Apakah benar jika seorang gadis yang sangat cantik akan terus mendapatkan pujian dan disukai, dikagumi, serta disegani oleh banyak orang?
walaupun itu benar, apakah mungkin dia tidak memiliki satu pun orang yang membencinya?
Dan jika dia memiliki satu orang yang tidak suka dengan dirinya, apakah yang akan terjadi di masa depan nanti? apakah dia masih dapat tersenyum atau justru tidak dapat melakukan itu sama sekali lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berusaha berlari
Happy reading guys :)
•••
Warna langit perlahan-lahan berubah menjadi gelap, matahari telah turun ke ufuk barat, membuat suhu udara dingin menggantikan suhu udara hangat.
Di depan sebuah rumah yang terlihat cukup besar, Angelina dan Vanessa berjalan keluar, dengan ditemani oleh Gita yang merupakan pemilik dari rumah itu.
Angelina dan Vanessa berhenti di depan gerbang, menoleh ke arah Gita yang berjalan di belakang mereka.
“Kita berdua pulang dulu, ya, Kak,” pamit Angelina, menunjukkan senyuman tipis ke arah Gita.
“Kalian berdua gak mau nunggu di dalam aja? Jemputan kalian berdua belum datang, loh, dan ini juga udah malam, gue takut kalian berdua kenapa-napa,” kata Gita, menatap khawatir wajah Angelina dan Vanessa.
Angelina dan Vanessa menggelengkan kepala seraya menunjuk senyuman tipis.
“Nggak usah, Kak. Gue sama Vanessa nunggu di minimarket aja, sekalian mau beli jajan.” Angelina menoleh ke arah Vanessa. “Iya, kan, Van?”
Vanessa mengangguk, menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajahnya karena tertiup oleh angin malam. “Iya, Kak. Aku sama Angel mau nunggu di minimarket aja.”
Hembusan napas panjang terdengar dari mulut Gita. Ia menatap Angelina dan Vanessa, berjalan mendekati kedua adik kelasnya, lalu memegang pundak kedua gadis itu secara bersamaan.
“Ya, udah, kalo gitu. Kalian berdua hati-hati, kalo ada apa-apa langsung kasih kabar ke gue, biar gue bisa langsung bantuin kalian, oke,” kata Gita.
Angelina dan Vanessa saling pandang, kemudian mengangguk secara bersamaan. “Iya, Kak.”
Mendengar jawaban dari kedua adik kelasnya itu, membuat Gita perlahan-lahan mengukir senyuman tipis, menjauhkan kedua tangan dari pundak Angelina dan Vanessa.
“Kita pamit dulu, ya, kak,” pamit Angelina.
Gita menganggukkan kepala, melipat kedua tangan di dada, melihat Angelina dan Vanessa yang sudah berjalan menjauhinya.
“Semoga kalian berdua selamat,” gumam Gita, berbalik badan, berjalan memasuki rumah dengan terus mengukir senyuman.
•••
Angelina dan Vanessa berjalan keluar dari dalam minimarket, menuju sebuah meja yang terletak di depan toko itu.
“Dingin banget malam ini,” celetuk Angelina, mendudukkan tubuhnya di salah satu kursi.
Vanessa mengangguk, mendudukkan tubuhnya di samping Angelina, seraya memasukkan kedua tangan ke dalam saku sweater yang sedang dirinya kenakan.
“Iya, Ngel. Langitnya juga gelap banget, gak ada bulan dan bintang sama sekali,” jawab Vanessa, melihat ke arah langit.
Angelina ikut melihat ke arah langit seraya meminum susu rasa strawberry yang telah dirinya beli. “Iya, lagi. Mau hujan gak, sih, Van?”
“Iya, kayaknya, Ngel.” Vanessa membuka sebungkus cokelat. “Ngel, mau gak? Enak, loh.”
Angelina mengalihkan pandangan ke arah Vanessa, melihat sang sahabat yang telah menyodorkan cokelat ke arahnya. “Manis banget, Van?”
Vanessa menggelengkan kepala. “Nggak, kok, Ngel. Manisnya normal.”
Setelah mendengar jawaban Vanessa, Angelina mengambil secuil cokelat yang sudah dibuka oleh sang saja, lalu memasukkannya ke dalam mulut.
“Gimana? Bener, kan, manisnya normal?” Vanessa melihat Angelina yang sedang mengemut cokelat.
Angelina mengangguk, mengukir senyuman manis ke arah Vanessa kala cokelat yang sedang dirinya emut telah habis. “Iya, Van, manisnya normal.”
Senyuman manis juga terukir di wajah Vanessa. Gadis itu kembali menyodorkan cokelat yang belum dirinya makan ke arah Angelina.
“Mau lagi, Ngel?” tanya Vanessa.
Angelina menggelengkan kepala, bersandar pada sandaran kursi seraya kembali meminum susu rasa strawberry miliknya.
“Nggak, Van. Lu aja yang makan cokelatnya,” jawab Angelina.
