Alvaro dan Liona telah menikah selama 4 tahun,Alvaro mempunyai kekurangan yaitu mengalami sperma encer.Liona selalu mencoba bertahan hidup bersama Alvaro karena suaminya itu memperlakukannya bagaikan ratu,Liona juga mempunyai toko butik yang telah dia buka selama 2 tahun,dan Liona adalah seorang perancang busana,Liona juga mempunyai sahabat bernama Sara,dan Alvaro suami Liona mempunyai seorang adik perempuan yang sangat cantik namanya Elvira dan telah menikah dengan seorang pria bernama candra.hubungan Elvira dan Liona sangat baik,bagaikan saudara kandung. suatu ketika Liona bertemu dengan teman masa lalunya yang bernama Cakra,dan Cakra ini adalah teman dekat Liona semasa kuliah dulu yang menyukai Liona,namun Cakra tidak pernah mengungkapkan perasaannya kepada Liona sampai mereka lulus kuliah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ANGGUR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 Liona Tergoda Lagi
Seminggu kemudian Alvaro menerima Cindy bekerja di kantornya sebagai akuntan. Cindy senang karena bisa bekerja di perusahaan Alvaro yang besar. Ruangan Cindy tepat berada di samping ruangan kerja Alvaro. Sore itu Cindy melangkah keluar dari ruangannya, karena jam kerja yang telah selesai. Cindy terus melangkahkan kakinya sampai di depan pintu kantor dan berdiri menunggu ojek online yang telah di pesannya melalui aplikasi. Beberapa menit kemudian ojek Cindy datang dan membawa Cindy pulang. Di sepanjang jalan mata Cindy melihat ada sebuah toko butik yang terbuka, Cindy melihat papan nama toko itu bertuliskan "LIONA BUTIK" . Cindy, sangat tertarik dengan model baju yang dilihatnya terpajang di toko itu. Cindy meminta tukang ojek itu berhenti di depan toko butik itu.
"Pak, berhenti di sini saja." kata Cindy.
"Tapi, lokasi rumah Mbak bukan di sini." sahut tukang ojek itu.
"Tidak apa apa, Pak. Saya akan bayar sesuai aplikasi." sahut Cindy. Tukang ojek itu mengikuti kemauan Cindy untuk di turunkan di depan toko butik. Setelah Cindy membayar tukang ojek itu, Cindy melangkah masuk ke toko butik itu. Mira, menyapa Cindy dengan ramah sambil tersenyum.
"Sore, Mbak. Mau model apa?" tanya Mira, karyawan Liona.
"Saya mau mencari setelan kantor." sahut Cindy sambil tersenyum. "Saya melihat dari luar yang terpajang di sana." ucap Cindy sambil menunjuk ke salah satu etalase.
"Itu adalah setelan kantor rancangan bos saya." sahut Mira sambil melirik ke arah etalase yang di tunjuk oleh Cindy.
"Apakah boleh saya lihat?" tanya Cindy.
"Boleh Mbak. Tunggu, ya." Mira berjalan ke arah etalase itu,lalu mengambil setelan kantor yang terpajang dan membawanya kepada Cindy untuk diperlihatkan. Saat itu Liona keluar dari ruangan kerjanya dengan perutnya yang besar dan mendekati Mira.
"Mira, di mana Tini?" tanya Liona karena tidak melihat Tini.
"Tini keluar untuk berbelanja, Mbak." sahut Mira.
"Belanja apa?" tanya Liona dengan rasa penasaran.
"Tini bilang, dia ingin makan cemilan, Mbak." sahut Mira.
"Pantas saja berat badannya bertambah." ucap Liona sambil menggelengkan kepala. Liona hendak kembali ke ruangannya, namun Mira memanggilnya.
"Mbak, pembeli kita menanyakan warna lain dari setelan kantor ini." ucap Mira sambil memperlihatkan baju setelan kantor yang di pegangnya. Liona melihat setelan kantor yang dirancangnya sendiri, lalu memperhatikan setiap detail jahitannya dengan teliti sambil mengerutkan dahinya, seakan mengingat sesuatu.
"Aku merancangnya dua warna." ucap Liona sambil mencoba mengingat warna yang satunya.
"Warna apa yang satunya, Mbak?" tanya Cindy sambil menatap Liona.
"Yang satunya lagi berwarna merah marun." sahut Liona. "Tapi, mungkin lusa baru aku pajang." ucap Liona lagi.
"Kenapa Mbak?" tanya Cindy dengan rasa penasaran.
"Ada beberapa kancing yang harus aku pasang dulu." sahut Liona sambil tersenyum kepada Cindy.
"Kalau begitu, lusa saya akan datang mengambilnya. Apakah harganya sama?" tanya Cindy.
