Enggak dapet anaknya, Ayahnya pun jadi.
Begitu pula Isvara Kinandari Heksatama, gadis cantik patah hati karena pujaan hatinya menikah dengan wanita lain. Isvara atau yang kerap disapa Isva melakukan hal yang diluar nalar yaitu menikahi Ayah dari pria yang cintai yaitu Javas Daviandra Bimantara.
Keputusan terburu-buru yang diambil Isva tentu saja, membuat semua orang terkejut. Tidak terkecuali sang adik yaitu Ineisha Nafthania Heksatama, bagaimana tidak. Pria yang dinikai oleh Kakaknya adalah Ayah mertuanya sendiri, Ayah dari Archio Davion Bimantara.
Pria yang Isvara cintai memang menikah dengan adiknya sendiri, tentu hal itu membuatnya sangat sakit hati karena yang dekat dengan Archio adalah dirinya. Namun, Archio secara tiba-tiba malah menikahi Ineisha bukannya Isvara.
Demi menghancurkan pernikahan Ineisha dan Archio, Isvara harus tinggal bersama mereka. Salah satu caranya yaitu menikah dengan salah satu keluarga Archio, sedangkan yang bisa ia nikahi hanyalah Javas seorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Donacute, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33 | Pilihan Untuk Ineisha
"Maaf, Ma," ujar Kalila menyesal.
Tiana menatap lekat cucu menantunya yang masih menundukkan wajahnya. "Ineisha, kamu dengarkan apa yang saya tadi bilang?"
Tidak terdengar balasan yang keluar dari mulut Ineisha, membuat Tiana jadi naik pitam. Wanita paruh baya itu menggebrak meja, hingga membuat semua orang kaget.
"Chio, kamu lihat tuh istri kamu. Oma ajakin ngomong malah diam aja, nggak bisu'kan dia." Chio yang keadaannya sedang capek fisik dan pikiran, kini ikut kesal pada sang istri. Karena perbuatan istrinya ia harus kena omel, Chio memang hanya bisa menyalahkan Ineisha. Menyalahkan Tiana pun tidak akan mungkin pria itu berani.
Chio menyenggol tubuh Ineisha, agar perempuan yang berstatus istrinya itu mau bicara. Namun, bukan bicara ia malah menangis.
Jika dipikiran Ineisha, ketika melihatnya menangis semua orang akan iba terhadapnya termasuk Tiana. Yang Ineisha dapatkan bukanlah rasa iba, Tiana malah semakin marah dengan cucu menantunya itu. "Kenapa nangis? Kamu itu cuma di suruh lakuin yang memang tugas kamu jadi menantu keluarga Bimantara, kamu nangis gini serasa keluarga kami sudah menyiksa kamu aja."
"Oma aku itu capek, aku nggak sanggup Oma perlakukan aku kayak gini terus. Aku bukan pembantu." Akhirnya Ineisha berani berbicara, walau dalam hati perasaan takut itu masih ada.
"Memang siapa yang bilang kamu pembantu? Ada saya panggil kamu pembantu? Kamu aja manja, kamu baru sehari ngelakuin ini itu udah ngeluh gini. Kamu kira saya nggak pernah merasakan, saya bisa, Kalila bisa kenapa kamu nggak bisa. Emang kamu-nya aja yang nggak mau, padahal yang harus dilakuin ya pekerjaan perempuan biasa. Kamu tinggal di sini, ya ikutin aturan yang saya buat. Ini rumah saya, bukan rumah orang tua kamu yang kamu bisa bersikap seenaknya!"
"Oma terlalu pilih kasih! Kenapa cuma aku sama Mama Kalila yang Om perlakukan seperti ini! Kenapa Kak Isvara tidak?" Tidak terima dianggap pilih kasih, Tiana langsung menghadiahi sebuah tamparan ke pipi mulus Ineisha.
"Saya sama sekali nggak ngerasa telah berlaku pilih kasih kok, kalian bertiga semua menantu keluarga Bimantara. Tapi jika Javas sendiri yang tidak mengizinkan istri mudanya melakukan tugas rumah, kenapa kamu yang ribet. Toh sudah ada istri Javas yang lain yang menghandle pekerjaan rumah. Apa kamu mau Chio nikah lagi, terus istri barunya yang menghandle urusan rumah sedangkan kamu bisa enak-enakkan."
Ineisha tidak lagi menjawab, mana mungkin ia membiarkan suaminya menikah lagi. Apalagi dirinya baru dua hari menjadi istri Chio, masa udah langsung punya madu. Jelas ia tidak akan bisa membayangkannya.
