Sebuah Seni Dalam Meracik Rasa
Diajeng Batari Indira, teman-teman satu aliran lebih suka memanggilnya Indi, gadis Sunda yang lebih suka jadi bartender di club malam daripada duduk anteng di rumah nungguin jodoh datang. Bartender cantik dan seksi yang gak pernah pusing mikirin laki-laki, secara tak sengaja bertemu kedua kali dengan Raden Mas Galuh Suroyo dalam keadaan mabuk. Pertemuan ketiga, Raden Mas Galuh yang ternyata keturunan bangsawan tersebut mengajaknya menikah untuk menghindari perjodohan yang akan dilakukan keluarga untuknya.
Kenapa harus Ajeng? Karena Galuh yakin dia tidak akan jatuh cinta dengan gadis slengean yang katanya sama sekali bukan tipenya itu. Ajeng menerima tawaran itu karena di rasa cukup menguntungkan sebab dia juga sedang menghindari perjodohan yang dilakukan oleh ayahnya di kampung. Sederet peraturan ala keraton di dalam rumah megah keluarga Galuh tak ayal membuat Ajeng pusing tujuh keliling. Bagaimana kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nyai Gendeng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seperti Kucing dan Anjing
Galuh dan Ajeng itu ibarat air dengan api, minyak dengan air atau anjing dengan kucing. Tidak pernah akur dalam waktu yang lama. Ada saja yang mereka perdebatkan. Ada saja yang tidak sesuai dengan kehendak masing-masing. Seperti ketika sedang berada di wedding organizer ternama pilihan kanjeng ibu saat ini. Konsep pernikahan mereka akan sangat kental dengan adat Jawa. Ada beberapa pertunjukan seni tari jawa juga acara tabuh gamelan.
Walau akan dilaksanakan di hotel mewah, tapi nuansa Jawa pasti akan sangat mendominasi. Kesal dan sebal Ajeng sedari tadi karena Galuh memilih gaun yang tidak sesuai kehendaknya. Di dalam ruangan berpendingin itu, kanjeng ibu menatap keduanya jengah sambil geleng-geleng kepala.
"Perkara gaun pengantin saja dua anak ini tidak akur!" Kanjeng ibu menarik Ajeng dan Galuh ke depan sebuah etalase berisi patung yang sedang memakai sebuah gaun pengantin berwarna putih keemasan. Rencananya, nanti di jam-jam pertama, Ajeng akan memakai baju pengantin adat jawa, tapi setelah itu berganti dengan yang lebih modern.
"Yang ini ya, Kanjeng Ibu?" tanya Ajeng sembari menunjuk gaun pengantin yang nampaknya lebih baik dari pilihan Galuh barusan.
"Iya, kalau mau nunggu kalian milih, nanti keduluan Kanjeng Ibu jamuran!" balas kanjeng ibu judes.
Galuh dan Ajeng cuma mesem-mesem tak jelas. Mereka akhirnya setuju dengan gaun pilihan kanjeng ibu, melihat raut wajah kanjeng ibu yang mulai galak kayak anak gadis lagi dapet tamu bulanan.
"Kamu sudah periksa kandunganmu ke dokter?" tanya kanjeng ibu, membuat Ajeng yang sedang menyesap teh hangat kontan menyemburkannya tepat di depan muka Galuh. Ajeng segera meraih tisu lantas membersihkan wajah Galuh yang sudah kesal setengah mati dengan gadis itu.
Lewat isyarat matanya, Galuh seolah mengatakan kepada Ajeng untuk mengiyakan apa yang barusan ditanyakan oleh ibunya.
"Oh, sudah-sudah, Kanjeng Ibu. Dedenya baik, aman-aman aja, lagi gelantungan di perut Ajeng."
Kanjeng ibu melotot mendengarnya, membuat Galuh segera meraih pinggang Ajeng, berlagak memeluk gadis itu padahal ia sedang mencubitnya dengan gemas.
"Lo kira anak gue monyet?" tanya Galuh sambil berbisik.
"Bayi apa itu, Ajeng, kok gelantungan!" Kanjeng ibu mengibaskan tangannya lalu beralih melihat gaun yang lain dan sekalian menemui pemilik WO yang akan merancang dekorasi acara pesta nanti.
Sepeninggalan kanjeng ibu, Ajeng segera membalas cubitan Galuh itu menjadi berkali-kali hingga membuat lelaki itu menjerit-jerit. Staff Wedding organizer segera menyingkap tirai, ia melihat Galuh dan Ajeng yang saling serang.
"Ada apa ya, Nona, Tuan?"
Galuh dan Ajeng terkesiap, mereka saling melepaskan diri.
"Oh, gak papa, Mbak. Calon istri saya lagi latihan untuk mendesah di malam pertama nanti."
Ajeng melotot mendengarnya, sedangkan pegawai tadi segera menutup lagi tirai dengan wajah bersemu merah. Apa-apaan ini?! Kan jomblo kayak dia jadi merasa terhina!
