NovelToon NovelToon
Alter Ego Si Lemah

Alter Ego Si Lemah

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Fantasi Wanita / Bullying dan Balas Dendam / Balas dendam pengganti
Popularitas:561
Nilai: 5
Nama Author: Musoka

Apakah benar jika seorang gadis yang sangat cantik akan terus mendapatkan pujian dan disukai, dikagumi, serta disegani oleh banyak orang?

walaupun itu benar, apakah mungkin dia tidak memiliki satu pun orang yang membencinya?

Dan jika dia memiliki satu orang yang tidak suka dengan dirinya, apakah yang akan terjadi di masa depan nanti? apakah dia masih dapat tersenyum atau justru tidak dapat melakukan itu sama sekali lagi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mimpi buruk

Happy reading guys :)

•••

Warna putih mendominasi sebuah ruangan yang memiliki nuansa modern. Di dalam ruangan itu, terlihat banyaknya barang-barang milik seorang perempuan. Salah satunya adalah berbagai jenis boneka yang tersusun dengan sangat rapi di sisi kanan dan kiri kasur yang ada di dalam ruangan itu.

Di tengah-tengah banyaknya boneka, terlihat Valeria sedang berbaring menyamping kanan seraya memberikan elusan lembut di puncak kepala sang adik yang sedang tertidur dengan sangat pulas.

Valeria tersenyum manis, menyenandungkan lagu bintang kecil seraya menatap sendu wajah sang kembaran.

Senandungan Valeria perlahan-lahan berhenti, kala melihat kedua mata sang adik yang mulai terbuka.

“Ka … kak,” panggil Vanessa, dengan suara pelan dan serak sembari melihat ke arah Valeria.

“Hai, Dek. Kenapa bangun?” tanya Valeria, masih terus mengelus lembut puncak kepala Vanessa, “Tidur lagi, gih, ini masih malam, loh.”

Vanessa menggosok-gosok kedua mata seraya menggelengkan kepala pelan. “Udah gak ngantuk, Kak.”

Elusan Valeria perlahan-lahan mulai berhenti. Ia bangun dari posisi tidur, memegang dagu, melihat ke arah sebuah bingkai foto yang menampilkan dirinya dan Vanessa sedang berpelukan.

“Kakak lagi mikirin apa?” Vanessa bangun dari posisi tidur, menatap Valeria dengan masih menggosok-gosok mata kirinya.

Valeria menggelengkan kepala, mengalihkan pandangan ke arah Vanessa, lalu mencubit pelan pipi sang adik yang saat ini terlihat sangat lucu.

“Kakak, sakit, ih,” kata Vanessa, seraya mengelus bekas cubitan Valeria.

“Maaf.” Valeria menunjukkan senyuman lebar, dan mengangkat dua jari tangan kanan membentuk huruf V. “Adek mau main?”

Mendengar kata ‘main’, membuat Vanessa berhenti mengelus pipi, kedua matanya yang masih sayu tiba-tiba saja melebar sempurna dan berbinar-binar.

“Iya. Ayo, main, Kak,” ajak Vanessa, dengan sangat semangat.

“Ya, udah, ayo. Tapi, mau main apa?” tanya Valeria, melihat sekeliling ruangan kamar yang dipenuhi dengan berbagai jenis barang milik seorang perempuan dewasa.

Vanessa mengambil satu boneka berbentuk Hello Kitty yang berada di sisi kiri kasur, lalu menaruhnya di atas pangkuan Valeria. “Main boneka, yuk, Kak.”

Valeria mengambil boneka di atas pangkuannya, menatap ke arah Vanessa yang sedang memilih boneka untuk dia pakai.

Beberapa detik berlalu, Vanessa akhirnya mengambil boneka berbentuk Doraemon, dan mulai bermain bersama dengan Valeria di atas kasur.

Selama bermain, Valeria dan Vanessa beberapa kali tertawa sangat lepas kala merasa lucu dengan permainan yang sedang mereka berdua lakukan.

Di tengah-tengah permainan, tiba-tiba saja Valeria berhenti, dan memberikan tatapan yang sangat serius ke arah Vanessa.

Vanessa mengerutkan kening, membalas tatapan Valeria dengan penuh tanda tanya. “Kenapa, Kak?”

