Asmara di dua dimensi, ternyata benar adanya.
Bukti nyata yang di alami Widuri. Perempuan berusia 19 tahun itu mengalami rentetan keanehan setiap hari. Widuri kerap kali mendengar bisikan-bisikan masa depan yang tepat sesuai peristiwa yang terjadi di depan mata.
Mimpi berulang kali yang bertemu dengan pria tampan, membawanya ke tempat yang asing namun menenangkan. Widuri asyik dengan kesendiriannya, bahkan ia selalu menanti malam hari untuk segera tidur, agar bertemu dengan sosok pria yang ia anggap kekasihnya itu.
Puncaknya, 6 bulan berturut-turut, kejadian aneh makin menggila. Sang Nenek merasakan jika Widuri sedang tidak baik-baik saja. Wanita berusia lanjut itu membawa cucunya ke dukun, dan ternyata Widuri sudah ...
Ikuti kisah Widuri bersama sosok pria nya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ALNA SELVIATA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 Bertemu Dia
Sepulang dari tamasya, di bantu oleh Ina, Widuri langsung menaruh ke empat bayinya di ranjang. Sementara Kailash menunggu di luar.
"Ina, tolong jaga mereka dulu ya, aku ingin ke suatu tempat bersama Kailash, tolong .." Ucap Widuri.
"Dengan senang hati Widuri, pergilah, ada pelayan lain siap membantuku."
Widuri tersenyum lalu keluar dati kamar. Di ruang tanu Kailash sedang mengobrol serius dengan Ibunya. Tapi Widuri tak bisa mendengar sebab keduanya memakai bahasa daerah setempat.
"Widuri," Kaluna terkejut dengan kehadiran Widuri disampingnya. Kaluna dan Kailash saling tatap satu sama lain.
"Ibu baru saja pulang?" tanta Widuri.
Kailash yang tidak mau memberi ruang Widuri bertanya gegas mengalihkan pembicaraan.
"Iya, Sayang. Ayo kita berangkat, ini sudah pukul tiga sore, sebentar lagi akan malam," ajak Kailash.
Widuri pamit kepada mertuanya lalu menyusul Kailash menuju ke kereta. Sepanjang perjalan Kailash tak henti mewanti-wanti istrinya agar selalu memahami aturan Kampung Sunyi.
"Disana banyak aturan. Tapi, jika kau datang bersama ku, mereka pasti akan memakluminya."
"Apakah disana menyeramkan? aku takut jika mereka berubah menjadi seram lagi."
"Tidak akan. Mereka tahu tempatnya. Saat kau datang kesana sendirian, itu karena kamu masuk sendiri, kau di panggil salah satu penghuni mereka," jelas Kailash.
"Sejak tadi kamu selalu bilang ada yang memanggilku, siapa memangnya?"
Kailash menutup mulut. Tak menanggapi lagi pertanyaan Widuri. Sebagai istri, Widuri memahami jika sikap Kailash berhubungan dengan aturan di alam jin.
"Kita sudah sampai," kata Kailash.
Widuri ternganga. Kereta kuda itu sepertu terbang dengan kecepatan dua ratus kilometer per menit. Entahlah, Widuri hanya menghitung-hitung sesuai perkiraannya.
"Kita ini datang bertamu, sekedar jalan-jalan. Aku akan memperkenalkan kamu sebagai istriku yang akan menetap di alam ini bersamaku," ucap Kailash lagi.
Kailash menggenggam erat tangan Widuri berjalan di jalan setapak di Kampung Sunyi. Jalan setapak itu perlahan berubah ukuran menjadi lebar. Rumah-rumah warga yang masih terbuat dari ayaman bambu tiba-tiba saja muncul.
"Hari mulai senja, jadi kampung ini semakin gelap," ucap Kailash.
Kampung Sunyi memang hanya mengandalkan cahaya pelita dan obor. Alam jin yang tak memunculkan matahari semakin gelap karena kampung sunyi tak mau memakai lampu modern seperti yang digunakan di daerah Kailash.
Suara kicauan burung gagak dan burung hantu bersahutan di pohon. Kepakan sayap burung-burung menambah ketegangan Widuri. Tiba-tiba saja rumah-rumah warga itu keadaannya berbeda. Para ibu-ibu pemilik rumah sedang sibuk di teras masing-masing. Berbagai aktivitas rumah sedang mereka lakukan. Ada yang menyapu teras, ada yang memotong sayur-mayur, ada juga yang sedang duduk bersantai.
Widuri menelan ludah. Tangannya gemetaran, untung saja Kailash memegang erat. Jika tidak, mungkin saja ia akan pingsan di Kampung Sunyi ini.
"Kita berhenti disini dulu, kita harus menunggu ketua adat disini," ujar Kailash.
Wajah tampan itu tetap saja tenang. Setiap kali Widuri melihat ketenangan suaminya, selalu saja jantungnya berdetak tai karuan. Sungguh anugerah mendapatkan suami seperti Kailash.
"Kau memandangiku lagi? apa aku semakin tampan?" tanya Kailash menggoda.
Widuri mengangguk. Dia mengusap wajah suaminya.
"Apa yang kalian lakukan disini?" pria suara berat mengejutkan keduanya.
