Karya ini hanya fiksi bukan nyata. Tidak terkait dengan siapa dan apapun.
Elyra Celeste Vesellier, putri bungsu dari Kerajaan Eryndor. Lahir di tengah keretakan hubungan orang tuanya, ia selalu merasa seperti bayangan yang terabaikan.
Suatu hari, pernikahan nya dengan Pangeran dari kerajaan jauh yang miskin ditentukan. Pukulan terbesarnya saat dia mengetahui siapa gadis yang ada dihati suaminya. Namun, Elyra pantang menyerah. Dia akan membuktikan jika dialah yang pantas menjadi Ratu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rose Solace, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33
Cedric duduk di meja kerjanya dengan tangan mengepal, tatapan nya kosong menatap selembar peta di depan nya. Beberapa lilin hampir habis terbakar, memperlihatkan betapa lama ia telah duduk di sana.
Matanya yang tajam, biasanya penuh percaya diri, kini dihiasi lingkaran gelap. Malam-malam tanpa tidur telah menjadi kebiasaan nya sejak Lyra menghilang.
Bayangan Lyra terus menari-nari di pikiran nya. Tatapan mata Lyra yang jernih, suara lembutnya saat ia berbicara, bahkan caranya tersenyum meskipun seringkali terpaksa.
Cedric tidak pernah menyadari seberapa banyak Lyra telah menjadi bagian dari hidupnya hingga saat ini.
Cedric mencoba meyakinkan dirinya bahwa ini hanyalah rasa tanggung jawab sebagai seorang suami dan calon Raja. Tetapi semakin ia berusaha menepis pikiran nya, semakin kuat gambaran Lyra di benaknya.
"Mengapa aku tidak bisa berhenti memikirkan nya?", Cedric mencengkeram rambutnya dengan kuat.
Ia mengusap wajahnya dengan kasar. Di luar ruangan, para prajurit terus bergerak membawa laporan terbaru. Namun, semuanya tetap sama, tidak ada petunjuk pasti tentang keberadaan Lyra.
"Pasti ada yang mengkhianatiku di istana ini", gumam Cedric pelan.
Seseorang mengetuk pintu, dan seorang Ksatria kepercayaan Cedric masuk.
"Yang Mulia, pencarian masih mengalami jalan buntu. Tapi ada satu hal... beberapa bangsawan mulai mempertanyakan mengapa anda begitu terpaku pada menemukan Putri Mahkota".
Cedric menoleh tajam.
"Dan kamu juga mempertanyakan hal yang sama?", tanyanya dingin.
Ksatria itu diam sejenak sebelum menjawab,
"Maaf Yang Mulia, saya hanya menyampaikan laporan-laporan yang diberikan untuk anda".
Cedric tidak lagi menjawabnya. Dia tahu tangan kanan nya itu hanya melakukan tugasnya. Namun entah mengapa, ada rasa amarah ketika melihat tumpukan petisi pemilihan Putri Mahkota yang baru.
"Beraninya mereka... bahkan kita tak tahu seperti apa Lyra di luar sana", Cedric mengepalkan tangan nya erat.
...****************...
Keesokan harinya, lagi-lagi kabar mengecewakan mengenai pencarian Lyra kembali terdengar.
Denting cangkir pecah menghantam lantai marmer istana. Cedric berdiri dengan rahang mengatup keras, matanya yang biasanya tenang kini membara dalam kemarahan yang hampir tak terkendali.
"Sudah lima hari, dan kalian masih belum menemukan apa pun!", suaranya menggema di dalam ruang pertemuan istana, memantul di dinding-dinding batu yang dingin.
Para Ksatria yang berlutut di hadapan nya menundukkan kepala dalam ketakutan. Sejak berita penculikan Lyra menyebar, istana berada dalam ketegangan luar biasa.
Namun, semakin mereka mencari, semakin kabur jejak yang ditemukan. Seakan-akan seseorang telah menutupi setiap petunjuk dengan sangat rapi. Memastikan tidak ada yang bisa menelusuri ke mana Lyra dibawa.
Di sudut ruangan, Raja yang kondisinya semakin lemah, menghela napas panjang. Matanya yang mulai menua memandang putranya dengan ekspresi tajam, tetapi juga penuh pertimbangan.
"Cedric, mengamuk tidak akan membawa istrimu kembali".
Cedric menoleh ke arah ayahnya, mata abu-abu nya dipenuhi api.
"Saya tidak bisa hanya duduk diam, ayahanda. Istri dan calon bayi saya berada di luar sana tanpa pengawalan", Cedric menundukkan kepalanya, "entah seperti apa nasib mereka sekarang".
Dari sisi lain ruangan, Sierra menyaksikan dengan rahang mengatup. Cedric tampak begitu tersiksa, begitu marah. Dan itu membuatnya gelisah.
'Apakah Cedric benar-benar mencemaskan Lyra? Atau ini hanya kewajiban nya sebagai suami dan Putra Mahkota?', tanya Sierra dalam hati.
Dia menggigit kuku jarinya. Hatinya sangat gelisah. Dia berpikir, mungkin saja Cedric mulai berpaling ke arah Lyra. Semenjak Lyra mengandung, perhatian Cedric terasa lebih besar padanya.
Saat Sierra memperhatikan sorot mata Cedric yang dipenuhi ketegangan, keraguan nya semakin kuat. Ia tidak pernah melihat Cedric semarah ini, bahkan ketika Cedric mengabaikan nya sekalipun.
'Aku harus segera menghubungi mereka. Lyra tidak boleh kembali ke istana', Sierra memandang Cedric dengan sorot mata yang tajam.
...****************...