"Stop cubit gue atau lo gue bikin hamil beneran!" Galuh mengancam Ajeng sambil mulai membuka resleting celananya membuat Ajeng menciut seketika. Galuh memandangnya dengan tatapan penuh kemenangan. Ia jadi membayangkan, bagaimana jika kelak mereka sudah tinggal di satu atap dan dia akan menakut-nakuti gadis itu setiap malam. Pasti menyenangkan. Galuh tertawa licik sembari menatap Ajeng yang mulai menyadari ada sinyal bahaya dari tatapan lelaki itu.
"Mikir apaan lo?!" tanya Ajeng galak, membuat fantasi-fantasi liar Galuh segera ambyar.
Galuh melengos, lalu berbalik dan meninggalkan Ajeng yang terpaksa mengekor di belakangnya. Acara pernikahan mereka tinggal menghitung hari. Terhitung hari ini pula, undangan telah disebar. Ajeng juga sudah mengundang semua penghuni kos juga teman-temannya di club malam.
Mereka rata-rata terkejut mendengar Ajeng yang akan segera menikah dengan Galuh.
"Jadi isu kalo Ajeng sama Galuh itu ada main ternyata bener?" tanya Riko kepada teman sesama staff club malam. Mereka ramai membahas itu. Pun ketika Ajeng sudah masuk ke club malam itu untuk bekerja, para pegawai yang selama ini cuma jadi staff club malam, sekarang mendadak punya bakat untuk jadi paparazi.
Ajeng sudah muak, mual sampai pengen muntah karena sedari tadi harus menjawab berbagai pertanyaan dari teman-temannya. Belum lagi, Ajeng dapat tatapan membunuh dari para perempuan yang mengenal Galuh dan sudah dengan susah payah mencoba merayu lelaki itu.
"Lo beneran mau nikah sama Galuh?" tanya seorang gadis berbokong bulat sebulat kue donat di depan meja bartender Ajeng. Mendingan kalau itu perempuan bertanya dengan baik-baik, ini sambil menggebrak meja bar dengan tangannya yang berhias kuku palsu.
"Tar gue kasih undangannya kalo gak percaya." Ajeng membalas malas sambil mengocok minuman ke dalam alat shaker.
"Gimana bisa?! Galuh hampir tiap malem selalu joget sama gue! Kok nikahnya malah sama elo?!"
Ajeng sudah hampir habis kesabaran, dia meletakkan shaker lalu memandang jengah gadis dengan bulu mata anti badai puting beliung itu sangking panjang dan lebatnya bulu mata palsu yang dia gunakan, dengan pandangan siap ajak perang.
"Eh, joget bukan berarti bobo bareng kan? Ya terima aja kenyataan, kalo lo itu berarti cuma temen joget, bukan teman hidup!"
"Wow wow! Jangan berantem di sini, bahaya!" Riko segera menengahi Ajeng dan gadis pengunjung rutin bar itu.
"Inget ya, urusan gue sama lo belum selesai!" ancam gadis itu sambil menunjukkan jadi tengahnya.
Ajeng membalasnya dengan gerakan yang sama. Yang sedang jadi bumbu pertengkaran, datang kemudian. Ajeng hampir saja berteriak kesal karena sumber masalah kembali muncul malam ini, mengganggu ketenangannya bekerja.
"Tuh, calon laki lo, udah standby aje." Riko menunjuk Galuh yang sedang duduk santai di depan Ajeng. Ajeng sendiri hanya melengos.
"Ini cobaan terberat dalam hidup gue lo tau gak," desis Ajeng kepada Riko.
"Cobaan apaan?" tanyanya tak mengerti.
"Mesti nikah sama laki-laki itu!" balas Ajeng.
"Namanya juga jodoh!"
"Jodoh matamu!" kesal Ajeng sambil beranjak ke ruangan karyawan, meninggalkan Galuh yang seolah tak peduli dengan rasa risih yang Ajeng tunjukkan.
Dia memang sedang suka-sukanya menggoda gadis yang sebentar lagi akan menjadi istrinya itu. Riko hanya memandang Galuh dengan mengangkat bahu. Ajeng dan Galuh adalah pasangan paling tidak jelas yang ia kenal. Apalagi keduanya kerap berdebat di depan umum. Entah, ada saja yang akan menjadi perdebatan mereka. Ajeng menyandarkan tubuhnya di kamar mandi club malam itu. Dia melihat perutnya yang rata dengan pusar berhias tindik.
"Bayi apaan di dalam sini?" tanya Ajeng kepada pantulan dirinya sendiri di cermin seperti orang tolol.
Semakin ke sini, Ajeng semakin ingin segera menyudahi sandiwaranya dan Galuh. Ia memang harus selalu bersabar sampai waktu berpisah itu akan tiba. Keluar dari kamar mandi, Ajeng tak sengaja bertabrakan dengan seorang lelaki tampan. Waw, Ajeng jadi terpanah.