“Adek besok harus hati-hati, ya,” kata Valeria.

Kening Vanessa semakin mengerut, bingung akan perkataan sang kakak. “Hati-hati? Adek harus hati-hati dari siapa, Kak?”

Valeria menaruh boneka Hello Kitty di atas kasur, beranjak mendekati Vanessa, lalu memberikan pelukan penuh kasih sayang ke tubuh sang adik.

“Hati-hati dari apa pun itu, baik orang, hewan, ataupun barang,” jawab Valeria, menutup mata, menghirup aroma wangi dan mengelus lembut rambut Vanessa, “Dek, coba sekarang kamu tutup mata, terus hembuskan napas panjang, dan dengerin semua hal yang mau Kakak omongin.”

Dengan kebingungan yang masih dirinya rasakan, Vanessa mengangguk secara perlahan, mengikuti semua hal yang telah sang kakak katakan.

Valeria terus mengelus lembut rambut milik sang adik, menarik napas beberapa kali, sebelum akhirnya membuka suara kembali. “Dek, kamu ingat gak cerita papa tentang kantong semar dan serangga?”

Vanessa hanya mengangguk pelan sebagai jawaban.

“Papa pernah cerita kalo di dalam kantong semar itu ada cairan beraroma manis yang dapat menarik perhatian para serangga. Saat para serangga masuk untuk mencari cairan itu, daun dari kantong semar akan menutup untuk mencegah mereka pergi, dan kamu tau, kan, setelahnya apa yang akan terjadi?” Valeria melonggarkan pelukannya, melihat Vanessa yang sedang menutup mata dan mengangguk secara perlahan. Ia tersenyum tipis, kembali memeluk erat tubuh seraya memberikan elusan di rambut dan punggung milik sang adik. “Kantong semar perlahan-lahan mulai memakan para serangga dengan cairan yang sangat asam.”

Setelah mengatakan hal itu, Valeria diam beberapa saat, hanya terus memberikan elusan di rambut dan punggung sang adik. Ia melihat ke arah bingkai foto yang ada di atas meja, tersenyum tipis seraya mengembuskan napas panjang, lalu kembali bersuara.

“Dek, kamu harus selalu ingat, kalo kupu-kupu dan kantong semar gak akan pernah bisa menjadi seorang sahabat,” ujar Valeria, dengan suara yang perlahan-lahan mulai menghilang.

Vanessa sontak membuka mata setelah mendengar perkataan terakhir dari Valeria. Ia melihat sekeliling, mencari sang kakak yang tadi sedang memeluk dirinya.

“Kakak, kakak ke mana?” tanya Vanessa, melihat ruangan kamar yang tadinya bercahaya telah berubah menjadi sangat teramat gelap.

Vanessa bangun dari posisi duduk, perlahan-lahan mulai berjalan menuju pintu keluar seraya terus memanggil-manggil nama sang kakak.

Sesampainya di depan pintu, Vanessa dengan cepat memutar gagang dan membukanya dengan lebar-lebar.

Vanessa hendak berjalan keluar. Namun, ia mengurungkan niat, kedua matanya melebar sempurna, kala melihat pemandangan yang tersaji di hadapannya.

Tubuh Vanessa perlahan-lahan mulai bergetar dengan sangat hebat, air mata mulai turun membasahi kedua pipi. Ia menutup mulut menggunakan kedua tangan, tidak kuat melihat pemandangan yang ada.

Di hadapan Vanessa sekarang, terlihat ketiga anggota keluarganya yang sudah tidak sadarkan diri, dengan banyaknya darah di bagian wajah yang sudah terlihat sangat pucat.

Vanessa terduduk lemas di atas lantai, kedua kakinya sudah tidak bisa dipakai untuk menopang berat tubuhnya.

“Papa! Mama! Kakak!” teriak Vanessa dengan sangat kencang, hingga membuat tubuhnya semakin bergetar dengan sangat hebat.

Kedua mata Vanessa sontak terbuka, air mata telah mengalir membasahi kedua pipinya. Ia bangun dari posisi tidur, lalu memegangi kepala menggunakan kedua tangan yang sudah sangat bergetar.