"Iya, harganya sama. Kamu boleh mengambilnya lusa, aku akan menyelesaikan jahitannya." ucap Liona dengan penuh keyakinan.
"Aku langsung bayar saja, ya, Mbak," ucap Cindy sambil mengambil uang dari dalam tasnya. Liona tersenyum menatap Cindy yang berada di hadapannya. Sebagai wanita, Liona juga mengagumi kecantikan wajah Cindy.
"Ini uangnya, Mbak. Lusa saya akan datang kembali untuk mengambilnya." kata Cindy sambil menyerahkan sejumlah uang kepada Liona.
"Iya, terima kasih. Saya akan menyelesaikan jahitannya dengan cepat." sahut Liona. Setelah membayar baju setelan kantor itu, Cindy akhirnya pulang ke rumah kontrakannya. Sedangkan Liona menyuruh Mira menutup pintu tokonya karena hampir maghrib. Saat Mira hendak menutup pintu toko, Cakra datang dan telah berdiri di depan pintu toko Liona.
"Maaf Mas. Toko akan ditutup." kata Mira sambil menatap Cakra yang berdiri di depan toko dan hendak masuk mencari Liona.
"Tutup saja Dek. Aku hanya mau bertemu dengan atasanmu." sahut Cakra sambil tersenyum. Cakra masuk ke dalam toko Liona dan melihat Liona sedang mengambil tasnya untuk bersiap pulang ke rumah.
"Apakah kamu akan pulang, Liona?" tanya Cakra yang melihat Liona memegang kunci mobil dan kunci tokonya.
"Iya Cakra. Ini sudah hampir maghrib, kedua karyawanku juga akan pulang." sahut Liona sambil melirik ke arah Mira dan Tini yang telah bersiap pulang ke rumah mereka masing masing.
"Mbak, kami pulang dulu." kata Tini.
"Iya, kalian hati-hati di jalan." sahut Liona yang selalu memperhatikan keselamatan kedua karyawannya.
"Ini kunci laci, Mbak." ucap Mira sambil memberikan kunci laci kasir kepada Liona lalu segera keluar dari toko. Cakra dan Liona kini tinggal hanya berdua di dalam toko.
"Cakra, aku harus pulang. Besok saja kita bicara." ucap Liona.
"Aku hanya ingin mengajakmu keluar untuk makan malam." ucap Cakra.
"Terima kasih, Cakra. Tapi di rumah Mbok Titi sudah memasak untukku." sahut Liona yang menolak tawaran Cakra secara halus.
"Hanya sebentar, Liona. Kali ini saja." pinta Cakra sambil menatap Liona dengan wajah memelas. Cakra meraba leher Liona membuat mata Liona terpejam, seketika hormonnya meningkat merasakan sentuhan Cakra yang lembut. Melihat mata Liona terpejam dengan cepat bibir Cakra melumat bibir Liona yang mungil. Cakra benar-benar tahu meluluhkan hati Liona. Lumatan bibir mereka cukup lama di dalam ruangan toko yang remang-remang itu. Melihat Liona yang terbuai dengan sentuhannya, Cakra melepaskan bibirnya dari bibir Liona, lalu memindahkan bibirnya ke telinga Liona membuat nafas Liona tidak beraturan menahan nafsu.
"Kamu masih membutuhkanku. Jangan munafik, Liona." kata Cakra sambil kembali mencium leher Liona.
"Ahhh... Cukup. Jangan lakukan di sini." pinta Liona. "Jangan menggodaku lagi, Cakra." kata Liona.
"Aku tidak menggodamu. Kamu adalah wanita normal yang membutuhkan sentuhan pria." ucap Cakra sambil membelai rambut Liona.
"Baiklah, kita bicara di luar." ucap Liona sambil melangkah keluar dari ruangan tokonya dan Cakra mengikutinya dari belakang. Sesampainya di depan toko, Liona mengunci pintu tokonya lalu menatap ke arah Cakra yang berdiri di sampingnya.
"Di mana kita akan bicara?" tanya Liona. Lalu Cakra memberikan alamat sebuah kafe kepada Liona, agar mereka bertemu di kafe itu.
"Aku tunggu kamu di sana. Jika kamu tidak datang, aku akan ke rumahmu." kata Cakra dengan tegas.
"Iya." jawab Liona dengan singkat. Cakra membuka pintu mobilnya setelah berpesan kepada Liona, lalu melaju di jalan raya menuju sebuah kafe. Sedangkan Liona, hanya menatap mobil Cakra yang melaju dengan kecepatan sedang. Dengan berat hati, Liona membuka pintu mobilnya dan segera meluncur menuju ke alamat kafe yang telah diberikan oleh Cakra. Sekitar 20 menit, Liona sampai di kafe itu. Liona melihat dari dalam mobilnya Cakra yang sedang duduk.
***