Kailash menangkupkan kedua tangannya di dada. Diikuti jug oleh Widuri. Pria tua yang memakai blangkon itu menatap sinis ke Widuri.
"Kenapa kau membawanya datang lagi? siapa dia?" tanya pria tua itu. Tatapannya amat selidik.
Kailash tetap bersikap tenang. Itulah salah satu kepiawaiannya, selain mempunyai fisik yang sempurna, dia juga memiliki sifat-sifat yang jarang jin lain miliki.
"Saya datang untuk menjenguk seseorang yang memanggil istri saya. Wanita ini namanya Widuri, dia istri saya, dia akan tinggal bersama kami di kota sebelah."
Pria tua itu mengerutkan alisnya. Dia memandangi garis bibir dibawah hidung Widuri. Memang sudah sedikit samar-samar, pertanda jika wanita ini memang sudah ikhlas menetap di alam jin.
"Baiklah, kau cari siapa memanggilmu," ucap pria tua itu lalu pergi meninggalkan Kailash dan Widuri.
Keduanya kembali berjalan menyusuri jalanan. Mata Widuri mengedarkan pandangan ke arah kiri dan kanan. Tak ingin melewatkan momen di kampung sunyi yang seperti kehidupan pada tahun 1930.
"Bagaimana kita bisa menemukan rumah orang yang memanggilku?" tanya Widuri yang mulai letih.
"Kau sendiri yang akan menemukannya. Kakimu dan kata hatimu akan sejalan disini, lihat saja nanti," jawab Kailash menyisakan ketidakpuasan Widuri.
Langkah kaki Widuri begitu gesit berjalan. Hingga akhirnya ia tertuju pada satu rumah. Rumah itu terlihat sepi, di teras tak ada satupun yang nampak beraktivitas, tidak seperti tetangga lainnya.
"Aku merasa rumah ini," ucap Widuri.
Kailash mengangguk lalu mempersilahkan Widuri mengetuk pintu. Widuri memberanikan diri, tiga kali ketikan ia layangkan ke pintu.
"Selamat malam, apa ada orang di dalam?"
Terdengar suara perempuan berseru dari dalam rumah. Widuri sengaja mundur selangkah agar ia tetap bersikap sopan.
Dibalik pintu nampak wanita cantik yang sangat ia kenali. Keduanya terkesiap menyaksikan pandangan di depan mata.
"Yayang?"
"Widuri?!" Widuri terkejut. Tetapi Yayang lebih terkejut lagi. Keduanya terkesiap menutup mulut.
"Apa ini?! Apa aku salah lihat? apa kau benar Yayang?"
Yayang gamang. Dia melirik ke arah Kailash yang datang bersama sepupunya.
"Kau juga menjalin hubungan dengan jin Widuri?" tanya Yayang masih tidak percaya dengan hal yang ia lihat.
Widuri menilik kalimat sepupunya. Widuri pun memahami keberadaan Yayang di Kampung Sunyi.
"Kau menikah dengan jin juga Yayang? tapi, kenapa kau--"
Belum sempat Widuri melanjutkan kalimatnya, gegas Yayang menarik tangan Widuri masuk ke rumah. Di susul juga oleh Kailash yang tetap mendampingi istrinya.
"Masuklah kalian berdua, aku tidak ingin cerita ini di dengar oleh para penduduk lain," kata Yayang.
Widuri melihat aura sepupunya sudah berbeda. Yayang bukan manusia lagi, melainkan qorin yang memilih hidup di alam berbeda bersama suami jinnya.
"Jelaskan padaku Yayang, kenapa kau bisa ada disini?" tanya Widuri mendesak. Kejanggalan kematian Yayang dan hari pemakaman membuat Widuri ingin tahu segalanya.
***
Di alam berbeda, dokter Ibrahim keluar dari ruangan operasi. Hari ini amat melelahkan, ada tiga pasien yang sudah ditangani olehnya di ruangan operasi. Setelah merapikan diri, ia bergegas ke ruang ICU tempat Widuri dirawat. Kali ini dia tidak memakai jas dokternya. Sebab, sore ini sudah waktu jam pulangnya. Saat itu Ibrahim memakai kemeja biru muda, terlihat santai tapi tetap berkharisma.
"Bu Arum," sapanya pada Arum yang sedang menjaga Widuri.
"Dokter, saya kaget," ucap Arum. Dia sempat tertidur tadi karena kelelahan.
"Jangan panggil saya dokter, Bu. Ini sudah jam pulang saya, panggil saja Ibrahim," ujarnya.
Ibrahim tidak ingin terlalu formal karena ia merasa harus ada pendekatan kepada keluarga Widuri. Arum merasa senang karena Ibrahim sudah mulai terbuka terhadapnya. Ia berharap jika Ibrahim segera mengambil langkah untuk menikahi Widuri.
"Boleh saya duduk, Bu Arum?" tanya Ibrahim.
Arum menarik salah satu kursi di sampingnya lalu menyodorkan ke Ibrahim
"Duduk disini, Nak. Silahkan," ucapnya
bisakah bahasanya di ganti ke bahasa nasional?
agar para pembc bisa menikmati nya