Pintu kamar Vanessa tiba-tiba saja terbuka, menampilkan sosok Galen dan Livy yang sudah terlihat sangat panik berjalan masuk ke dalam.

Galen mendudukkan tubuh di sisi kanan Vanessa, memeluk tubuh dan mengelus punggung sang adik yang sudah bergetar dengan sangat hebat.

“Hei, Dek, kamu kenapa? Kamu habis mimpi buruk?” tanya Galen dengan sangat lembut dan pelan.

Vanessa dengan cepat membalas pelukan Galen, menyembunyikan wajahnya yang sudah dipenuhi oleh air mata di dada bidang milik sang kakak.

“Adek takut, Kak,” gumam Vanessa, suaranya terdengar sangat bergetar dan sesenggukan.

“Takut sama apa, Dek?” Galen mencium puncak kepala Vanessa beberapa kali.

“Kak Vale, mama, sama papa tiba-tiba aja datang ke mimpi Adek, Kak,” jawab Vanessa, dengan suara yang masih bergetar dan sesenggukan.

Mendengar jawaban sang adik, membuat Galen sontak menatap ke arah Livy yang sedang duduk di sisi bawah kasur.

Pandangan keduanya bertemu, dan sekarang seakan sedang berkomunikasi melalui sorot mata.

Galen memutus kontak mata mereka, melepas pelukan pada tubuh Vanessa, lalu menangkup wajah sang adik agar menatap kedua matanya.

“Jangan dipikirin lagi, Dek. Itu cuma mimpi, itu cuma bunga tidur,” kata Galen, seraya menghapus air mata dari wajah Vanessa.

Vanessa mengangguk secara perlahan, menutup kedua mata sejenak, berusaha menghilangkan air matanya yang masih terus mengalir.

“Kakak, Adek kangen sama mereka,” ujar Vanessa, sembari membuka kembali kedua matanya.

Galen tersenyum tipis, menjauhkan tangannya dari wajah Vanessa, lalu kembali membawa sang adik masuk ke dalam pelukannya. “Nanti sore mau ke tempat mereka?”

Vanessa membalas pelukan Galen, getaran hebat pada tubuhnya perlahan-lahan mulai menghilang. Ia kemudian mengangguk pelan sebagai jawaban.

“Ya, udah kalo gitu. Sekarang Adek mau tidur lagi atau mau langsung mandi?” tanya Galen, memberikan ciuman dan elusan lembut di puncak kepala Vanessa.

Vanessa melepaskan pelukan pada tubuh Galen, menatap wajah sang kakak dengan sendu. “Sekarang jam berapa, Kak?”

“Jam berapa, ya?” Galen menoleh ke arah Livy. “Jam berapa, Yang?”

Livy melihat jam tangan yang sedang ia pakai. “Setengah tujuh.”

Galen mengangguk, lalu kembali menatap Vanessa. “Tuh, kata Kak Livy jam setengah tujuh. Jadi, kamu mau tidur lagi apa mandi?”

Vanessa menatap lekat kedua mata Galen dengan bibir yang sedikit dirinya manyunkan. “Mandi, lah, Kak. Hari ini, Adek, kan, sekolah.”

Mendengar jawaban Vanessa, Galen menepuk pelan jidatnya, lupa akan sang adik yang hari ini akan mulai pergi ke sekolah. “Maaf, Kakak lupa, Dek.”

Vanessa mengalihkan pandangan ke arah Livy. “Kak, lihat, masa Kak Galen lupa sama jadwal Adeknya sendiri.”

Livy terkekeh kecil saat mendengar aduan dari Vanessa. Ia mengerakkan tangan, mencubit pelan pipi kiri dan mengusap pelan puncak kepala sang calon adik ipar. “Lagi kebanyakan pikiran dia, Dek. Udah, Adek buru mandi, gih, habis itu kita sarapan bareng.”

Vanessa mengangguk, beranjak mendekati Livy, memeluk tubuh perempuan itu sejenak, lalu bangun dari atas kasur dan berjalan menuju kamar mandi.

Setelah Vanessa menutup pintu kamar mandi, Livy menoleh ke arah Galen, melihat sang tunangan yang sedang terlihat memikirkan sesuatu.