"Walaupun Chio menikah lagi, saya tetap akan memberikan tugas mengurus rumah ini sama kamu Ineisha. Saya sendiri nggak habis pikir sama kamu, Isvara itu Kakak kamu sendiri loh. Apa sama sekali tidak ada rasa sayangmu untuknya? Kenapa kamu selalu saja iri dengan apa yang ia dapatkan, seharusnya kamu nggak perlu iri. Isvara itu istri Javas, kamu istri Chio. Tugas kalian ya berbeda, atau kamu mau Isvara jadi istri Chio juga. Agar mendapatkan tugas yang sama, diperlakukan sama?"
Bukan hanya Ineisha yang tersinggung dengan ucapan Tiana, Isvara juga bukan tersinggung tapi sedikit tersentil lebih tepatnya. Gadis cantik itu jadi sadar, bahwa apa yang Tiana katakan adalah kebenaran. Orang lain saja bisa melihat hal itu, Isvara sebenarnya sejak dulu sudah merasakannya tetapi ia terus denial.
"Sekarang terserah kamu, Ineisha. Kalo kamu tetap nggak mau mengikuti aturan saya. Kamu bisa angkat kaki dari rumah ini, saya nggak akan melarangnya. Tapi dengan begitu artinya kamu siap bercerai dengan Chio, percaya nggak percaya saya bisa detik ini juga membuat Chio menceraikan kamu. Chio cucu saya berhak mendapatkan istri yang jauh lebih baik dari kamu."
Ineisha sudah tidak tahan lagi, ia langsung berlari ke kamarnya. Chio mengikuti istrinya dari belakang.
Isvara menggeleng pelan, baru dua hari saja sudah seperti ini. Padahal ia belum melakukan apapun yang bisa membuat pernikahan Ineisha dan Chio hancur, tetapi sekarang yang terlihat sudah hampir hancur. Itu pun jika Ineisha memutuskan menyerah.
Semua ini atas ulah Tiana tentunya, tetapi keberadaan Isvara pun walau tidak melakukan apapun tetap saja membantu wanita paruh baya itu. Tiana sengaja semakin mematik rasa iri dengki Ineisha pada Kakak kandungnya sendiri, jadi bisa dengan mudah membuat Ineisha terbakar.
Bisa jadi maksud Tiana menghancurkan pernikahan Chio dan Ineisha itu hanya dengan kehadiran Isvara saja di kediaman Bimantara, jadi Isvara tidak perlu bersikap gatel untuk menggoda Chio atau berbuat sesuatu yang merugikan namanya sendiri.
***
Di dalam kamarnya, Ineisha melempar semua barang-barang yang ada di hadapannya. Chio yang melihat hal itu tentu tidak terima, karena barang-barang yang dilempar sampai rusak itu adalah miliknya bukan milik Ineisha.
"Bisa berhenti lempar-lempar barang-barang itu," ujarnya dengan tegas. Tapi, gadis itu sama sekali tidak mendengarkan ucapan suaminya. Ia terus melempar semua barang, tetapi Chio langsung memegang tangan Ineisha untuk mencegah sang istri berbuat lebih jauh lagi.
"Bisa nggak sih kamu nggak bersikap kekanak-kanakan gini? Kamu pikir kamu pintar karena berani bicara seperti itu sama Omaku, lagian aku rasa emang kamu yang salah kok. Om benar, kamu emang terlalu manja. Andai nggak ada kejadian itu, mungkin aku nggak pernah berpikir buat nikahin kamu."
Ineisha menangis semakin kencang, ia merasa semua orang seakan memusuhinya, menganggapnya bersalah.
"Kamu kenapa jahat sama aku, Chio? Aku ini istri kamu."
"Nggak ada yang jahat, kamu aja yang lebay. Udah deh, beresin semua kekacauan yang kamu buat. Aku mau tidur, awas aja kalo besok aku bangun masih berantakan. Kamu akan tau aku bisa buat apa," titahnya dengan tegas. Chio benar-benar meninggalkan istrinya tidur, ia benar-benar sedang lelah dan ingin beristirahat. Jadi ia tidak ingin terlalu peduli dengan apa yang dilakukan istrinya.
"Apa benar kalo Oma minta kamu ceraikan aku, kamu akan melakukannya?" Dengan berani, Ineisha memberikan pertanyaan seperti itu pada suaminya.
Chio sudah ngantuk, ia menjawabnya tanpa membuka mata. "Kenapa tidak?" Ineisha membulatkan matanya, ia benar-benar tidak menyangka dengan jawaban yang diberikan oleh suaminya.
"Kamu jahat, Chio. Segitu nggak berharganya kah aku bagi kamu? Sampai mau dengan mudah mau menceraikan aku ketika Oma mintanya." Tidak ada lagi jawaban dari Chio, karena pria itu sudah tertidur pulas.
Ineisha terdiam sebentar, istri Chio itu tampak tengah berpikir. Akankah ia tetap bertahan diperlakukan semena-mena wanita paruh baya itu, atau bercerai padahal pernikahannya baru berjalan dua hari. Diluar itu, Ineisha akui ia masih begitu mencintai Chio.