Vanessa mengangguk setelah mendengar jawaban dari Angelina. Ia mengarahkan cokelat ke mulut, lalu menggigit, dan mengemutnya.
Suasana berubah menjadi hening beberapa saat, baik Angelina maupun Vanessa tidak ada yang mengeluarkan sepatah kata pun.
Mereka berdua sedang sibuk dengan aktivitas masing-masing seraya menikmati hembusan angin malam yang terasa begitu sangat dingin.
Suara guntur dan kilatan petir tiba-tiba saja berbunyi, membuat suasana sunyi di antara Angelina dan Vanessa menghilang.
Kedua gadis itu saling pandang, seakan sedang berkomunikasi melalui telepati.
Angelina dan Vanessa bangun dari tempat duduk. Mereka berjalan menuju ke dalam minimarket untuk berlindung dari hujan yang akan segera datang.
Akan tetapi, sebelum kedua gadis itu masuk ke dalam minimarket. Angelina dan Vanessa terlebih dahulu di cegat oleh beberapa orang pria dewasa yang sedang mengenakan pakaian serba hitam.
Kening Angelina mengerut sempurna saat melihat beberapa pria dewasa itu. Ia menggenggam erat tangan Vanessa, lalu dengan segera berlari, berusaha membawa sang sahabat pergi menjauhi orang-orang itu.
“Van, lu masih kuat, kan,” tanya Angelina, di sela larinya.
Vanessa mengangguk, menoleh ke arah belakang, melihat beberapa pria dewasa yang sedang berlari mengikuti dirinya dan Angelina.
“Aku masih kuat, kok, Ngel.”
“Bagus, kita lari sekencang mungkin, Van. Kita berdua gak boleh sampai ketangkap sama mereka,” ujar Angelina, terus menambah kecepatan larinya, seraya kedua mata terus melihat ke sana-kemari, mencari sebuah tempat untuk bersembunyi dari beberapa pria dewasa itu.
Saking sibuknya mencari tempat untuk bersembunyi, Angelina sampai tidak memperhatikan jalanan yang sedang dilewati, mengakibatkan dirinya terjatuh karena tersandung oleh sebuah batu berukuran cukup besar.
“Angel.” Vanessa melebarkan kedua mata, berjongkok, memeriksa keadaan Angelina yang sedang mengerang kesakitan seraya memegangi kaki kanan. “Ngel, kaki kamu berdarah.”
Angelina mengabaikan perkataan Vanessa. Ia terus mengerang kesakitan, mencengkeram erat kakinya yang sedang berdarah guna menghilangkan rasa sakit.
“Van, ayo, kita lari lagi, sekarang kita belum aman,” ajak Angelina, saat melihat beberapa orang pria dewasa yang sedang mengejarnya perlahan-lahan telah mendekati tempat dirinya dan Vanessa berada.
“Ngel, kamu serius?” tanya Vanessa, merasa sangat khawatir dengan keadaan kaki sang sahabat bila terus dibuat untuk berlari.
Angelina menatap penuh keyakinan ke arah Vanessa, lalu menganggukkan kepala. “Iya, Van. Gue yakin, kita berdua pokoknya harus berhasil kabur dari mereka.”
Melihat tatapan mata Angelina, Vanessa perlahan-lahan menganggukkan kepala, membantu sang sahabat bangun dari posisi duduk, memapahnya, lalu kembali berlari sekuat tenaga.
Akan tetapi, kecepatan lari Angelina dan Vanessa benar-benar menjadi sangat lambat, membuat beberapa orang pria dewasa yang sedang mengejar dapat dengan mudah menangkap mereka.
Tangan kiri Vanessa dicengkeram oleh salah satu pria dewasa.
“Lepasin!” teriak Vanessa, seraya berusaha melepaskan cengkeraman tangan pria dewasa itu.
Pria dewasa itu menghiraukan teriak Vanessa. Ia semakin mencengkeram dengan erat tangan kiri milik Vanessa, hingga membuat gadis itu mengerang kesakitan.
Melihat sang sahabat yang sedang mengerang kesakitan, membuat Angelina tidak tinggal diam. Angelina menatap tajam ke arah beberapa orang pria dewasa yang sudah melingkari mereka berdua, melepaskan rangkulan pada pundak Vanessa, lalu dengan tanpa aba-aba menendang alat vital salah satu pria dewasa menggunakan kakinya yang masih terasa sangat sakit.
“Keparat!” Pria dewasa itu mengerang kesakitan seraya memegangi alat vitalnya. “Kasih pelajaran ke mereka.”
Pria dewasa yang lain mengangguk, melayangkan tangan kanannya yang sudah mengenal sempurna ke arah Angelina.
Angelina memasang posisi, bersiap-siap ingin menangkis pukulan dari pria dewasa itu. Namun, sebelum pukulan itu berhasil ditangkis oleh Angelina, terlihat seorang gadis yang terlihat dahulu menangkisnya.
Kedua mata Angelina melebar sempurna, saat melihat kehadiran dari gadis itu. “Sheila.”
To be continued :)
sering sering bikin novel kek gini ya thor😁😁