“Kamu mikirin apa lagi, Yang?” tanya Livy, beranjak mendekati Galen, kemudian menangkup wajah sang tunangan.

Galen menggelengkan kepala, memegang tangan kanan Livy yang sedang berada di wajahnya, menggenggamnya dengan cukup erat, dan tersenyum tipis. “Aku gak papa, kok. Ayo, turun, kita tunggu Vanessa di ruang makan.”

Livy mengangguk, bangun dari atas kasur Vanessa, berjalan mengikuti Galen yang sedang menggenggam tangannya keluar dari dalam kamar sang calon adik ipar.

•••

Jum'at, 28 November 2025

Waktu menunjukkan pukul 07.30. Warna langit perlahan-lahan berubah menjadi biru muda, matahari mulai naik ke atas angkasa dengan memancarkan cahaya hangatnya.

Gerbang SMA Garuda Sakti, kini terlihat sangat sepi. Para siswa-siswi telah masuk ke dalam kelas masing-masing untuk menunggu bel masuk sekolah berbunyi.

Akan tetapi, itu tidak berlaku bagi Angelina dan Karina. Kedua gadis itu masih setia berdiri di depan gerbang sekolah, menunggu kehadiran seseorang yang sangat mereka rindukan.

Selama menunggu, kedua gadis itu asyik mengobrol dengan dua orang security yang berjaga pada pagi ini.

Angelina dan Karina saling pandang, menunjukkan senyuman yang sedikit dipaksakan kala mendengar jokes bapak-bapak dari dua orang security itu.

Sebuah mobil berwarna hitam berjenis MPV berhenti di depan gerbang sekolah, membuat Angelina dan Karina sontak menoleh ke arah belakang, tersenyum lebar, lalu berjalan menghampiri mobil itu.

Pintu belakang mobil terbuka, menampilkan sosok Vanessa yang sedang mengenakan sweater dan bando berwarna cream.

Senyuman yang sangat manis terukir di wajah cantik Vanessa. Gadis itu perlahan-lahan mulai turun dari dalam mobil, seraya melihat kedua sahabatnya yang sedang berjalan mendekatinya.

“Vanessa!” teriak Angelina, memeluk tubuh Vanessa yang baru saja turun.

Vanessa membalas pelukan Angelina seraya menatap ke arah Karina. “Selamat pagi Angel, selamat pagi Karin.”

“Selamat pagi juga, Vee.” Karina tersenyum lebar, mengepalkan tangan kanan, lalu mengangkatnya ke arah Vanessa.

Vanessa menurunkan tangan kanan yang sedang memeluk tubuh Angelina, lalu membalas kepalan tangan Karina.

Kaca pintu depan mobil perlahan-lahan mulai terbuka, menampilkan Livy dan Galen yang sedang tersenyum tipis, melihat ke arah Angelina, Karina, dan Vanessa berada.

“Hei, udah dulu temu kangennya. Sana masuk, bentar lagi bel sekolah bunyi, loh,” ujar Galen.

Angelina melepaskan pelukan pada tubuh Vanessa saat mendengar perkataan Galen. “Iya, juga, bentar lagi bel masuk. Ya, udah, Van, Kar, ayo, kita masuk.”

Karina dan Vanessa saling pandang, lalu mengangguk sebagai jawaban.

Sebelum masuk ke dalam gerbang sekolah, Vanessa berjalan mendekati pintu depan mobil. Ia membuka pintu, mencium tangan Galen dan Livy, lalu memberikan pelukan penuh kasih sayang ke tubuh sang calon kakak ipar.

Melihat hal itu, membuat tatapan Livy berubah menjadi sangat sendu dengan senyuman manis yang terukir di wajahnya.

Livy membalas pelukan Vanessa, mencium kening dan puncak kepala gadis itu beberapa kali. Ia juga tidak lupa mendoakan sang calon adik ipar agar selalu dilindungi oleh sang pencipta.

Beberapa detik berlalu, Vanessa melepas pelukannya, menatap wajah Livy dan Galen secara bergantian dengan senyuman yang sangat manis terukir di wajah.

Vanessa berpamitan kepada kedua kakak tercintanya, lalu berjalan memasuki gerbang sekolah bersama dengan Angelina dan Karina.

To be continued :)

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!