***
Di kamar berbeda, tepatnya kamar Javas dan Isvara. Mereka baru saja masuk kamar, Javas langsung duduk di sofa sedangkan Isvara memilih duduk di ranjang.
"Om, bukankah apa yang Oma Tiana lakukan tadi ke Ineisha itu sangat keterlaluan?" tanya Isvara untuk memulai obrolan.
"Biarkan saja, kamu nggak perlu ikut campur, Va. Mama nggak akan sekeras itu kalo adik kamu nggak berulah," jawab Javas santai. Bagi Javas, apa yang mamanya lakukan jika tidak merugikannya. Ia tidak akan peduli.
"Tapi wajar nggak sih, Ineisha capek. Kerjaan yang Oma kasih ke Ineisha 'kan banyak banget, apalagi selama ini Ineisha mana pernah mengerjakan semua itu. Dibanding Oma nyuruh Mbak Kalila sama Ineisha, kenapa Oma nggak pake pembantu aja sekalian. Aku yakin Oma sama Om sanggup bayar pembantu lebih dari satu."
"Udahlah, Va. Saya bilang 'kan nggak perlu ikut campur, Mama nggak mau pake pembantu atau apapun itu. Semua terserah Mama, kamu nggak perlu ribet," jawab Javas tampak tidak suka. Pria itu merasa pembahasannya membuat ia malas, hingga ia memutuskan meninggalkan Isvara di kamar. Tempat yang didatangi adalah ruang kerjanya.
Isvara merutuki dirinya, ia sadar dirinya bukanlah siapa-siapa di sini. Pernikahannya dengan Javas pun hanya pura-pura, tidak seharusnya ia ikut campur terlalu jauh. Sejauh ini, Tiana hanya suka marah-marah, menampar sekali.
Tidak sampai menyiksa Ineisha, walau ia tahu tugas yang harus dikerjakan Ineisha pun tidak sedikit.
***
Isvara baru saja pulang kuliah, kuliah hari ini memang hanya satu mata kuliah. Jadi ia bisa pulang cepat. Gadis itu benar-benar menggunakan mobil Javas untuk pergi kampus, diluar dugaan Isvara malah nyaman menggunakan mobil itu.
"Mbak, Ineisha masih belum keluar kamar?" tanya Isvara pada Kalila yang membukakannya pintu.
"Iya, Ineisha kayaknya demam deh. Tadi waktu saya ke kamarnya, Ineisha keliatan pucat," jawab Kalila dengan lembut.
Sejak pagi, Isvara memang tidak melihat batang hidung sang adik. Awalnya ia kira Ineisha hanya bangun kesiangan saja, jadi ia bersikap biasa saja. Namun, perasaannya mendadak tidak enak. Jadi ketika pulang langsung menanyakannya pada Kalila.
Ternyata benar, Ineisha demam. Adik Isvara itu sepertinya kecapekan makanya sampai demam, karena tidak biasa kerja berat. Kerja berat sedikit langsung demam dan nggak enak badan.
"Udah dikasih obat belum, Mbak?"
"Mbak udah anterin obat sama sarapannya, udah Mbak minta minum. Tapi Mbak nggak tau udah diminum belum." Mendengar jawaban Kalila, Isvara sedikit bersyukur bahwa adiknya mempunyai mertua sebaik Kalila. Apalagi ia ingat kemarin, saat Kalila berusaha membela Ineisha.
Kalila sebenarnya cukup perhatian pada Ineisha, tetapi ia tidak bisa terus memantau sang menantu karena harus mengerjakan semua tugasnya. Karena memang tidak ada orang lain yang akan mengerjakan tugas-tugasnya.
"Nggak ada orang di rumah, Mbak? Selain Mbak Kalila sama Ineisha maksudnya."
"Nggak ada, Mama pergi arisan. Chio ke kampus terus langsung ke kantor katanya. Kalo Mas Javas masih di kantor kalo jam segini, kamu pasti udah dikabarin 'kan?" Isvara mengangguk, ia tiba-tiba mendapatkan sebuah ide.
"Mbak boleh nggak aku pinjam dapur? Sebentar aja kok," ujar Isvara meminta izin, karena idenya memang berhubungan dengan dapur.
"Buat apa?" tanya Kalila dengan wajah bingungnya.
"Aku mau buat bubur yang biasa dibuatin pelayan di rumahku, soalnya Ineisha biasa makan itu kalo lagi sakit." Isvara tetap adalah Kakak dari Ineisha, Kakak mana yang akan diam saja ketika melihat adiknya sakit. Tentu ia tidak tega, maka dari itu ia memutuskan untuk membuatkan bubur. Gadis itu sangat tahu bagaimana sang adik, Ineisha akan susah makan saat sakit dan hanya mau makan bubur itu.