Kinara dengan sangat erat. Seolah tidak ingin melepaskan lagi. Bahkan, hampir saja Rico menangis jika tidak ditahan.
"Ara ... maafkan aku."
"Jangan terus meminta maaf, Tuan. Ini bukan sepenuhnya salah Anda. Tapi ini adalah kewajiban saya sebagai budak Anda. Tuan ... bolehkan saya meminta satu permintaan?"
Rico melepas pelukan tersebut. Memegang bahu istrinya dengan sangat kuat sembari menatapnya penuh tanya.
"Katakanlah."
"Tuan, jika nanti saya hamil, izinkan saya untuk menggugurkan janin yang saya kandung."
jangan² nanti minta anak kakaknya diurus oleh ara kalau iya otw bakar rumahnya
kinara masih bisa sabar dan berbaik hati jangan kalian ngelunjak dan memanfaatkan kebaikan kinara jika gk bertaubat takut nya bom waktu kinara meledak dan itu akan hancurkan kalian berkeping" 😏😂